Rabu, 05 November 2008

Hamil dengan kelainan jantung

Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1-4%. Penyakit yang paling banyak dijumpai adalah penyakit hipertensi, tirotoksikosis (keracunan kelenjar gondok), dan anemia.

Saat dimana kelainan jantung akan memberat adalah pada kehamilan 32-36 minggu, volume darah bumil mencapai puncaknya (hipervolumia), pada kala II (saat pasien meneran) dan pada paska persalinan, dimana darah dari ruang plasenta yang sudah lahir akan masuk ke dalam sirkulasi darah ibu, semuanya akan memperberat kerja jantung ibu.

Penyakit jantung dalam kehamilan bisa menyebabkan terjadinya abortus, lahir tidak cukup bulan (prematur), lahir cukup bulan namun dengan berat badan lahir rendah (dismatur), lahir dengan nilai Apgar rendah bahkan lahir mati atau kematian janin dalam kehamilan (KJDK).

Penyakit jantubg dalam kehamilan di klasifikasikan:
Kelas I : tanpa pembatasan kegiatan fisik, tanpa gejala pada kegiatan biasa
Kelas II : sedikit dibatasi kegiatan fisiknya, waktu istirahat tidak ada keluhan, kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala gangguan jantung seperti lelah, debar2, sesak nafas, dan nyeri dada.
Kelas III : kegiatan fisik sangat dibatasi, waktu istirahat tidak ada keluhan, sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan jantung.
Kelas IV : waktu istirahat dapat timbul keluhan jantung, apalagi kerja fisik yang tidak berat.

Kira-kira 80% penderita adalah kelas I dan II serta kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut menjadi II, III atau IV. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya gannguan irama jantung dan pembesaran jantung.

Dalam Kehamilan dilakukan penanganan: memberikan pengertian kepada ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan antenatal yang teratur, kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung, pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan.

Jika terdapat anemia, harus diobati, timbulnya hipertensi atau hipotensi akan memberatkan kerja jantung, hal ini harus diobati. Bila terjadi keluhan yang agak berat, seperti sesak napas, infeksi saluran pernapasan, dan sianosis (biru), penderita harus dirawat di rumah sakit. Skema kunjungan antenatal: setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28 minggu dan 1 kali seminggu setelahnya.

Harus cukup istirahat, cukup tidur, diet rendah garam, dan pembatasan jumlah cairan. Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit :
Kelas I : Tidak memerlukan pengobatan tambahan.
Kelas II : Biasanya tidak memerlukan terapi tambahan. Mengurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28-36 minggu.
Kelas III : Memerlukan digitalisasi atau obat lainnya. Sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak kehamilan 28-30 minggu.
Kelas IV : Harus dirawat di rumah sakit dan diberikan pengobatan, bekerjasama dengan kardiolog.

Sdangkan dalam persalinan: penderita kelas I dan kelas II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan bersalin per vaginam, namun dengan pengawasan yang baik serta kerjasama dengan ahli penyakit dalam. Bila ada tanda-tanda payah jantung diobati dengan obat digitalis (obat jantung). Kala II yaitu kala yang kritis bagi penderita. Bila tidak timbul tanda-tanda payah jantung, persalinan dapat ditunggu, diawasi dan ditolong secara spontan. Dalam 20-30 menit, bila janin belum lahir, kala II segera diperpendek dengan ekstraksi vakum atau forseps. Kalau Cesar dengan lokal anestesi/lumbal/kaudal di bawah pengawasan beberapa ahli multidisiplin.

Dalam paska persalinan/nifas: setelah bayi lahir, pederita dapat tiba-tiba jatuh kolaps (pingsan), yang disebabkan darah tiba-tiba membajiri tubuh ibu sehingga kerja jantung menjadi sangat bertambah. Perdarahan merupakan komplikasi yang cukup berbahaya. Karena itu penderita harus tetap diawasi dan dirawat sekurang-kurangnya 2 minggu setelah bersalin.

Secara umum dapat dilakukan: penderita klas III dan IV tidak boleh hamil karena kehamilan sangat membahayakan jiwanya (bila hamil, sedini mungkin abortus buatan medikalis). Pada kasus tertentu dilakukan tubektomi. Bila tidak mau steril, dianjurkan memakai kontrasepsi yang baik seperti IUD (AKDR).

Pada masa laktasi : diperbolehkan pada wanita dengan penyakit jantung kelas I dan II yang sanggup melakukan kerja fisik. Laktasi dilarang pada wanita dengan penyakit jantung kelas III dan IV.