Sabtu, 24 Februari 2007

Pak, Saya ini mengantarkan cucu, kok ikut-ikutan disuntik?

Sebuah Puskesmas di daerah pinggiran di suatu kabupaten Bagaskara di propinsi Madhangkara, terkenal sangat laris. Cakupan pasien yang berkunjung di Puskesmas tersebut tidak hanya dalam wilayah kerjanya, tetapi sudah melintas ke luar wilayah kerja dan bahkan ke kecamatan kabupaten tetangganya. Salah satu rahasia yang membuat Puskesmas tersebut tersohor adalah karena menyediakan layanan suntikan, suatu tindakan yang mulai banyak ditinggalkan oleh Puskesmas lain. Bahkan suatu tindakan yang tidak diperbolehkan bila tidak ada indikasi medis yang kuat, walaupun hanya sekedar memberikan suntikan vitamin.

Masyarakat pedesaan umumnya bila berobat tidak diberikan suntikan maka bagi mereka itu namanya belum berobat. Jadi yang dikatakan berobat itu harus disuntik. Apapun sakitnya.

Entah apa alasan Puskesmas ini, tetap memberikan tindakan suntikan sesuai permintaan pasien-pasiennya. Bisa jadi karena melihat ini adalah peluang pasar, atau karena mencoba berempati terhadap apa yang membuat kegelisahan pasien bila tidak disuntik. Yang jelas hanya kepala Puskesmas dan stafnya saja yang tahu.

“Era otonomi daerah bung!”

“Jangan coba-coba ikut campur urusan rumah tangga orang!”

Kira-kira demikianlah jawaban Kepala Puskesmas beserta stafnya ketika ditanya mengapa mereka tetap memberikan tindakan suntikan sementara Puskesmas yang lain mulai memberhentikannya.

“Wah mateni pasaran tenan mas! [wah membunuh pasaran orang lain]”

inilah kira-kira ungkapan kepala dan staf Puskesmas yang berada disekitarnya, terhadap apa yang dilakukan Puskesmas “penyuntik” itu.

Saking larisnya, pasien yang datang setiap hari bisa berjubel seperti pasar. Rata-rata kunjungan bisa 150 pasien setiap hari pada jam kerja jam 08.00 – 11.00. Hari senin atau hari pasaran [pahing, pon, wage, kliwon, legi; kebetulan disamping Puskesmas ada pasar yang buka hanya pada hari pasaran pahing, sehingga disebut pasar pahing], jumlah pasien bisa mencapai 250 pasien rawat jalan, sedangkan anak-anak yang mau imunisasi dan kunjungan KB serta ibu hamil tidak dihitung.

“Wow..luar biasa! Berapa banyak pasiennya bung? “Ratuusan!”

Dalam rentang waktu tiga jam, dan jumlah pasien yang ratusan pada hari senin dan hari pasaran, dapat anda bayangkan berapa menit yang dibutuhkan untuk pekerjaan : menanyai, memeriksa, melakukan tindakan suntikan.

Bila petugas polikliniknya dua orang, maka rata-rata satu pasien ditanyai, diperiksa dan disuntik dalam waktu 1 menit 44 detik. Tetapi bila petugas yang memeriksa berjumlah satu orang maka setiap pasien ditanyai, diperiksa dan disuntik dalam waktu 43,2 detik.

Sebenarnya yang beruntung adalah pasien yang diperiksa dalam waktu satu jam pertama. Karena apa? Karena dokter atau perawat yang memeriksa masih dalam fresh, jadi senyumnya kepada pasien masih original. Satu jam kedua, stamina pemeriksa mulai menurun. Dan satu jam terakhir (satu jam ketiga) sudah ala kadarnya. Ibarat komputer, sudah terlalu banyak memproses data, satu jam terakhir “pentium”-nya sudah panas (walopun dual processor), sehingga konsentrasi berkurang. Serta senyum yang ditampilkan tidak karuan bentuknya karena tidak original lagi.

Mbah Bejo, datang ke Puskesmas memeriksakan cucunya yang berumur 5 tahun sakitnya flu. Dasar anak-anak walaupun sakit flu, tetap menunjukkan keaktifan dan kelucuannya. Mbah Bejo dan cucunya mendapatkan keberuntungan mendapatkan jatah diperiksa dalam rentang satu jam terakhir. Jadi pas “pentium” pemeriksa mulai mendekati exhausted. Karena melihat cucu mbah Bejo “sehat” pemeriksa, mengira yang sakit mbah Bejo, dan langsung menyuruh mbah Bejo tengkurap

Monggo mbah Murep” [silakan tengkurap mbah]

Tanpa berpikir panjang mbah Bejo tengkurap, kemudian pemeriksa melorotkan celana mbah Bejo, sehingga kelihatan menyembul pantatnya, selanjutnya menusukkan jarum injeksi dengan spuit yang berisi vitamin.

Setelah membetulkan celananya, mbah Bejo dipersilakan duduk di depan pemeriksa. Dan ditanyain

Gimana mbah rasanya?

Kados pundi tho, pak mantri Dokter, ingkang sakit puniko wayah kulo, ingkang dipun suntik kok kulo?” [gimana sih pak Mantri yang sakit cucu, yang disuntik kok saya?”

Pak Mantri dokter : ?!#*?:<>

Mak GLODAK!!!

Dokter “Inova”

Profesi dokter dan profesi kesehatan pada umumnya adalah profesi yang sangat menekankan pada pelayanan. Pekerjaan pelayanan berarti menekankan orientasi pada orang lain. Pekerjaan pelayanan berarti memberikan pelayanan secara adil, tidak pandang bulu miskin, kaya, cakep, cantik, jelek, harum parfumnya atau berbau tidak sedap, datang dengan uang yang tebal atau tidak ada uang sama sekali.

Pernah suatu ketika saya mendapatkan pasien, datang dengan keluhan panas. Merasa badannya panas, dan sangat terganggu dengan demamnya, pasien berkali-kali menghirup dan menghembuskan nafas panjang. Namun sayangnya, ketika menghembuskan nafas panjang-panjang pasien tidak sadar dan peduli dengan lingkungan. Menghembuskannya ke segala arah termasuk ke dokternya. Masya Allah, nafasnya bau. Namun demikian, dokter harus dituntut tetap ramah, sambil membungkuk-bungkukkan badan untuk menghindari hembusan nafas, saya melakukan anamnesis dan pemeriksaan secara legeartis.

Di saat yang lain, pernah saya mendapati seorang pasien yang badannya, bau sekali. Beliau ini datang ke tempat praktek dengan frekuensi yang lumayan sering, hanya untuk sekedar meminta vitamin. Untuk menghilangkan rasa penasaran, saya menanyakan langsung kepadanya secara halus, mbah dek wau, sak dherengipun tindhak mriki sampun siram utawi dhereng, mbah?” (mbah, tadi sebelum berangkat ke sini, sudah mandi belum mbah?). Secara spontan, kakek tadi menjawab,nuwun sewu pak dokter, kulo kersanipun umure dhowo, rejekinipun lapang, sehat badanipun, kulo ngelampahi mandi setahun sepindah, pas wekdal sasi suro(mohon maaf pak dokter, biar saya umurnya panjang, lapang rizkinya, sehat badannya, saya menjalani mandi setahun sekali, yaitu pada saat bulan suro [bulan dalam budaya jawa yang mengadopsi bulan muharam dalam kalender Islam).

Atau bagi anda yang profesinya sebagai perawat, malam-malam mendapatkan keluhan, seorang pasien habis operasi, tubuhnya sulit bergerak, mau buang air besar. Apakah anda biarkan pasien menunda buang air besarnya besok pagi? Atau anda biarkan pasien tidur dengan tinjanya hingga esok pagi baru dibersihkan? Coba anda simak cuplikan berikut1:

Bukan cuma dokter yang tak profesional. Tonny juga mengeluhkan perawat yang galak. Ia menuturkan pengalaman sehabis operasi dan tak bisa bangun dari tempat tidur. Buang air kecil dan besar pun terpaksa dilakukan di tempat tidur.

Suatu malam ia buang air besar. Sesudahnya ia minta tolong kepada suster untuk membersihkan dirinya, tapi sang perawat malah marah-marah dan menjawab membersihkan besok pagi saja. “Bayangkan sejak malam, pasien yang tidak bisa apa-apa harus tidur dengan tinja,” katanya.

Kendati mengkritik pelayanan dokter dan perawat, Tonny memuji fasilitas rumah sakit di Indonesia yang sudah cukup baik. Seandainya pelayanan dokter dan perawatnya bisa diperbaiki mungkin pasien tak akan pergi jauh-jauh ke luar negeri.


