Jumat, 30 Oktober 2009

HSG ( Histerosalfingografi)

Pada pasangan yang infertil (tidak subur), sering dilakukan pemeriksaan yang dinamakan HSG (Histero-salpingo-grafi). HSG dilakukan guna mendeteksi kondisi rahim dan saluran indung telur. HSG mempergunakan sinar X dan cairan khusus yang memberikan reaksi warna putih jika di beri sinar X, sehingga akan "tercetak" bentuk rahim dan saluran indung telur (tuba). Sehingga dokter dapat menentukan ada tidaknya kerusakan atau sumbatan pada saluran reproduksi dimaksud.

Disamping itu adad beberapa kelainan yang bisa dideteksi dengan HSG:
* Mioma uteri
* Polip rahim
* Adesi (perlengketan) atau jaringan ikat
* Endometriosis

HSG dikerjakan pada wanita yang menjalani pemeriksaan kesuburan. Setiap wanita yang mencari pengobatan untuk bisa hamil harus ,menjalani pemeriksaan ini. Disamping untuk kelainan rahim dan tuba, ternyata HSG juga meningkatkan angka kehamilan pada sejumlah wanita, karena pemeriksaan HSG membantu membersihkan dan membuka sumbatan tuba yang ringan.

Prosedur HSG dilakukan di bagian radiologi (bagian rontgen) secara rawat jalan. Prosedurnya sangat cepat sekali, hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Prosedurnya sebagai berikut:
  • Berbaring dalam posisi litotomi (sama seperti prosedur pap atau UPS) .
  • Dimasukkan spekulum untuk memperlihatkan mulut leher rahim.
  • Kateter kecil lalu dimasukkan ke dalam rahim melalui liang leher rahim.
  • Zat pewarna rontgen lalu dimasukkan perlahan2 ke dalam rahim lewat kateter.
  • Rontgen kemudian dilakukan ketika zat pewarna tadi sudah masuk ke dalam tuba dan tumpah ke dalam rongga perut (spill).
  • Kemudian disuruh berbaring untuk rontgen selanjutnya
  • Setelah rontgen selesai ibu diminta untuk tetap telentang dalam beberapa menit.
  • Akan terasa sedikit kejang perut.
  • Hasilnya segera bisa diketahui.
Sebagaimana tindakan diagnostik, ada komplikasi/efek samping yang timbul akibat HSG. Tetapi sangat jarang (hanya 1%) seperti: spotting, pingsan, infeksi rahim serta reaksi alergi zat pewarna rontgen. Untuk meminimalisir efek ini, biasanya dalam zat pewarna kadang juga sudah ditambahkan antibiotik, anti alergi serta anti kejang saluran peranakan.

Photobucket
Hasil HSG

Hasil normal berupa tidak adanya sumbatan pada kedua tuba (tuba paten) serta bentuk dan ukuran rahim yang normal. Hasil tidak normal yang mungkin ditemukan adalah sumbatan pada tuba (non-paten tuba), adanya adesi pada dinding rahim (ada bagian yang saling berlengketan) serta bentuk rahim yang tidak seperti biasanya.

Jika hasil HSG normal, maka diperlukan pemeriksaan lanjutan lainnya guna mencari penyebab ketidaksuburannya, sedangkan jika hasilnya tidak normal maka dibutuhkan tindakan medis guna mengatasi kelainan yang ada seperti jika terjadi sumbatan tuba perlu dulakukan tindakan peniupan tuba (hdrotubasi atau pertubasi).

Selasa, 27 Oktober 2009

Uji Paska Senggama

Saat mendekati ovulasi tiap bulan, hormon estrogen yang dihasilkan indung telur, akan merangsang produksi lendir leher rahim. Untuk bisa terjadinya kehamilan secara alami, maka sperma harus bisa menembus dan berenang melewati lendir ini, dalam perjalanannya menuju sel telur yang dihasilkan oleh indung telur.

Pada kasus tertentu, terdapat inkompatibilitas antara sperma dan lendir ini, sehingga menyebabkan sperma tidak bisa bergerak dan atau mati, sehingga kehamilan tidak bisa terjadi. Uji paska senggama (UPS) dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir serviks pada saat mendekati ovulasi untuk menentukan apakah ada inkompatibilitas.

UPS dilakukan dalam 1 sampai 2 hari ovulasi. Deteksi ovulasi dilakukan oleh pasien (sesuai dengan petunjuk dokter) dengan mengukur suhu basal tubuh, lendir serviks, dan kadar hormon luteinizing (LH) dalam urin (dengan ovutest atau fertitest). Jika hasilnya menunjukkan akan terjadi ovulasi, lakukan hubungan seks 2-8 jam pemeriksaan lendir serviks. Jangan pakai lubrikasi saat hubungan seks, douche (pencuci vagina) setelahnya dan tentu saja jangan mandi berendam.

Cara pengambilan sampel lendir serviks mirip seperti saat melakukan pengambilan sampel pap smear. Berbaring dalam posisi litotomi (dan tentu saja harus buka celana jelir ). Selanjutnya dimasukkan alat yang namanya spekulum agar leher rahim terlihat dengan jelas. Lendir serviks diambil kemudian diperiksa di bawah mikroskop.

Hasil UPS disebut normal jika :
* Jumlah sperma yang terlihat normal
* Sperma bergerak maju dalam lendir serviks
* Lendir serviks bisa membentuk benang sepanjang minimal 2 inci.
* Lendir serviks yang mengering membentuk pola seperti pohon cemara (fernlike pattern)

Hasil tidak normal jika:
* Lendir tidak bisa membentuk benang minimal 2 inci dan tidak membentuk fernlike pattern
* Tidak ada sperma atau jumlah yang cukup dalam sampel
* sperma berkelompok serta tidak bergerak secara normal.

Hasil normal menyimpulkan bahwa konsepsi bisa terjadi secara alami, sedangkan hasil yang tidak normal maka dibutuhkan cara/pengobatan lain untuk bisa hamil. Untuk hasil yang abnormal masih ada lanjutan pemeriksaannya yaitu Uji Penetrasi Sperma yang di bahas dalam post berikutnya.

Minggu, 25 Oktober 2009

Penanganan Masa Mendatang/TAMAT (Seri Perawatan Kanker Rongga Mulut)

Pada masa yang akan datang, tanda-tanda biologis merupakan hal yang menjanjikan sebagai kunci bagi penanganan kanker squamosa kepala dan leher. Menyediakan target yang potensial bagi terapi gen, penanda biologis juga dapat menntukan strtergi penanganan yang sesuai dan memilih pasien yang hendak ibedah, diobati dengan radiasi, kemoterapi, atau kombinasi pengobatan. Sub populasi tertentu dari kanker squamosa, dengan gambaran level yang tinggi dari TP53 dan level yang rendah contohnya dari penanda Ki-67, memiliki tingkat kambuh yang lebih tinggi mengikuti terapi awal. Pasien ini boleh jadi mendapatkan manfaat dari kombinasi pengobatan.

Setiap beberapa tahun, terapi kanker baru digembar gemborkan sebagai akhir dari pembedahan kanker. Untuk saat ini, pembedahan akan tetap berlanjut sebagai pemeran kunci dalam penanganan kanker rongga mulut, dan seorang ahli bedah harus mampu mengetahui semua diagnosa dan modalitas dari pengobatan dalam melanjutkan perannya sebagai nahkoda tim kanker. Ahli bedah yang menangani kanker oral, yang kurang menghargai disiplin ilmunya, harus belajar dari kontribusi dan kesalahan dari pengelakan mereka dan berusaha menambah manfaat dari latihan dan pengalaman mereka sendiri. Mereka kemudian harus menggunakan dasar pengetahuannya dan masukan mengenai penanganan penyakit dari rekan-rekannya untuk mensintesis rencana pengobatan yang dilakukan terhadap pasien yang datang sebelum mereka. Mereka harus berinteraksi secara efektif dengan rekan dari disiplin lain dimana kepentingan pasien lebih menjadi hal yang utama untuk diperhatikan. Mereka harus melaksanakan langkah-langkah pembedahan dari rencana pengobatan yang telah dibuat secara akurat dan telaten. Mereka harus suportif terhadap pasien merekadan keluarga pasien pada saat kondisi tekanan yang berat mengenai kehidupan pasien dan tidak menolak kemalangan atau komplikasi. Mereka harus menerima fakta bahwa tidak semua pasien dapat disembuhkan. Mereka harus mengambul inspirsi dari pasien yang tetap bertahan hidup dan kerelaan bagi mereka yang akan meninggal dalam jalan yang dibuat lebih menyenangkan yang dilakukan oleh ahli bedah.