Menjalani profesi dokter atau pelayan kesehatan lainnya pada umumnya dari sudut tanggung jawab, beban kerja dan wewenangnya sangatlah tidak menyenangkan. Namun orang sering lupa, yang dilihat hanya sisi enaknya atau hal-hal yang menyenangkan saja dari profesi kesehatan ini. Seringkali ketika banyak pasien yang berobat ke tempat praktek, dalam benaknya hanya muncul pertanyaan “berapa rupiah malam ini yang terkumpul?” “tinggal berapa rupiah lagi uang yang harus saya kumpulkan untuk menggenapi uang muka pembelian Inova?” “istri dan anak-anakku tadi berpesan, ‘pa, nanti ngumpulin uang yang banyak ya, biar segera bisa beli Inova’, aku harus sungguh-sungguh nih” dan sebagainya dan sebagainya. Begitu kuatnya pikiran-pikiran untuk beli Inova, maka ketika melakukan anamnesis pada pasien, pertanyaan yang muncul “Inova-nya sakit apa ya pak?” pasien menjawab dengan “?#?$?”

Ini Contoh lain dokter anestesi ndak konsent...

pasiennya melayang

Setelah itu, tersebar desas-desus dan kabar-kabar miring serta buah bibir yang membuat terkenalnya nama dokter “Inova.

Mak glodak!!!

1 Majalah Tempo, 22 Mei 2005; Kesehatan; Jika Pasien Lebih Nyaman di Rumah Orang; Pelayanan rumah sakit di Indonesia masih mengecewakan, dokter mestinya jadi mitra bicara pasien

Sabtu, 17 Februari 2007

Pak, mbok “Parfumnya” Ganti-ganti tho!!

Pak Kromo, pemuda 40 tahun yang lalu, berarti sekarang usianya 60-an tahun. Itulah kenyataan yang banyak dihadapi petugas pelayanan kesehatan di daerah pedesaan. Para pemuda 40 – 50 tahun yang lalu dapat dikatakan hampir semuanya tidak tahu pasti berapa usia mereka. Hal ini dikarenakan persoalan mendasar dalam penghitungan usia, yaitu tidak adanya tanggal lahir. Jangankan tanggal lahir, tahun saja masih dikira-kira.

Biasanya untuk mengatasi masalah ini, seringkali para petugas kesehatan ini menanyakan “rabine pas jaman Jepang utawi jaman Gestok mbah?”[menikahnya ketika jaman Jepang atau jaman G30SPKI?] atau dengan semacam pertanyaan “rumiyen pas Jaman Mardhika sampun saget playon mbah? (dulu saat sudah merdeka sudah bisa lari belum mbah?) Susahnya ketika ditanya berapa usianya, jawaban mereka sangat sederhana, bahkan terkesan meremehkan “pun panjenengan kinten-kinten kemawon, nggih selangkung lah” (Anda kira-kira saja lah, ya dua puluh lima tahun lah) padahal mereka sudah kakek-kakek dan nenek-nenek. Puas…. Puas…. Puas!!!?

Mbah Kromo ini, karena produk generasi jaman “super lempung” artinya kurang tersentuh produk-produk industri modern seperti sabun mandi, shampoo, pasta gigi dan sikat gigi apalagi parfum biar mampu “menggaet” lawan jenis. Bagi mbah Kromo, yang dikatakan bersih, artinya terlihat mata bahwa ia itu bersih. Jadi cukup dengan dibasuh dengan air dan digosok-gosok saja, kalau sudah terlihat bersih,

“ngapain harus pakai sabun?”

pikirnya dalam hati.

Tetapi biar tidak dianggap “lain” dari kebanyakan orang, beliau pakai saja sabun mandi, walaupun hanya dipakai sore hari, habis kerja dari sawah biar keringatnya terbasuh bersih. Tetapi kalau pagi hari jangan ditanya

“pakai sabun ndak mbah mandi pagi ini?”

dipastikan jawabannya “mboten” (tidak).

Ini baru masalah sabun, shampoo hampir dikatakan tidak pernah, sikat gigi dengan pasta gigi juga hampir tidak pernah.

Akibatnya sangat terasa, karena kulit manusia kaya akan asam lemak yang mudah teroksidasi menjadi aldehid. Inilah yang diyakini menyebabkan ketengikan minyak. Keringat kaya akan amonia dan berbagai macam asam. Di daerah mulut apalagi sisa-sisa makanan plus pencernaan bakteri yang menguraikan asam-asam amino yang kaya unsur pembentuk amonia, dan sulfur pembentuk H2S. Kesemua senyawa ini plus unsur-unsur tembakau rokok tingwe (linting dewe [digulung sendiri]), membuat berbagai aroma yang bila dicium, akan bersatu padu, bersama-sama membentuk BAU. Hasil akhir inilah yang diserang oleh produk-produk industri modern yang terklasifikasi dalam satu kelompok industri toiletries. Karena hasil akhirnya jelas, maka produk-produk itu tidak perlu diiklankan dengan bahasa-bahasa yang rumit dan susah, seperti yang dikuliahkan para pakar di bidangnya. Cukup dengan penangkal bau, baik dari mulut maupun badan.

Karena kebiasaan itu, mbah Kromo menunjukkan TRIAS gejala tidak menggunakan produk toiletries modern.

Pertama, badan bau khas (bau badan khas ini, konon berguna dalam situasi peperangan terlebih di dalam hutan, bau ini menyatu dengan alam, sehingga tidak terdeteksi kehadirannya oleh musuh).

Kedua, gigi tampak seperti batu karang bersalut mentega. Karang berwarna coklat kehitaman, terlebih akibat pengecatan tembakau, serta mentega berwarna kuning, produk sisa makanan yang mengumpul tidak tersapu.

Ketiga, berbicara menjadi amat bau.

Karena setiap berobat di Puskesmas, mbah Kromo selalu menunjukkan TRIAS gejala tidak memakai produk toiletries modern, ditambah selalu menggunakan minyak kayu putih, maka seperti kata orang marketing membentuk “merek” bau mbah Kromo. Seperti kata pepatah, gayung bersambut, “ciri khas” mbah Kromo ini akhirnya menuai respons. Respons itu datangnya dari petugas yang melayani di Poliklinik Puskesmas. Mbak Warti namanya, biasa asertif, ada sesuatu yang tidak suka langsung dia katakan, tidak peduli dokter kepala puskesmas, kepala dinas atau kolega lain di Puskesmas, tetapi juga kepada pasien-pasien yang beliau tangani. Salah satu dari sekian banyak pasien yang mendapat umpan balik asertif dan lugas adalah mbah Kromo ini.

“Pak Kromo, kalau periksa ke sini, mbok “parfumnya” ganti-ganti tho pak!”

Dengan wajah merah padam, entah karena marah atau malu, yang jelas hanya beliau saja yang tahu, pak Kromo meninggalkan ruang pemeriksaan untuk menebus resep.

PERTANYAAN :

APA KIRA-KIRA JAWABAN MBAH KROMO?

Membalikkan telapak tangan bukan urusan yang mudah

Saat mengandung putera kami yang kedua… istri saya pernah terjatuh dari sepeda motor. Penyebab jatuhnya sangat sepele yaitu tabrakan dengan kambing…. ndak elite blas…!

Permasalahannya bukan pada elite atau tidak elite-nya penyebab jatuh… tetapi dampak dari jatuh dari sepeda motor… maklum istri saya termasuk seorang pembalap amatir yang profesional. Artinya bukan pembalap profesional alias amatir… tetapi setiap hari selalu ngebut seperti pembalap profesional yang latihan setiap hari…bahkan walaupun dalam keadaan hamil hingga enam bulan.

MAK DIAAR…

Seperti disambar petir di siang bolong.. kedua tangan istri saya mengalami patah tulang…di kedua pergelangan tangannya. Dan hasilnya dokter UGD di RS Ortopedi Surakarta, mempunyai opini harus dilakukan operasi. Tidak puas dengan pendapat dokter UGD tadi, kami mencoba mencari pendapat dokter ahli ortopedi masih di tempat yang sama.. dengan melihat argumentasi dan ketakutan akan nasib kehamilan dan anak yang dikandung akhirnya dokter tersebut memutuskan untuk cukup dilakukan reposisi tulang tanpa operasi.. cukup dilakukan gips luar tidak penuh.

Sebagai dokter yang sering melihat dan “memerkosa” pasien hingga kesakitan hebat… saya tidak tahan melihat penderitaan istri saya (yang juga dokter) saat dilakukan reposisi tulang. Bayangkan saja tangan dan lengan ditarik oleh dua orang perawat seperti orang yang melakukan perlombaan tarik tambang… menguras semua tenaga yang dimiliki… udah begitu… dokter ahli tulang tadi juga ikut menambahi dengan membelokkan pergelangan tangan, dengan kedua perawat masih dalam keadaan seperti orang yang lomba tarik tambang. Spontan istri saya mengerang kesakitan… padahal ketika melahirkan anak kami yang pertama.. kuat menahan rasa sakit tanpa mengerang kesakitan.. berarti sangat sakit.. sekali..

Perjalanan ternyata sangat panjang dan melelahkan…seperti tidak ada habisnya. Padahal dokter ahli tulang yang memimpin reposisi tulang tadi mengatakan “butuh waktu enam minggu”. Mengatakan “butuh waktu enam minggu” ternyata tidak semudah detail detik-detik yang harus dilewati. Detik-detik yang harus dilalui istri saya, sudah perut membuncit, masih mual-mual…harus dilengkapi penderitaannya dengan menikmati munculnya sensasi nyeri yang hilang timbul dari tulang dan jaringan lunak di sekitar patah tulang..