Advertise with my Blog

Jumat, 23 Oktober 2009

Rehabilitasi RS dr M Djamil padang... Urgent

kurang lebih 3 minggu pasca gempa yang meluluh lantakan sumbar, telah tampak geliat membangun kembali di RS dr M Djamil, walaupun masih sangat minim sekali. masih tampak bayangan trauma gempa dahsyat di wajah sebagian petugas kesehatan di RS tersebut. hal pertama yang mungkin harus di rehabilitasi adalah psikis trauma akibat gempa tersebut. seperti yang terjadi beberapa hari lalu, padang diguncang gempa kembali dengan skala 5,3 skala richter, para petugas dan pasien kembali berlarian keluar ruangan dan bertahan kembali di tenda.
seharusnya lah para petinggi pemerintah yang ada di sumbar dapat memikirkan bagaimana trauma psikis tersebut dapat di hapus. berbagai cara mungkin efektif untuk hal tersebut diantaranya; 1. dengan secepatnya menghancurkan poliklinik yang roboh, sehingga setiap orang yang lewat di tempat tersebut tidak melihat lagi hal yang mungkin menghantuinya. 2. merenovasi secepatnya gedung IGD yang rusak, yang sudah dikatakan layak pakai oleh ahlinya (kalo tidak ada gempa hehehe) sehingga masyarakat dan petugas tidak was-was lagi akan keberadaanya. 3. bangun poliklinik, biar pasien pasien yang datang tidak ditampung di tenda lagi. sehingga operasional rumah sakit ini tidak terganggu. mudahan hal diatas dapat secepatnya terwujud. amiiin.

Rekurensi (Kekambuhan) dan Kelanjutan Pengawasan (Seri Perawatan Kanker Rongga Mulut)

Pada tahun 1984, Vikram dan rekannya memperkenalkan sebuah seri dari laporan yang mendiskusikan sebuah contoh kegagalan pasien yang ditangani dengan terapi modalitas bagi kanker kepala dan leher. Seri klasik dari artikel ini menguraikan karakteristik kegagalan pada bagian lokal, leher, bagian yang lebih jauh, sebagaiaman perkembangan neoplasma yang berbahaya kedua pada pasien yang diobati di Pusat Memorial Sloan-Kettering, NY, USA. 90 persen pasien yang akan merasakan kekambuhan dari kanker rongga mulut akan melakukan hal yang sama pada dua tahun pertama. Untuk alasan ini, pasien berada pada mekanisme lanjutan.

Tingkat kekambuhan adalah predictor palin penting mengenai kelangsungan hidup, dimana tingkat kekambuhan I berhubungan dengan rata-rata kelangsungan hidup sebesar 24,3 bulan dengan kelangsungan hidup yang bebas penyakit pada masa dua tahun sebesar 73%, sedangkan pada tingkat kekambuhan IV berhubungan dengan rata-rata kelangsungan hidup sebesar 9,3 bulan dengan kelangsungan hidup yang bebas penyakit pada masa dua tahun sebesar 22%. Panduan lanjutan bervariasi secara luas dan dimaksudkan untuk mendeteksi kekambuhan lebih awal. De Visscher dan Manni mengajukan :
1. Setiap 2 bulan selama 1 tahun
2. Setiap 3 bulan selama 2 tahun
3. Setiap 4 bulan selama 3 tahun
4. Setiap 6 bulan selama 4 dan 5 tahun
5. Kemudian setiap tahun

Meskipun banyak panduan lanjutan, jadwal lanjutan harus disusun bagi pasien secara individual dengan memperhitungkan kemungkinan kekambuhan pada pasien, kondisi kelanjutan yang mungkin dari kebiasaan merokok atau kebiasaan lainnya, kemampuan dalam melakukan perjalanan dan menjaga ksepakatan, dan tersedianya pengobatan lokal yang potensial tau pemeriksaan gigi yang akan menaksir kelanjutan kelangsungan hidunya. Kesepakatan lanjutan termasuk didalamnya sebuah riwayat terbaru megenai pasien dan pemeriksaan sistem sebagaimana pemeriksaan klinik bagi kondisi kekambuhan atau deteksi penyakit baru. Pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan melalui pemeriksaan fisik hendaknya mendukung untuk memperoleh gambaran yang cukup, rebiopsi, atau pemeriksaan dibawah anastesi. Bagaimanapun, perhatian hendaknya digunakan dalam menjalankan biopsi pada pasien yang telah menerima terapi multiodalitas secara intensif, seperti RADPLAT, brachyterapi, atau jadwal radiasi hiperfraksionasi yang dikombinasi dengan kemoterapi. Biopsi secara meluas bagi luka adalah terkenal atas proses penyembuhan yang lambat dan dapat mengarah pada luka yang kronik.
Gambaran yang cukup, termasuk yang menggunakan CT atau MRI pada penyempurnaan terapi multimodalitas, adalah tidak bernilai. Peranan dari scan dengan menggunakan PET tingkatan lanjutan, dikembangkan.
Kegagalan pada kanker utama akhirnya akan terjadi sekitar 20% dari pasien, dan kekambuhan regional di leher akan terjadi sebanyak 10%. Kematian dari metastasis jauh ini adalah jarang, kasus yang terjadi hanya sekitar 1 hingga 4% dimana kontrol terhadap daerah yang parah dipertahankan. Konsekuensi yang tidak menguntungkan dari peningkatan kontrol pada bagian kanker utama dengan terapi multimodalitas adalah sebuah kejadian metastasis jauh yang meningkat. Sebagai tambahan mengenai kondisi kekambuhan, penelitian yang prospektif telah menunjukkan bahwa kanker utama kedua meningkat sebesar 4 hingga 7% per tahun pada pasien yang memiliki kanker squamosa kepala dan leher. Kanker utama kedua adalah penyebab kematian diantara psien yang menjalani pengobatan kanker oral tahap lebih awal.

Kemampuan dari suatu kanker untuk bermetastasis bergantung pada perkembangan seri mutasi genetic, yang mengizinkan sel untuk menyebar dari tumor utama, menahan mikrosirkulasi, menghebat, menginfiltrasi ke stroma, dan hidup serta berproliferasi sebagai koloni baru. Kelangsungan hidup bagi metastasis juh selanjutnya menjadi sebuah komponen yang penting untuk evaluasi lanjutan. Paru-paru adalah bagian yang paling umum bagi metastasis jauh, diikuti oleh hati dan tulang. Pengambilan radiograf dada setiap tahun atau dua tahun mengizinkan deteksi metastasis paru-paru, yang merupakan bagian yang mengalami metastasis jauh yang paling umum pada kanker rongga mulut, dan kanker paru-paru utama, yang tidak biasa pada populasi pasien dengan resiko kanker mulut. Bagaimanapun, pemberian tindakan penyembuhan yang tidak menyediakan penanganan yang efektif, menjadikan sejumlah ahli mempertanyakan kegunaan dari radiograf dada setiap tahun atau pertengahan tahun. Scan dengan PET terbukti merupakan alternative yang bernilai dalam mendeteksi penyakit lebih jauh. Pengujian laboratorium setiap tahun termasuk pemeriksaan fungsi hati juga direkomendasikan. Pada pasien yang telah menerima radiasi sebagai bagian dari penanganannya, pengujian secara periodic terhadap fungsi tiroid adalah membantu, sebagaimana banyak ayng akhirnya menjadi hipotiroid berupa kelelahan dan penurunan kemampuan penyembuhan luka.
Collins menetapkan bahwa pasien dengan kanker kepala dan leher adalah mungkin tidak pernah sembuh, dan lebih baik untuk mempertimbngkan bahwa hubungan tumor-inang telah diubah secara menetap dengan persetujuan inang. Hal ini penting untuk disadari bahwa sekitar 1/3 dari pasien yang diduga mengidap penyakit yang terlokalisasi akan kambuh kembali dan meninggal karena kanker. Dahulu, kelangsungan hidup dari pasien yang memiliki sel karsinoma squamosa kepala dan leher adalah 20 hingga 30%, dan pasien yang menderit akibat kekambuhan daerah yang parah sebesar 40 hingga 60%, dan 20 hingga 30% akan meninggal akibat metastasis yang jauh. Saat ini, kegagalan mayoritas pengobatan menyisakan kekambuhan penyakit yang lebih parah. Pasien dengan penyakit yang kambuh dibuat pengulangan tingkatan bagi mereka, yang mensyaratkan evaluasi yang sama sebagaimana biasanya. Panendoskopi dan pemeriksaan dengan anastesi memiliki peran penting yang lebih besar ketika seorang dokter diperhadapkan dengan pengujian jaringan yang dikhawatirkan dan distorsi oleh pembedahan dan radiasi sebelumnya. Metastasis yang jauh hendaknya disingkirkan sejauh mungkin dengan tujuan untuk memutuskan sebuah pengobatan kembali yang agresif. Pada pasien yang memiliki kekambuhan yang terbatas hanya pada daerah yang sangat parah, keputusan mengenai pengobatannya terbatas sesuai dengan terapi sebelumnya. Panduan untuk melakukan radiasi kembali bisa saja terjadi tetapi disertai dengan morbiditas yang signifikan. Radiasi kembali secara intensif dan kemoterapi adalah sedang diinvestigasi dan menunjukkan beberapa hal yang menjanjikan. Morbiditas dari pengobatan semacam ini adalah signifikan, dan penggunaannya hendaknya dibatasi dalam percobaan-percobaan klinik saat ini. Tindakan pembedahan merupakan pilihan utama, tetapi perluasan tindakan pembedahan harus lebih dipertimbangkan lebih luas dari pertimbangan awal. Goodwin melaporkan dari hasil tindakan pembedahan bagi kekambuhan kanker kepala dan leher, dan menemukan adanya keuntungan pada tingkat I dan II. Kesuksesan ini terbatas pada kondisi penyakit-penyakit yang lebih parah. Penegasan hsil yang lebih jelas hendaknya dibngun antara ahli bedah dan pasien untuk sebuah tindakan pembedahan. Apakah operasi untuk penyembuhan atau paliasi? Pembedahan yang bersifat paliatif hendaknya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah komplikasi pembedahan yang lebih besar melebihi hasil dari tindakan paliatif itu sendiri. Pasien dan keluarganya hendaknya memiliki harapan yang realistis sebagaimana dalam memahami bahwa tidak ada keuntungan dari intervensi pengulangan pembedahan bagi kanker yang sukar diatasi.