Saya pun dipaksa keadaan harus menemaninya dan merawatnya seperti seorang baby sitter yang merawat bayinya. Karena kedua tangan, pergelangan tangan hingga lengan sampai siku istri saya di-gips seperti “wayang orang”…jadi tidak bisa apa-apa selain semuanya harus saya bantu.

Ganti baju, memakai baju…ternyata mempunyai kesulitan tersendiri. Saya mengidentifikasi ada dua halangan… pertama, yaitu kedua tangan dan lengan yang terbelenggu oleh gips… dan kedua adalah perut yang membuncit..juga merupakan kesulitan tersendiri. Kalau menyuapin makanan merupakan acara seperti orang pacaran… tetapi kalau urusan membantu “pipis” “eek” hingga menyeboki-nya….lha itu butuh rasa kasih sayang dan cinta yang sangat luar biasa… sebuah ujian agar kami selalu bertambah mesra. Tahu sendiri kan kesulitan yang ini….orang hamil sebentar-sebentar kebles pipit… eh…keblet pipis.. bahkan dalam satu malam bisa dua sampai tiga kali…

Setelah detik-detik yang dilalui genap mencapai enam minggu… huaaah… lega rasanya… gips dibuka.. h…ha..aaah bisa tidur malam lebih nyenyak nih.. tanpa terganggu.. harus melakukan ritual “menurunkan” “menaikkan” “mendudukkan” “menyebok-i” “memberdirikan”… bayangan saya dalam hati… dan ternyata.. setelah gips dibuka.. tidak seperti yang dikira… membalikkan telapak tangan sangat susah dan selalu ada rasa nyeri yang menyelimuti… ternyata pepatah “ah itu urusan mudah cuman membalikkan telapak tangan saja” adalah SALAH BESAR. Bapak saya yang menderita stroke-pun tidak mampu membalikkan telapak tangan juga. Singkat cerita ada tambahan waktu atau injury time dua minggu hingga genap satu bulan hingga membuat “membalikkan telapak tangan” itu jadi mudah tanpa rasa sakit…

Alhamdulillah…. tinggal menunggu saat-saat melahirkan tiba.. perjalanan yang penuh dinamika..membelokkan arahnya tanpa disangka-sangka. Tekanan darah istri saya makin naik.. menginjak bulan kedelapan mendekati penuh..setiap minggu tensi naik 10 mmHg.. dan seminggu terakhir.. tensi 180/110 mmHg dan setiap pagi kelopak mata selalu bengkak seperti orang habis menangis… tidak tahan dengan kondisi istri yang penyakit kehamilannya didiagnosis pre-eklamsi mulai berat… saya berkonsultasi dengan dokter ahli kandungan yang merawatnya… dan akhirnya kami mau menerima keputusan untuk diakhiri kehamilannya dengan operasi Caesar.. saat dilakukan operasi Caesar.. tekanan darah masih terus menanjak hingga mencapai 210/120 mmHg.. saya sangat cemas dengan keadaan ini… akhir cerita keduanya selamat… sekarang anak kedua kami sudah berusia sebelas bulan dalam keadaan sehat…alhamdulillah..

MENGHINDARI OPERASI TULANG TIDAK DAPAT MENOLAK OPERASI CAESAR…

MEMANG SUSAH MENJADI PASIEN…


Selasa, 13 Februari 2007

Dokter Matre & “Polisi Daun”


Membaca blog mbak Lita Purba…saat menceritakan anaknya… ada istilah yang menggelitik hati saya …..”polisi daun” (Saya sudah minta izin beliau menggunakan istilah “polisi daun” untuk tulisan ini). Dalam iklan A Mild, seorang polisi menyamar dengan menutupi tubuhnya dengan daun sehingga pengemudi yang melanggar tidak melihat adanya polisi…. Dan perangkap berhasil…. Kena loh…. Maaf pak atau bu Polisi… saya menyebut “polisi daun” ini dengan polisi matre…. Mengintai mencari mangsa mendapatkan fulusnya….he he he…matre kaleee…

Ada kesamaan antara “polisi daun” dengan dokter matre…. Saya batasi dokter matre dalam hal ini, karena ia pekerja lepas…. Berarti penghasilannya akan bertambah bila “jam tayangnya” bertambah….. sama dengan “polisi daun” bila “jam tayangnya” bertambah berarti “fulus”nya juga bertambah… cuman ada bedanya…

DOKTER YANG PUNYA “JAM TAYANG” SANGAT TINGGI……BERESIKO!!!

Atul Gawande dalam bukunya Complications, menyajikan cerita seorang dokter bedah tulang dengan reputasi baik, yang dalam perjalanan selanjutnya mengalami penurunan kualitas layanan sampai terjadi kesalahan fatal yang seharusnya dapat dihindari. Mulai terjadi banyak tuntutan malpraktik, hingga banyak teman sejawat yang mulai menghindari tidak merujuk atau memberikan pasien kepada dokter tadi. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata jumlah kasus yang dipegang melampaui kemampuan profesionalnya. Ia bekerja delapan puluh, sembilan puluh, bahkan seratus jam per minggu selama lebih dari sepuluh tahun. Ia beristri dan punya tiga anak – yang sudah besar-besar – tetapi ia jarang bersama mereka. Jadwalnya sangat ketat, dan ia harus sangat efisien untuk menyelesaikannya semua. Akhirnya ia berada dalam tahap kelelahan mental, sesuatu yang biasa terjadi bagi profesi dokter, dan memulai kehidupan kelam dalam karir profesionalnya. Diperkirakan, pada suatu masa, sekitar 3 sampai 5 persen dari dokter yang berpraktik sebenarnya tidak layak menerima pasien.

Banyak dokter yang kehidupan profesionalnya mirip-mirip seperti yang dikisahkan oleh Atul Gawande. Jumlah kasus yang ditangani dan rentang waktu bekerja melebihi kemampuan profesional manusiawinya. Praktik di lebih dari tiga tempat praktik, bahkan ada yang sampai enam tempat praktik dan jarak antar tempat praktik mencapai puluhan kilometer. Dalam keadaan seperti itu, tentu sangat rawan terjadi kelelahan fisik maupun mental dan mempermudah terjadinya kesalahan laten yang berujung pada kejadian malpraktik.

Sudah begitu, masih banyak dokter yang membatasi masuknya dokter baru, secara logika akan mengurangi beban kerjanya. Bahkan beberapa dokter spesialis tertentu sebagaimana yang diungkapkan Laksono Trisnantoro (dalam dua bukunya Aspek Manajemen Rumah Sakit dan Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit) membentuk kartel, sehingga membatasi rumah sakit dalam suatu wilayah agar menggunakan dokter spesialis dalam jaringan kartelnya. Hasil akhirnya adalah beban kerja dokter yang ada tidak berkurang, bahkan cenderung bertambah, karena penduduk juga terus berkembang dan bertambah. Bhisma Murti bahkan menambahkan, mereka dengan sengaja mempertahankan kelangkaan, mempertahankan tarif dalam rentang yang tinggi, untuk mempertahankan keuntungan pribadi. Sebuah pertimbangan yang lebih mementingkan kepentingan pribadi, ketimbang kepentingan banyak orang, apalagi kepentingan pasien yang menjadi pertimbangan utamanya ketika memilih profesi sebagai dokter.

Lalu BAGAIMANA DENGAN PASIENNYA???

Senin, 12 Februari 2007

lingkar kepala anak

Pertumbuhan ( growth) berkaitan dengan dengan masalah perubahan dalam ukuran fisik seseorang. Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua proses ini terjadi secara sinkron pada setiap individu. Proses tumbuh kembang seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling terkait, yaitu ; faktor genetik / keturunan , lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku.

Proses ini bersifat individual dan unik sehingga memberikan hasil akhir yang berbeda dan ciri tersendiri pada setiap anak.Penilaian terhadap pertumbuhan seorang anak dapat dinilai melalui pertambahan berat dan tinggi badan dan sampai anak berusia 2 tahun masih dapat digunakan penilaian melalui lingkar kepala yang biasanya dibandingkan dengan usia anak. Beberapa cara penilaian melalui pemeriksaan fisik atau klinikal , pemeriksaan antropometri ( membandingkan tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap umur, lingkaran kepala terhadap umur, lingkar lengan atas terhadap umur ) , contohnya KMS (kartu menuju sehat ) yang membandingkan berat badan terhadap umur , pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan analisa diet.

Beberapa faktor yang mempegaruhi pertumbuhan anak :

v Faktor heredo konstitusional ; tergantung ras, genetic, jenis kelamin dan kelainan bawaan

v Faktor hormonal ; insulin , tiroid, hormon sex dan steroid.

v Faktor lingkungan selama dan sesudah lahir ; gizi, trauma, sosio – ekonomi, iklim, aktivitas fisik, penyakit, dll.