Pasien dengan kanker yang dapat dioperasi memberikan pose yang menantang bagi seorang dokter. Sebagaimana penyembuhan tidaklah menjadi pilihan realistis yang berlangsung lama, penanganan modalitas untuk memperpanjang kehidupan dan meningkatkan kualitas kehidupan mengambil prioritas yang lebih tinggi. Kontrol terhadap luka menjadi persoalan yang signifikan pada pasien yang mengalami kekambuhan kanker kepala dan leher. Formulasi obat dengan aksi penglepasan yang diperpanjang seperti ebagian kecil narkotik yang diberikan secara transdermal yang dikombinasikan dengan narkotik dengan aksi yang pendek untuk menghilangkan sakit secara khusus dibutuhkan. Rizotomi adalah sebuah pilihan untuk sakit yang hebat. Pengontrolan rasa sakit dapat merupakan hasil dri kemoterapi atau radioterapi paliatif. Metode baru bagi penggunaan bertarget dari bahan-bahan kemoterapi menuju tumor adalah berada dibawah pengembangan. Sebuah kombinasi dari cisplatin dan gel epinefrin yang diinjeksikan menuju tumor yang kambuh menunjukkan proses paliasi yang signifikan tanpa efek samping yang berarti, pada kebanyakan pasien. Pengaturan luka menjadi sebuah persoalan penting, dan penyembuhan dengan luka dengan malodorus yang hebat dapat mengganggu pasien dan keluarganya. Pasien yang menunjukkan kemajuan kanker kepala dan leher secara khusus akan memiliki kelangsungan hidup 6 hingga 12 bulan tanpa pengobatan, dan pasien dengan tingkat akhir kanker kepala dan leher akan memiliki rata-rata tingkat kelangsungan hidup 101 hari.

Terdapat tendensi alami bagi seorang dokter untuk menghindari pasien yang meninggal. Terdapat sebuah keengganan untuk menangani sebuah penyakit yang secara biologis menolak usaha terbaik mereka dan pemberian penanganan yang meninggalkan kelemahan pada pasien dan sering kali menimbulkan kecacatan. Sementara anggota keluarga dn para dokter sedang mendiskusikan pilihan penanganan selanjutnya, pasien sering secara sederhana memperhatikan kontrol rasa sakit dan efek dari dosis yang besar dari narkotik terhadap fungsi buang air besar. Sebenarnya, diskusi yang dalam seharusnya dilakukan dengan pasien dan keluarganya terhadap kemungkinan persoalan berakhirnya kehidupan pasien dan akan membantu ahli bedah memperlakukan dengan perhatian yang lebih nyata. Rumah sakit menyediakan sumber yang sempurna, dan sekali melibatkan sebagian besar anggota keluarga yang secara apresiatif dalam mendukung usaha yang dilakukan oleh tenaga professional dalam kepedulian terhadap berakhirnya kehidupan pasien.

Pada masa peningkatan penanganan modalitas bagi penyakit lokal dan regional sat ini, para dokter menemukan bahwa faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kanker utama dan di luara jangkauan kontrol mereka, mempengaruhi kelangsungan hidup. Hal ini menjadi kejadian yang meningkat, bahwa faktor-faktor tersebut mempengaruhi hasil dari pasien kanker mulut secara berlipat dan berhubungan lebih besar terhadap karkteristik pasien disbanding dengan kanker itu sendiri atau penanganan yang mereka terima. Para peneliti menemukan bahwa faktor genetic dari kanker utama memiliki pengaruh terhadap respon dari tumor tertentu terhadap sejumlah penanganan. Ekspresi yang tinggi dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal adalah dihubungkan dengan hasil yang kecil, dan boleh jadi mengindikasikan kebutuhan terhadap terapi multimodalitas yang lebih intensif. Perubahan pada TP53 telah dihubungkan dengan kekambuhan sel kanker squamosa dari kepala dan leher yang sukar disembuhkan melalui penanganan radiasi. Penanganan di masa yang akan datang boleh jadi melibatkan restorasi dari fungsi TP53.

Penelitian-penelitian yang penting juga mendemonstrasikan bahwa komorbiditas dan penampilan status yang memprediksikan kelangsungan hidup, tidak bergantung pada tingkat diagnosa. Penampilan status telah ditunjukkan sebagai sebuah alat untuk memprediksi kelangsungan hidup yang bebas dari tumor, node regional, dan tingkatan metastasis (TNM). Banyak pasien kanker kepala dan leher menderita akibat masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan rokok, dan penggunaan alkohol, dan hal tersebut dapat menghasilkan penurunan kelangsungan hidup melebihi meski pada kanker tertentu sekalipun. Ribeiro dan rekannya menemukan bahwa mengkonsumsi alkohol setiap hari, merokok, index berat badan yang kecil, dan komorbiditas lainnya memiliki pengaruh yang bebas terhadap prognosis. Sebagaimana didiskusikan sebelumnya, memang terdapat bentuk yang lebih agresif dari sel karsinoma squamosa yang mempengaruhi pasien yang lebih muda, tetapi data dari Sumber Data Kanker Nasional mengindikasikan bahwa pasien yang lebih muda memiliki keuntungan kelangsungan hidup yang paling mungkin berhubungan dengan komorbiditas mereka yang kurang. Seringkali kurva kelangsungan hidup 5 dan 10 tahun dipengaruhi lebih banyak oleh komorbiditas ini disbanding dengan karakteristik umor yang direkam dengan sistem TNM (lihat diskusi di bawah). Sistem TNM akan melanjutkan untuk menjalani revisi untuk meningkatkan penggunaannya.

Kamis, 22 Oktober 2009

Tepian Terra Incognita

“Boldly go where no one has gone before…”
Saya rasa siapapun di generasi saya mengetahui tagline Star Trek diatas, sama seperti generasi sebelumnya mengenal Darth Vader dari Star Wars. Sejak kecil saya selalu terkesima dengan bintang-bintang di langit malam dan angkasa luar, namun baru sekarang saya mengerti alasan dibaliknya. Setelah saya fikirkan belakangan ini, yang menjadi magnet sebenarnya adalah sebentuk kerinduan…kerinduan untuk berada di perbatasan terakhir dan memandang ke seberang penuh rasa ingin tahu.
Sekarang saya sadar perbatasan terakhir itu tidak melulu berarti angkasa luar, perbatasan itu ternyata juga dapat berarti batas wilayah yang diterangi cahaya pengetahuan. Ketika seseorang menggali lapisan-lapisan pengetahuan sampai pada pertanyaan yang belum terjawab, ia mengangkat kepalanya dan menyadari keganjilan bahwa tidak seorangpun di muka bumi memiliki jawabannya dan serta merta merasakan antusiasme puluhan orang  di berbagai negara yang sedang berlomba mencari jawabannya….