Perkiraan berat badan yang dapat mudah dilakukan dalam kilogram adalah berat badan waktu lahir bayi cukup bulan akan kembali pada hari ke 10.Berat badan menjadi 2 kali berat waktu lahir saat usia 5 bulan, menjadi 3 kali berat lahir saat usia satu tahun, dan menjadi 4 kali berat waktu lahir saat usia 2 tahun. Pada masa prasekolah kenaikan berat badan rata– rata 2 kg/ tahun.

Perkiraan tinggi badan dapat pula dilakukan dalam sentimeter yaitu usia 1 tahun 1,5 kali tinggi badan lahir, usia 4 tahun 2 kali tinggi badan lahir, 6 tahun 1,5 kali tinggi badan 1 tahun,.

Kita dapat pula mePrediksikan tinggi akhir anak sesuai potensi genetic berdasarkan tinggi badan orang tua dengan asumsi bahwa semuanya tumbuh optimal sesuai potensinya. Rumus yang digunakan ;

TB anak perempuan = ( TB ayah – 13 cm ) + TB ibu

_________________________ ± 8,5 cm

2

TB anak laki-laki = ( TB ibu +13 cm ) + TB ayah

__________________________ ± 8,5 cm

2


© Dr. SuriViana


Sabtu, 03 Februari 2007

Dokter "Peternak Ayam Jago"

Tahun 1991 adalah tahun pertama saya kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Saat yang bersamaan dengan lulusnya kakak kandung saya dan suaminya. Pada tahun itu, adalah tahun-tahun pertama kebijakan pengangkatan dokter PTT yang sebelumnya setiap dokter lulus otomatis menjadi pegawai negeri sipil [PNS] dengan kedudukan dokter kepala Puskesmas. Alasan utama waktu itu adalah mulai terbatasnya anggaran pemerintah untuk pengangkatan dokter sebagai pegawai negeri sipil dan sudah dirasakan jumlah dokter PNS yang ada sudah mencukupi kebutuhan akan tenaga dokter di jajaran pegawai pemerintah. Di samping itu dengan kontrak selama tiga tahun, maka akan tersedia dokter yang bertugas di daerah terpencil semacam propinsi Irian Jaya atau pelosok-pelosok propinsi di luar jawa atau Indonesia timur. Toh, mereka para dokter itu cuman bertugas selama tiga tahun dengan imbalan gaji yang lebih besar sehingga akan membuat tersedianya tenaga dokter di daerah terpencil. Bahkan konon dengan pengalaman pernah bertugas di daerah terpencil dijanjikan bahwa karier untuk melanjutkan sekolah spesialis akan terbuka lebih besar daripada dokter yang tidak bertugas di daerah terpencil. Dijanjikan pula kalau gaji terlambat atau tidak sampai di tempat dalam waktu yang telah ditentukan, para pejabat akan bertindak langsung dan tegas pada aparat yang menyebabkan keterlambatan penerimaan gaji dokter PTT tersebut.

Atas iming-iming gaji yang tinggi, serta janji kemudahan mengambil spesialis, serta keterjaminan ketepatan penerimaan gaji di daerah terpencil itulah kedua kakak saya bertekad untuk mengikuti program penempatan dokter PTT di daerah terpencil propinsi Bengkulu. Walaupun mereka berdua tidak tahu bagaimana sih daerah terpencil yang nantinya mereka hadapi.

Ternyata daerah terpencil, memang sesuai dengan namanya yang terpencil, berarti jauh dari fasilitas-fasilitas yang memudahkan seperti halnya yang terdapat di pulau Jawa atau daerah perkotaan. Untuk belanja harus naik mobil dinas menuju "kota" sejauh 150-an kilometer. Air bersih tidak seperti yang dibayangkan, harus "ngangsu" [mengambil air dengan ember yang ditali]. Celakanya baru dua atau tiga ember yang diambil dari air sumur rumah dinas, air sudah bercampur lumpur, karena daerah tersebut dekat dengan daerah rawa. Yang sangat menarik adalah, ternyata gaji dokter PTT yang dijanjikan bukannya tepat waktu, turunnya dirapel ENAM BULAN berikutnya. Ternyata rapelan enam bulanan itu menjadi agenda rutin penerimaan gaji. Karena sekalian dibarengkan dengan pengiriman barang-barang lain yang juga dirapel setiap enam bulan sekali. Otomatis selama menunggu gaji datang, mau tidak mau, suka
tidak suka, sukarela atau terpaksa, harus menggunakan uang pribadi dulu.

Yang menarik di sini, praktek dokter pribadi di rumah dinas berjalan lancar. Populasi penduduk lumayan jarang, kunjungan pasien yang datang ke tempat praktek dalam waktu seminggu hanya 5 sampai paling banter 10 orang. Menurut tradisi di sana, penghargaan tertinggi yang diberikan masyarakat kepada seseorang yang berjasa bagi kehidupannya adalah memberikan ayam jago kepada seseorang yang berjasa tadi. Karena dokter adalah orang yang berjasa bagi kehidupan seseorang, maka bukan imbalan uang atas jasa dokter yang diberikan, masyarakat di sana memberikan penghormatan tertinggi dengan menyerahkan ayam jago tersebut. Di sana
tidak berlaku uang sebagai alat transaksi dengan dokter. Dapat disimpulkan, penghasilan kakak dari hasil praktek adalah seberapa banyak ayam jago yang terkumpul. Kalau ayam jago banyak, berarti prakteknya laris, tetapi kalau ayam jagonya sedikit berarti praktek lagi sepi. Padahal praktek disana menggunakan sistem dispensing, artinya sekalian menyediakan obat untuk pasien yang datang berobat. Sedangkan obat harus membeli sendiri. Jadi untuk menghitung surplus atau rugi bagaimana???

Yang lebih tragis adalah ketika mengambil pendidikan spesialis beberapa tahun berikutnya, ternyata janji hanya tinggal janji. Rekomendasi daerah terpencil tidak "ngefek" alias tidak ada bedanya dengan yang lain yang tidak "berdarah biru". Untuk praktik pribadi pun ternyata
untuk memperoleh izin praktik mendapat "barier of entry" dari senior sejawatnya, sehingga harus praktik tanpa izin praktik.

KESIMPULAN (NAKAL)NYA:

1. Kita hidup di alam nyata bukan hidup di alam kehidupan novel!
2. Kita harus sibuk ngurusin urusan kita sendiri

karena pemerintah sudah terlalu sibuk mengurusi urusannya sendiri. Jadi jangan gantungkan nasib Anda sedikit pun pada harapan yang dijanjikan pemerintah!!!


Hal yang dapat dipelajari (KESIMPULAN YANG NORMATIF)

Kalau anda sebagai dokter yang terpanggil jiwanya untuk misi kemanusiaan dan misi dakwah. Untuk merealisasikan misi tersebut anda harus datang dan bermukim di daerah terpencil dalam kurun waktu tertentu, agar keberadaan misi anda bisa dirasakan oleh masyarakat yang
menjadi misi dakwah Anda. Maka tahan dululah keinginan tersebut hingga dipastikan dulu beberapa hal :

1. Kesiapan mental, kedalaman maknawiyah anda harus sudah tergembleng
2. Kesiapan finansial, jangan andalkan gaji dari pemerintah.
Gaji itu sedikit, sering datang terlambat dan dirapel. Untuk mensukseskan kesiapan finansial ini, Alernatif pertama perlulah anda kalau menurut Robert T Kiyosaki berada dalam kuadran kanan, yaitu sebagai bisnis people atau investor. Artinya sudah mengalami kebebasan finansial; tidak bekerja lagi untuk mendapatkan uang, tetapi uang sudah bekerja dengan baik kepada anda; uang anda sudah menghasilkan uang lagi. Tentunya dengan cara-cara yang syar'i. Bisa jadi anda memiliki perusahaan yang disana sudah anda temukan orang-orang kepercayaan anda dalam mengelola bisnis anda. Sehingga seperti definisi bisnis Robert T Kiyosaki: suatu usaha atau bisnis yang anda miliki, tatkala anda tinggalkan bisnis itu selama satu tahun lebih, maka ketika anda kembali, anda mendapati bisnis anda minimal tetap seperti tatkala anda tinggal atau bahkan berkembang lebih pesat lagi. Alternatif kedua; temukanlah sumber-sumber donasi yang menjamin segala kebutuhan anda tatkala berada di daerah terpencil, entah dari lembaga nir laba atau lembaga-lembaga profit oriented. Alternatif ketiga; anda sudah siap segalanya untuk menjalani kehidupan persis seperti masyarakat di sana, mencari makan dan segala sesuatunya ala mereka.

3. Kesiapan profesional; banyak dari teman-teman yang pernah tinggal di daerah terpencil karena keterbatasan dan keterpaksaan mereka bisa melakukan operasi caesar, operasi usus buntu dan tindakan-tindakan invasif lainnya.

Marketing Rumah Sakit.....Pak Becak Bicara...