Selama ini saya belajar dengan anggapan bahwa ada lebih banyak pengetahuan, rincian dan detail yang memang bukan (belum) porsi saya untuk dipelajari, saya belajar dengan notion bahwa setiap pertanyaan tentu telah ada jawabannya di berbagai textbook khusus atau jurnal terbaru, namun baru-baru ini saya dipaksa menggali sedalam-dalamnya sampai setiap artikel terbaru tidak lagi bisa memberikan jawaban, mentor saya mengatakan apa yang kita diskusikan belum pernah didiskusikan orang lain di tempat ini, dan sejauh inilah yang baru diketahui komunitas ilmiah.
Pada saat itu seberkas perasaan ganjil menyelinap dalam hati. Inilah saya fikir rasanya berada di perbatasan terakhir dan memandang Terra Incognita ilmu pengetahuan manusia. sejenak kemudian saya menghela nafas mengingat berbagai keterbatasan material yang kita miliki untuk berpacu menjadi yang terdepan
Saya teringat teman saya seorang PPDS bedah saraf menceritakan antusiasme yang dirasakan ketika melakukan prosedur operasi otak eksperimental pada pasien, berusaha menjangkau area dalam otak yang sebelumnya tidak terjangkau pisau bedah dengan menyadari setiap sayatan bisa berarti memotong memori masa kanak-kanak seseorang. Berada di perbatasan itu dengan pisau bedah ditangan menjadi magnet yang membuatnya bertahan belasan jam dikamar operasi.
Itulah juga mungkin yang dirasakan Julius Caesar dan pasukannya saat memandang the white cliff of Dover, dengan kemampuan militer yang tidak tertandingi tidak ada yang bisa menghalanginya memperluas cahaya peradaban yang dibawa pada Legioner.  Teman saya dengan pisau bedahnya, Caesar dan pasukannya, Picard dengan USS Enterprise-nya,semua memandang kegelapan dihadapan dengan jiwa petualang dan eksplorasi. Berada di tepian Terra Incognita bersiap dengan material dan mental untuk mengarunginya bagi saya adalah tanda superioritas.
Bukan kebetulan bila Rasulullah saw meminta kita untuk terus menjaga perbatasan negeri-negeri Islam-Ribath, selalu dalam keadaan siap siaga berjihad dan membawa cahaya Islam kemanapun. Pastinya bukan kebetulan juga bila harus selalu ada yang tinggal di belakang untuk mengajar dan berdakwah pada masyarakat, to nurture fresh mind , dan membimbing generasi baru menuju perbatasan ilmu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, menjamin superioritas peradaban.
Jadi kawan bila sebagian besar masyarakat belum terbiasa merasakan sindroma antusiasme perbatasan, sebagai individu dan sebagai ummah, seperti antusiasme rakyat Amerika menanti petualangan Neil Amstrong dan rekan-rekannya,  ini berarti masih jauh perjalanan kita menjadi bangsa yang maju dengan peradaban yang superior. keterlaluan rasanya kalau kita sudah berpuas diri menenteng gadget dengan teknologi terbaru, atau mendulang uang dari penggunaan USG 4 dimensi, atau berbangga telah menerapkan protokol ADA terbaru, atau bahkan sekedar berhasil mendapatkan artikel dari PUBMED milik NIH
selamanya menjadi konsumen produk rekayasa ilmu pengetahuan, tanpa mengetahui mekanisme kerja, peluh ratusan peneliti dan berkah kerjasama komunitas ilmiah internasional untuk mewujudkan persepsi kemewahan, kecanggihan,dan berbagai hal yang memudahkan hidup dan kerja kita sehari-hari. tanpa sadar kembali menjadi bangsa jajahan di negeri sendiri karena peperangan tidak lagi di laksanakan di lembah-lembah atau di meja perundingan korporasi dan diplomasi tapi peperangan di langsungkan setiap hari di pusat-pusat penelitian terkemuka
Sungguh hina selamanya hidup dibawah bayang-bayang bangsa lain, bangsa yang demikian memahami kekuatan ilmu pengetahuan hingga pembelaannya untuk mengembalikan kredibilitas salah satu lembaga riset kecil miliknya dapat membuat geger publik di negeri “jajahannya”

Rabu, 21 Oktober 2009

Terapi Diseksi Leher (Seri Perawatan Kanker Rongga Mulut)

Pasien dengan penyakit nodal biasanya akan menjalani beberapa jenis diseksi leher, dengan wujud yang bervariasi sesuai dengan pilihan ahli bedah. Beberapa ahli bedah akan menangani seluruh pasiennya yang dicurigai mengalami metastasis servikal dengan sebuah diseksi leher yang radikal. Kebanyakan juga yang mempertimbangkan cuku pada diseksi leher radikal yang dimodifikasi, yang memindahkan vena jugular internal atau otot sternokleidoastoid jika diindikasikan.