Seorang dokter spesialis senior, tidak seperti biasanya naik vespa kesayangan menuju rumah sakit tempat ia bekerja untuk melakukan visite malam pada pasien yang baru saja masuk malam jam 22.30 tadi. Saat itu jam dinding menunjukkan malam sudah larut jam 23.15, berarti ia harus bergegas pulang. Mengingat masih padatnya acara besok pagi, harus memanfaatkan waktu yang ada untuk istirahat. Vespa putih kesayangan yang sudah lama tidak beliau kendarai akhirnya meluncur dalam "lecutan" gas berpacu keluar menyusuri ruang parkir menuju keluar rumah sakit.

"Braak....ciiiit....buk" suara benturan, rem dan tubuh yang jatuh berurutan memecah ketenangan suasana. Vespa itu jatuh, dan dokter spesialis yang mengendari jatuh berlumuran darah di muka dan dadanya. Tabrakan bis menghantam Vespa putih itu baru keluar dari halaman rumah sakit YY hingga terpental menatap trotoar jalan.

Pak-pak becak dan orang-orang yang berkerumun segera menggotong tubuh dokter spesialis itu. "Bawa ke RS XX!" teriak salah seorang dari mereka. Kontan kerumunan dadakan itu membawa sang dokter spesialis ke Rumah Sakit XX yang letaknya 1 ½ kilometer dari Rumah Sakit YY tempat dokter spesialis itu bekerja.

Tepat di UGD RS XX, segera dokter jaga menghampiri, memeriksa dan menyimpulkan dokter spesialis itu sudah meninggal dunia.

Usut punya usut, yang mendorong seseorang dalam kerumunan untuk membawa dokter spesialis yang sedang sekarat ke rumah sakit XX adalah motivasi mendapatkan imbalan uang sebesar Rp. 30.000,- dari manajemen rumah sakit XX. Seandainya bila dirawat di rumah sakit YY keadaan mungkin masih bisa tertolong karena segera mendapatkan pertolongan, ketimbang
harus diangkut ke rumah sakit XX yang berjarak satu setengah kilometer dengan kendaraan ala kadarnya.

Sangat tragis.

Apakah begini kiat atau trik untuk meningkatkan jumlah pemakaian bed di rumah sakit?

Siapa yang salah?

Rumah sakit tidak berdiri di atas ruang hampa. Ia berdiri dalam sejarah dan budaya masyarakatnya. Kasus di atas adalah kisah nyata yang terjadi di kota Solo. Sebuah kota tempat jatuhnya pesawat Lion Air di bandara Adi Sumarmo. Ada kesamaan antara kisah di atas dengan kisah yang terjadi di seputar kecelakaan pesawat Lion Air di dekat bandara Adi Sumarmo. Ada yang menarik selama kecelakaan pesawat tersebut. Pesawat jatuh di luar bandara tepatnya di pemakaman umum agak jauh dari pemukiman penduduk dalam suasana hujan deras dan hari mulai memasuki malam. Beberapa saat setelah pesawat jatuh tidak ada pertolongan sama sekali dari instansi-instansi yang berwenang. Yang pertama datang di sana adalah warga setempat. Memang ada yang benar-benar menolong, tetapi banyak pula yang justru memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan penumpang yang kesakitan dan meregang nyawa. Melihat banyaknya barang berharga dan jumlah uang dalam jumlah besar....membuat banyak pemuda
kampung tidak lagi memperhatikan keselamatan jiwa para penumpang tersebut. Mereka berebut "rampasan perang" barang-barang berharga di tengah erangan orang-orang yang meregang nyawa...setelah itu berlarian menuju kampungnya masing-masing dengan memamerkan uang-uang bergepok-gepok tanpa sedikit pun tersirat rasa dosa........
Kisah Lion Air ini juga kisah nyata, seperti yang dituturkan orang-orang desa yang berada di sekitar lokasi kecelakaan....

Hubungannya..?

Cara beroperasi rumah sakit sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara, budaya, nilai-nilai dalam masyarakat itu bekerja. Pak Becak atau siapa saja yang berada di jalanan atau dalam kerumunan cenderung kehilangan rasa tanggung jawab kemanusiaan... akibatnya yang dipikirkan apa keuntungan saya...mereka bisa mengambil dari korban kecelakaan atau bisa saja meminta "paksa" pihak rumah sakit memberikan "upah" dari mengirim pasien... karena peristiwa itu terus berulang.... Maka jadilah ada semacam "daftar tarif terima kasih" yang diberikan rumah sakit dan tentu saja berbeda-beda antara rumah sakit yang satu dengan yang lain. Jadi mengapa kok bisa seperti ini?

Tanyakanlah kepada rumput yang bergoyang

Terbang dengan "Sanbe Air" atau "Pfizer Air" dok?

Malam begitu larut dan hening, padahal jam di dinding baru 23.00 WIB. Saat itu aku berada di kota Gudheg, kota pendidikan dan kota Malioboro yaitu Jogjakarta. Pada kesempatan kali ini, aku menginap di sebuah hotel berbintang, hotel R. Memang ada acara dinas yang harus aku
hadiri. Biasanya jam segitu, aku sudah tidur, biar bisa bangun malam untuk sholat. Tetapi malam itu lain dari pada malam biasanya yang aku lalui. Kalau aku berada di Solo, kebetulan rumahku di pinggiran kota, perumahan mewah (mepet sawah), malam tidak hening sekali. Menyatu dengan alam, suara katak, jangkrik mendampingin kesunyian malam. Di hotel itu, di ruang lobi executive, suara juga tak kalah riuh dengan suara para lelaki non manusia. Diskusi yang tidak memberikan kesempatan pada mata untuk ngantuk walaupun barang sedetik, kecuali harus dengan melek. Karena yang didiskusikan berkaitan dengan perilaku moral sehari-hari semua yang melakukan halaqoh pada forum itu. Halaqoh itu dihadiri aku sendiri dan temanku seangkatan, dokter umum yang masih culun. Dokter ahli anak, dokter ahli bedah, dokter yang sudah PhD dan mereka semua petinggi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan dokter.

"Dokter-dokter kita itu mau kita kemanakan tho?" ungkap dokter Eric yang ahli anak memulai diskusi.

"Sebentar, sebelum kita mendidik mahasiswa kita, kita harus bercermin bagaimana diri kita itu!" potong dokter Herman, yang diberi amanah Allah sebagai dokter bedah.

"Coba kita lihat bagaimana kita, dan para senior-senior kita berperilaku!" lanjut dokter Herman.

"Mengkampanyekan agar orang tidak merokok, sebagian dari kita malah menjadi perokok berat, ya termasuk saya" kemudian diiringi gelak tawa seluruh yang hadir. Kemudian beliau melanjutkan pembicaraan sambil mengingatkan dokter Eric.

"dokter Eric saja, tadi beliau cerita dengan saya dari Surabaya ke sini, naik "Sanbe Air" atau "Pfizer Air" pak Eric?" meledak lagi tawa dari seluruh peserta halaqoh malam itu.

Sanbe dan Pfizer adalah salah satu dari dua ratus lima puluhan pabrikan farmasi yang ikut meramaikan kompetisi dalam industri farmasi. Kami semua sudah sama mafhum mengenai maksud Sanbe Air atau Pfizer Air. Artinya memang perjalanan naik pesawat dari Surabaya ke Jogjakarta bisa menggunakan maskapai penerbangan Garuda, Sempati Air, Silk Air, Air Asia, Lion Air, Sriwijaya Air dan maskapai-maskapai lain. Tetapi yang membayar ongkos tiket itulah bisa jadi dari perusahaan farmasi Sanbe, Kalbe, Pfizer, Merck, Dexa, Bristol-Myers-Squibb, Novartis, UCB Pharma atau Abbot dan perusahaan farmasi lainnya. Jadi kompetisi dalam
industri farmasi, selain berlomba menemukan obat atau inovasi pengobatan, juga yang utama mengejar sumber pendapatan terbesar dari obat-obat yang diresepkan dokter. Untuk itulah, salah satu cara termudah merebut perhatian agar "dilirik" para dokter adalah memberikan berbagai fasilitas dan berbagai macam pendanaan. Toh karena obat tidak diiklankan, sehingga kemana lagi budget anggaran iklan di arahkan, kalau tidak ke yang memberi pengaruh yaitu dokter. Saya membayangkan, Unilever saja untuk satu produk, menganggarkan iklan sampai sebesar puluhan miliar per tahun, berapa besar yang dianggarkan pabrik obat itu untuk men-support aktivitas dokter.

Saya jadi teringat cerita dari detailer atau medical representative [wanita cantik atau pria yang berpenampilan menarik yang mendatangi dokter-dokter sebagai wakil dari perusahaan farmasi untuk menawarkan produk]. Pernah suatu ketika temannya sesama medical representative
kelabakan dan kebingungan.

"Lho kok bisa kebingungan mbak" tanya saya

"Jelas bingung dok, disuruh sama seorang dokter untuk mencarikan wanita yang mau diajak tidur, dan kami diminta untuk membayari!"

"Padahal, teman saya kan mana tahu dari mana mencari wanita-wanitaitu" astaghfirullah, naudzubillahi mindzalik

Perdebatan seru terus berlanjut di ruang lobi hotel, namun sejalan dengan semakin larutnya malam, pembicaraan akhirnya mengerucut pada satu kesimpulan :

Untuk merubah budaya yang ada dalam perilaku dokter-dokter di Indonesia saat ini perlu contoh konkret kecil, dan akhirnya sepakat bahwa orang-orang dalam satu halaqoh ini, memulai dari diri sendiri, untuk tidak mengendarai "Sanbe Air", "Pfizer Air" atau "Farmasi Air" yang lain.

rambut anak sehat

KOK, RAMBUT SI KECIL TIPIS?

Tak perlu khawatir jika rambut anak tipis. Selama ia sehat, tak ada masalah. Apalagi pada bayi, yang tumbuh adalah rambut sementara, bukan rambut permanen.

Banyak mitos yang masih dipercaya tentang perawatan rambut bayi dan anak. Misalnya, rambut digunduli agar nantinya tumbuh lebat. "Hal itu tidak benar. Memang, sehabis dicukur, rambut yang tumbuh akan terlihat tebal," ujar dr. Titi Lestari Sugito, Sp.KK dari Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM.

Menggunduli rambut bayi, kata Titi, sebetulnya hanya tradisi. Dari segi medis, tidak ada hubungannya mencukur rambut dengan rambut tebal. Rambut bayi sangat tergantung faktor genetik. "Kalau memang dari sononya jenis rambutnya tipis, mau dicukur berapa kali pun, keluarnya akan tetap tipis juga," kata Titi. Selain tebal-tipis rambut, warna rambut pun sudah ditentukan secara genetik.

Folikel (selubung akar rambut) terbentuk sejak anak berada dalam kandungan dan terus berkembang hingga lahir. Rambut bayi baru lahir adalah rambut sementara atau velus. "Rambut velus biasanya sangat halus dan lebih tipis dari rambut tetap," terang Titi. Rambut sementara ini akan rontok dengan sendirinya sebelum anak berusia setahun, kemudian berganti dengan rambut tetap (permanen).

Pada minggu pertama kelahiran, kadang bayi mengalami kebotakan. "Enggak apa-apa. Ini biasa terjadi di daerah yang biasa tertekan. Misalnya, karena terlalu lama tidur telentang atau karena gesekan dengan bantal." Tekanan dan gesekan akan memudahkan velus rontok, sehingga timbul kebotakan. Setelah setahun, velus biasanya rontok seluruhnya dan berganti rambut permanen.

Jadi, rambut pada bayi dan anak adalah akumulasi dari faktor genetik ditambah faktor-faktor luar yang mempengaruhi. Faktor genetik tak sebatas ayah-ibu tapi juga bisa dari kakek-nenek.

FAKTOR LUAR
Selain faktor genetik, faktor gizi juga berperan. Anak kurang gizi, misalnya, tekstur rambutnya pasti akan terpengaruh. "Warna rambut jadi merah, lebih kering, lebih mudah patah, tipis, mudah rontok," jelas Titi.

Selain itu, dipengaruhi pula oleh hormon. Salah satunya hormon androgen. "Sering ada bayi yang rambutnya sangat lebat saat lahir. Bisa saja itu karena pengaruh hormon androgen ibunya. Soalnya, dia belum bisa memproduksi hormon androgen." Setelah lahir, lanjut Titi, lama-lama efek androgen yang terbawa dari ibunya hilang. "Rambut si kecil pun rontok, berganti dengan rambut aslinya yang mungkin lebih tipis."

Faktor lingkungan juga sangat berperan. Banyak kena sinar matahari atau polusi, juga akan mempengaruhi tekstur rambut. Begitu pula penyakit, semisal seboroik (ketombe), yang sering terjadi pada bayi atau anak. "Ini juga ikut mempengaruhi."

Setelah fase rambut tetap, faktor-faktor tadi bisa mempengaruhi tekstur rambut anak. "Pada rambut, sifat aslinya ditentukan oleh gen, tetapi dipengaruhi faktor luar pula." Jangan lupa, perawatan juga ikut mempengaruhi tekstur rambut.

Meski rambut anak sudah permanen, menurut Titi, orangtua tak usah bingung bila menjumpai rambut rontok. "Itu lumrah. Siklus kehidupan rambut memang begitu," ujarnya. Kerontokan masih dianggap normal asalkan tak lebih dari 100 helai per harinya, sementara kecepatan tumbuh rambut sekitar 0,3 mm per hari.

Yang jelas, selama anak sehat, pertumbuhan rambut akan sesuai dengan faktor genetik. "Cuma, faktor-faktor lain di luar faktor genetik juga bisa mempengaruhi tekstur rambut."
SOAL SELEDRI & KEMIRI

Meski sebagian besar mitos tentang rambut tak bisa dijelaskan secara medis, ada beberapa di antaranya yang masuk di akal. Misalnya, agar rambut tebal, harus diolesi minyak kemiri. Ada juga yang menyarankan pemakaian seledri atau air kelapa muda.

Menurut Titi, secara empiris atau berdasar pengalaman, mungkin mitos tadi ada benarnya. "Kemiri, kan, mengandung minyak. Nah, minyak bisa digunakan untuk mengatasi rambut yang kering atau kurang subur. Tapi dari segi farmakologis belum pernah diteliti, apa isi, kandungan, dan dampak kemiri."

Yang jelas, lanjutnya, selama tidak menimbulkan efek samping, mencoba cara-cara tadi tentu boleh-boleh saja. "Cuma terkadang bahan alami seperti itu mengandung zat yang tak kita ketahui yang bisa mengiritasi kulit kepala bayi. Padahal, kulit bayi lebih rentan dan mudah teriritasi oleh bahan-bahan dari luar. Ini yang harus hati-hati."
RAGAM GANGGUAN
Berikut sejumlah gangguan pada rambut anak.

1. Gangguan akibat infeksi.

Misalnya infeksi jamur. Ini yang paling sering pada bayi dan anak, karena di kulit kepala banyak kelenjar lemak yang disukai jamur. Pengobatannya bisa dengan obat antijamur.

2. Kerak kepala atau seboroik.
Sering menyerang bayi, diduga akibat pengaruh hormon androgen dari ibunya, sehingga kelenjar lemak aktif. Kelenjar lemak kulit (sebum) keluar dari tempat yang sama dengan keluarnya rambut. Jika kelenjar lemak sangat aktif, akan mengeluarkan lemak lebih banyak. Nah, lemak inilah yang akan menimbulkan lapisan yang menumbuhkan kerak.

Kerak kepala bersifat sementara. "Bila hormon androgen habis, kerak akan hilang dengan sendirinya." Namun, karena seringkali kerak kepala disertai rasa gatal, tentu tak perlu menunggu sampai hormon habis. "Meski tidak membahayakan, kerak ini mengganggu kenyamanan dan dapat mengganggu pertumbuhan rambut secara sehat."

Orang tua bisa menghilangkannya dengan semacam minyak dan bahan-bahan antiseboroik yang membantu mempercepat pengelupasan. Biarkan semalaman agar kerak menjadi lunak. Esok harinya, cuci rambut dengan air hangat hingga bersih.

3. Infeksi bakteri.
Misalnya terjadi bisul-bisul di kepala. Untuk mengatasinya, bisa diberi antibiotik. Kalau hanya di kulit, memang tidak membahayakan. Dengan menjaga kebersihan, akan hilang dengan sendirinya. Kecuali jika imunitas dan gizi sang bayi buruk, infeksi bisa meluas. Tapi ini jarang terjadi.
4. Penyakit genetik.
Beberapa penyakit genetik akan membuat rambut tidak bisa tumbuh lagi. Tapi hal ini biasanya disertai kelainan pada kelenjar keringat, sehingga anak tidak bisa mengeluarkan keringat. Bisa juga penyakit genetik akibat faktor autoimun. "Badannya menghasilkan antibodi terhadap akar rambut, sehingga rambut jadi rusak. Akibatnya, rambut tak bisa tumbuh. Penyakit genetik ini bisa membuat rambut rontok di seluruh kepala bahkan ada yang sampai alis dan bulu mata."

Jika ini yang terjadi, segera bawa ke dokter.

Jumat, 02 Februari 2007

KESULITAN MAKAN PADA ANAK

GANGGUAN PENCERNAAN, PENYEBAB UTAMA KESULITAN MAKAN PADA ANAK

Pemberian makan pada anak memang sering menjadi masalah buat orangtua atau pengasuh anak. Keluhan tersebut sering dikeluhkan orang tua kepada dokter yang merawat anaknya. Faktor kesulitan makan pada anak inilah yang sering dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik. Hal ini pulalah yang sering membuat masalah tersendiri bagi orang tua, bahkan dokter yang merawatnya. Penelitian yang dilakukan di Jakarta menyebutkan pada anak prasekolah usia 4-6 tahun, didapatkan prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6%. Sebagian besar 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan

Kesulitan makan karena sering dan berlangsung lama sering dianggap biasa. Sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang lainnya pada anak. Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan makan tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tapi tampak anak kesulitan makannya tidak membaik. Sering juga terjadi bahwa kesulitan makan tersebut dianggap dan diobati sebagai infeksi tuberkulosis yang belum tentu benar diderita anak.

Dengan penanganan kesulitan makan pada anak yang optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era globalisasi mendatang khususnya. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat menentukan kualitas seseorang bila sudah dewasa nantinya.

GEJALA SUATU PENYAKIT
Kesulitan makan bukanlah diagnosis atau penyakit, tetapi merupakan gejala atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan penyakit yang sedang terjadi pada tubuh anak. Pengertian kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu. Gejala kesulitan makan pada anak (1). Kesulitan mengunyah, menghisap, menelan makanan atau hanya bisa makanan lunak atau cair, (2) Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut anak, (3).Makan berlama-lama dan memainkan makanan, (4) Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup mulut rapat, (5) Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, (6). Tidak menyukai banyak variasi makanan dan (7), Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil.

PENYEBAB UTAMA KESULITAN MAKAN
Penyebab kesulitan makanan itu sangatlah banyak. Semua gangguan fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik, maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir dan infeksi didapat dalam usia anak.

Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3 faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri sendiri tetapi sering kali terjadi lebih dari 1 faktor. Penyebab paling sering adalah hilangnya nafsu makan, diikuti gangguan proses makan. Sedangkan faktor psikologis yang dulu dianggap sebagai penyebab utama, mungkin saat mulai ditinggalkan atau sangat jarang.

Pengaruh hilang atau berkurangnya nafsu makan tampaknya merupakan penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan ini bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada nafsu makan). Tampilan gangguan yang ringan berupa minum susu botol sering sisa, waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit menjadi 10 menit), makan sering sisa atau hanya sedikit atau mengeluarkan dan menyembur-nyemburkan makanan di mulut. Sedangkan gangguan yang lebih berat tampak anak menutup rapat mulutnya atau tidak mau makan dan minum sama sekali. Berkurang atau hilangnya nafsu makan ini sering diakibatkan karena gangguan fungsi saluran cerna.

Gangguan fungsi pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya gangguan tersebut adalah perut kembung, sering “cegukan”, sering buang angin, sering muntah atau seperti hendak muntah bila disuapin makan. Gampang timbul muntah terutama bila menangis, berteriak, tertawa, berlari atau bila marah. Sering nyeri perut sesasaat, bersifat hilang timbul. Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk keras, bulat (seperti kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak darah. Gangguan tidur malam : malam rewel, kolik, tiba-tiba mengigau atau menjerit, tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau

Gangguan saluran cerna biasanya disertai kulit yang sensitif. Sering timbul bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya. Saat bayi sering timbul gangguan kulit di pipi, sekitar mulut, sekitar daerah popok dan sebagainya.

Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa karena sering terjadi pada banyak anak.
Padahal bila di amati secara cermat tanda dan gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang sangat mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak.

GANGGUAN PROSES MAKAN DI MULUT
Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut, mengunyah dan menelan. Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah makanan.

Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau sayur berserat seperti kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu, karena hanya memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.

Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit dimengerti). Gangguan motorik proses makan ini biasanya disertai oleh gangguan keseimbangan dan motorik kasar lainnya seperti tidak mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri. Sehingga terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan, keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru seperti berlari, sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga hiperaktif. Mudah marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru.

Gangguan saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab terpenting dalam gangguan proses makan di mulut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan teori ”Gut Brain Axis”. Teori ini menunjukkan bahwa bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa gangguan neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis yang terjadi adalah gangguan koordinasi motorik kasar mulut.

Kelainan bawaan adalah gangguan fungsi organ tubuh atau kelainan anatomis organ tubuh yang terjadi sejak pembentukan organ dalam kehamilan.Diantaranya adalah kelainan mulut, tenggorok, dan esofagus: sumbing, lidah besar, tenggorok terbelah, fistula trakeoesofagus, atresia esofagus, Laringomalasia, trakeomalasia, kista laring, tumor, tidak ada lubang hidung, serebral palsi, kelainan paru, jantung, ginjal dan organ lainnya sejak lahir atau sejak dalam kandungan.

Bila fungsi otak tersebut terganggu maka kemampuan motorik untuk makan akan terpengaruh. Gangguan fungsi otak tersebut dapat berupa infeksi, kelainan bawaan atau gangguan lainnya seperti serebral palsi, miastenia gravis, poliomielitis.. Bila kelainan susunan saraf pusat ini terjadi karena kelainan bawaan sejak lahir biasanya disertai dengan gangguan motorik atau gangguan perilaku dan perkembangan lainnya.

GANGGUAN PSIKOLOGIS
Gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak. Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau kita kesulitan dalam menemukan penyebab kesulitan makan pada anak maka gangguan psikologis dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk mencari penyebab kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan psikologis sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak harus dipastikan tidak adanya kelainan organik pada anak. Kemungkinan lain yang sering terjadi, gangguan psikologis memperberat masalah kesulitan makan yang memang sudah terjadi sebelumnya.

Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi.
Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog.

Pakar psikologis menyebutkan sebab meliputi gangguan s
ikap negatifisme, menarik perhatian, ketidak bahagian atau perasaan lain pada anak, kebiasaan rewel pada anak digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan yang sangat diinginkannya, sedang tertarik permainan atau benda lainya, meniru pola makan orang tua atau saudaranya reaksi anak yang manja.

Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak dengan orang tua, antara ayah dan ibu atau hubungan antara anggota keluarga lainnya dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak. Misalnya bila hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara anggota keluarga lainnya tidak baik atau suasana keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan atau emosi yang tinggi akan mengakibatkan anak mengalami ketakutan, kecemasan, tidak bahagia, sedih atau depresi. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa membuat anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk aktifitas makannya

Sikap orang tua dalam hubungannya dengan anak sangat menentukan untuk terjadinya gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan gangguan makan. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah :
perlindungan dan perhatian berlebihan pada anak, orang tua yang pemarah, stress dan tegang terus menerus, kurangnya kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, urangnya pengertian dan pemahaman orang tua terhadap kondisi psikologis anak, hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, sering ada pertengkaran dan permusuhan.

SERING OVERDIAGNOSIS PENYAKIT TUBERKULOSIS
Penyakit TBC sering dianggap biang keladi penyebab utama kesulitan makan pada anak. Diagnosis pasti TBC anak sulit oleh karena penemuan kuman Micobacterium TBC (M.TBC) pada anak tidak mudah. Cara-cara lain untuk pemeriksaan laboratorium darah secara bakteriologis atau serologis masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dipakai secara praktis - klinis.

Karena kesulitan diagnosis tersebut sering terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis. Overdiagnosis artinya diagnosis TBC yang diberikan pada anak oleh dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis dengan data yang minimal walaupun anak belum tentu menderita TBC.

Apabila terjadi overdiagnosis TBC pada anak terdapat konsekuensi yang tidak ringan dihadapi oleh si anak, karena anak harus mengkonsumsi 2 atau 3 obat sekaligus minimal 6 bulan. Bahkan kadangkala diberikan lebih lama apabila dokter menemukan tidak ada perbaikan klinis. Padahal obat TBC dalam jangka waktu lama beresiko mengganggu fungsi hati,persyarafan telinga dan organ tubuh lainnya.

Sering terjadi anak dengan keluhan alergi pernapasan atau gangguan pencernaan kronis (seperti coeliac dsbnya) yang disertai berat badan yang kurang dan sulit makan diobati sebagai penyakit Tuberkulosis (TBC) paru yang harus minum obat selama 6 bulan hingga 1 tahun. Padahal belum tentu anak tersebut mengidap penyakit tuberculosis. Bahkan orang tua heran saat anaknya divonis dokter mengidap penyakit TBC padahal tidak ada seorangpun di rumah yang mengalami penyakit TBC. Overdiagnosis dan overtreatment pada anak dengan gejala alergi tersebut sering terjadi karena keluhan alergi dan TBC hampir sama, sementara mendiagnosis penyakit TBC tidaklah mudah.

Diagnosis Tuberkulosis anak menurut Pertemuan Dokter Anak pulmunologi tahun 2000 harus dengan pengamatan seksama tentang adanya : Gejala klinis, kontak erat serumah penderita TBC (dipastikan dengan dengan pemeriksaan dahak positif), pemeriksaan yang harus dilakukan adalah Foto polos dada (roentgen),
tes mantouxt (positif : > 15mm bila sudah BCG, Positif > 10 mm bila belum BCG). Sering terjadi hanya dengan melakukan pemeriksaan satu jenis pemeriksaan saja, anak sudah divonis dengan penyakit TBC. Seharusnya pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan teliti seperti di atas. Karena sulitnya mendiagnosis TBC pada anak dan kosekuensi lamanya pengobatan maka bila meragukan lebih baik dikonsultasikan atau dikonfirmasikan ke Dokter Spesialis Paru Anak (Pulmonologi Anak). Ciri lain yang menunjukkan kemungkinan anak sudah mengalami gangguan saluran cerna secara genetik atau sejak lahir dan bhuka penyakit TBC adalah anak sejak lahir beratnya tidak pernah optimal dan biasanya salah satu orangtuanya mempunyai berat badan yang kurus saat usia anak.

KOMPLIKASI KESULITAN MAKAN
Peristiwa kesulitan makan yang terjadi pada penderita Autis biasanya berlangsung lama. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah gangguan asupan gizi seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, mineral dan anemia (kurang darah). Defisiensi zat gizi ini ternyata juga akan memperberat masalah gangguan metabolisme dan gangguan fungsi tubuh lainnya yang terjadi pada penderita Autis. Keadaan ini tentunya akan menghambat beberapa upaya penanganan dan terapi yang sudah dilakukan selama ini.

Kekurangan kalori dan protein yang terjadi tentunya akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada penderita Autis. Tampilan klinis yang dapat dilihat adalah kegagalan dalam peningkatan berat badan atau tinggi badan. Dalam keadaan normal anak usia di atas 2 tahun seharusnya terjadi peningkatan berat badan 2 kilogram dalam setahun. Pada penderita kesulitan makan sering terjadi kenaikkan berat badan terjadi agak susah bahkan terjadi kecenderunagn tetap dalam keadaan yang cukup lama.

PENANGANAN KESULITAN MAKAN PADA ANAK
Beberapa langkah yang dilakukan pada penatalaksanaan kesulitan makan pada anak yang harus dilakukan adalah : (1). Pastikan apakah betul anak mengalami kesulitan makan Cari penyebab kesulitan makanan pada anak, (2). Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi, (3) Pemberian pengobatan terhadap penyebab, (4). Bila penyebabnya gangguan saluran cerna (seperti alergi, intoleransi atau coeliac), hindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan.

Gangguan fungsi pencernaan kronis pada anak tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam kesulitan makan.
Gangguan fungsi saluran cerna kronis yang terjadi seperti alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit coeliac dan sebagainya. Reaksi simpang makanan tersebut tampaknya sebagai penyebab utama gangguan-gangguan tersebut. Hal ini bisa dilihat dengan timbulnya permasalahan kesulitan makan ini terbanyak saat usia di atas 6 bulan ketika mulai diperkenalkannya variasi makanan tambahan baru. Penelitian yang dilakukan di Picky Eater Clinic Jakarta menunjukkan, setelah dilakukan penghindaran makanan tertentu pada 218 anak dengan kesulitan makan dengan gangguan intoleransi makanan, alergi makanan, penyakit coeliac, Setelah dilakukan penghindaran makanan selama 3 minggu, tampak perbaikan kesulitan makan sejumlah 78% pada minggu pertama, 92% pada minggu ke dua dan 96% pada minggu ketiga. Gangguan saluran cerna juga tampak membaik sekitar 84% dan 94% penderita antara minggu pertama dan ketiga. Tetapi perbaikan gangguan mengunyah dan menelan hanya bisa diperbaiki sekitar 30%. Mungkin gangguan ini akan membaik maksimal seiring dengan pertambahan usia.

Penanganan dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat kesadaran yang optimal dengan stimulasi sistem multisensoris, stimulasi kontrol gerak oral dan refleks menelan, teknik khusus untuk posisi yang baik. Penggunaan sikat gigi listrik dan minum dengan sedotan kadang membantu memperbaiki masalah ini. Aktifitas meniup balon atau harmonika dan senam mulut dengan gerakan tertentu juga sering dianjurkan untuk gangguan ini.

Pemberian suplemen vitamin atau obat tertentu sering diberikan pada kasus kesulitan makan pada anak. Tindakan ini bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah, bila tidak disertai dengan mencari penyebabnya. Kadangkala pemberian vitamin atau obat-obatan justru menutupi penyebab gangguan tersebut, kalau penyebabnya tidak tertangani tuntas maka keluhan tersebut terus berulang. Bila penyebabnya tidak segera terdeteksi maka anak akan tergantung dengan pemberian vitamin tersebut Bila kita tidak waspada terdapat beberapa akibat dari pemberian obat-obatan dan vitamin dalam jangka waktu yang lama.

Selain mengatasi penyebab kesulitan makan sesuai dengan penyebab, harus ditunjang dengan cara pemberian makan yang sesuai untuk anak dengan kesulitan makan pada anak. Karena anak dengan gangguan makan kebiasaan dan perilaku makannya berbeda dengan anak yang sehat lainnya. Kesulitan makan disertai gangguan fungsi saluran cerna biasanya terjadi jangka panjang, dan sebagian akan berkurang pada usia tertentu. Gangguan alergi makanan akan membaik setelah usia setelah usia 5-7 tahun. Tetapi pada kasus penyakit coeliac atau intoleransi makanan terjadi dalam waktu yang lebih lama bahkan tidak sedikit yang terjadi hingga dewasa.


Dr Widodo Judarwanto SpA
ALLERGY BEHAVIOUR CLINIC – PICKY EATERS CLINIC (Klinik Khusus Kesulitan makan pada Anak)
JL Rawasari Selatan 50, Cempaka Putih Jakarta Pusat
Jl Taman Bendungan Asahan 5 Bendungan Hilir Jakarta Pusat
Rumah Sakit Bunda Jakarta

DAFTAR PUSTAKA
1.Motala, C: New perspectives in the diagnosis of food allergy. Current Allergy and Clinical Immunology, September/October 2002, Vol 15, No. 3: 96-100
2.Opper FH, Burakoff R. Food allergy and intolerance. Gastroenterologist. 1993;1(3):211-220.
3.Carruth BR, Ziegler PJ, Gordon A, Barr SI.. Prevalence of picky eaters among infants and toddlers and their caregivers’ decisions about offering a new food. J Am Diet Assoc. 2004 Jan;104(1 Suppl 1):s57-64.
4.Solihin Pujiadi. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1993
5.Agus Firmansyah.Aspek. Gastroenterology problem makan pada bayi dan anak. Pediatric Nutrition Update, 2003.
6.Reau NR, Senturia YD, Lebailly SA, Christoffel KK.. Infant and toddler feeding patterns and problems: normative data and a new direction. Pediatric Practice Research Group.J Dev Behav Pediatr. 1996 Jun;17(3):149-53.
7. Berg, Frances., ed. Afraid to Eat: Children and Teens in Weight Crisis. Hettinger, ND: Healthy Weight Institute, 402 S. 14th St., Hettinger, ND 58639, 1996.
8. Chatoor I, Ganiban J, Hirsch R, Borman-Spurrell E, Mrazek DA.. Maternal characteristics and toddler temperament in infantile anorexia. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2000 Jun;39(6):743-51.
9.Carruth BR, Skinner J, Houck K, Moran J 3rd, Coletta F, Ott D.. The phenomenon of "picky eater": a behavioral marker in eating patterns of toddlers.J Am Coll Nutr. 1998 Apr;17(2):180-6.
10. Hall, Lindsey, and Cohn, Leigh Bulimia: A Guide to Recovery Carlsbad, CA: Gürze Books, 1986.A two-week recovery program and a guide for support groups.
11.Jacobi C, Agras WS, Bryson S, Hammer LD.Behavioral validation, precursors, and concomitants of picky eating in childhood. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2003 Jan;42(1):76-84.
12.Hirschmann, Jane R., CSW, and Zaphiropoulos, Lela, CSW. Preventing Childhood Eating Problems: A Practical, Positive Approach to Raising Children Free of Food & Weight Conflicts Carlsbad, CA: Gürze Books, 1993
13.Kubersky, Rachel. Everything You Need to Know about Eating Disorders New York: Rosen Publishing Group, 1992.
14.Levine, Michael, PhD, and Hill, Laura, PhD. A 5-Day Lesson Plan on Eating Disorders: Grades 7-12 Tulsa, OK: NEDO, 1996.
Maine, Margo, PhD. Father Hunger: Fathers, Daughters, & Food Carlsbad, CA: Gürze Books, 1991.
15. Judarwanto W. Mengatasi kesulitan makan Anak, Puspaswara, publisher, 2004.
16.Judarwanti W. Pendekatan diet sebagai terapi kesulitan makan pada anak (belum dipublikasikan)
17.Judarwanto W. Pengalaman Penatalaksanaan Kesulitan Makan pada Anak di Picky Eaters Clinic Jakrta.
18.Satter, Ellyn, RD, ACSW. How to Get Your Kid to Eat…But Not Too Much: From Birth to Adolescence Palo Alto: Bull Publishing, 1987.
19.Soepardi Soedibyo, Sri Nasar. Feeding problem from nutrition perspective.Pediatric nutrition update,2003.
20.Agras S., Hammer L., McNicholas F. (1999). A prospective study of the influence of eating-disordered mothers on their children. International Journal of Eating Disorders, 25(3), 253-62.
21.Bryant-Waugh R., Lask B. Eating Disorders in Children. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied Disciplines 36 (3), 191-202, 1995.
22.Kreipe RE. Eating disorders among children and adolescents. Pediatrics in Review, 16(10), 370-9, 1995.
23.Marchi M., Cohen P. (1990). Early childhood eating behaviors and adolescent eating disorders. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry,29(1), 112-7.