Terdapat beberapa kejadian bahwa diseksi leher yang selektif boleh jadi cukup untuk leher positif N pada populasi pasien yang dipilih secara hati-hati (lihat diskusi mengenai diseksi leher yang selektif, di atas). Anderson dan rekannya melaporkan hasil dari pusat akademi dimana pasien yang sebelumnya tidak ditangani secara klinis dan secara patologi lehernya positif N menjalani diseksi leher. Mereka melaporkan tingkat kontrol regionalnya 94,3%. Hasil mereka dapat dibandingkan dengan pasien yang menjalani diseksi leher yang lebih ekstensif. Pasien yang memiliki penyakit nodal yang besar-besaran yang akan ditangani dengan kemoradiasi atau kombinasi brachyterapi dan terapi sinar luar dapat menghadirkan adanya tantangan bagi ahli bedah yang diperhadapkan dengan pilihan pembedahan sebelum atau mengikuti radiasi. Tidak secara sering, ahli bedah diperhadapkan dengan resolusi klinis yang komplit dari sebuah diseksi leher pada daerah penyinaran yang berat. Terdapat beberapa variasi pendekatan terhadap dilema ini.

Beberapa ahli bedah merekomendasikan penanganan sebelum diseksi leher untuk menghilangkan penyakit yang berat, sedangkan yang lainnya merencanakan sebuah diseksi leher 4 sampai 6 minggu setelah metode penanganan yang kurang dihargai responnya. Yang lainnya lagi masih merekomendasikan CT scan pada 4 minggu dan biopsi CT pada beberapa node yang dicurigai. Proses ini dilanjutkan dengan diseksi leher jika biopsi node positif untuk kanker. McHam dan rekannya menemukan faktor klinis tidak memprediksi pasien dengan penyakit yang bersifat residu yang mengikuti terapi kemoradiasi dan merekomendasikan diseksi leher pada seluruh pasien yang awalnya memperlihatkan penyakit N2 hingga N3. Rekomendasi ini dibuat mengingat sebanyak 26 hingga 35% tingkat komplikasi pada pasien yang menjalani diseksi leher yang mengikuti terapi kemoradiasi. Peranan dari sacn PET pada situasi ini adalah tidak jelas, tetapi pasien dengan penyembuhan kanker mengikuti terapi multimodal secara khusus memberikan hasil yang kurang, membuat tindakan pembedahan sebagai alternatif yang tidak menarik.

Pengaturan pembedahan dari metastasis node limfa, baik yang tidak tampak maupun yang nyata, berlanjut untuk berkembang. Adalah jelas bahwa metastasis adalah indikasi dari keagresifan dan menandakan sebuah prognosis yang lebih sedikit. Sekali kanker telah mengembangkan mutasi genetic yang cukup untuk bebas merusak dan berkolonisasi yang lepas dari tumor utama, kesempatan untuk sembuh dengan terapi modalitas tunggal, berkurang. Blake Cady mengalamatkan hal yang berkaitan dengan presiden ke Perkumpulan Ahli Bedah Inggris deengan menyatakan “…metastasis node limfa sebagai alat pengukur kecepatan bagi onkologik, dan tidak sebagai mesinnya”. Jelasnya, peranan dari diseksi leher radikal telah dikurangi secara besar-besaran lebih dari beberapa dekade lalu, sebagaimana teknik pembedahan untuk penyembuhan bagi limfatik servikal yang kurang menyerang telah memperoleh popularitasnya. Tren ini nampaknya akan berlanjut, sebagaimana peranan seorang ahli bedah dalam mengontrol penyakit metastasis adalah lebih baik untuk ditegaskan.


Senin, 19 Oktober 2009

Biopsi Node Pengawal (Seri Perawatan Kanker Rongga Mulut)

Sebagaimana evolusi menuju hasil modalitas pembedahan yang kurang menyerang, diseksi dari leher NO (tahapan diseksi leher atau pemilihan diseksi leher) menjadi meningkat secara terbatas. Teknik node pengawal, yang dipopulerkan pertama kali untuk melanoma, telah diinvestigasi penggunaannya pada kanker kepala dan leher. Secara teoritis, mengizinkan adanya identifikasi dan penghilangan node limfa barisan pertama (“node pengawal”) yang akan menerima metastasis dari bagian yang menularkan. Tekniknya meliputi injeksi area disekitar bagian utama dengan bahan radioaktif berlabel, koloid 99mTc-sulfur. Berat molekul yang bermacam-macam dapat dipilih bergantung pada waktu transit yang diinginkan. Sebuah radiograf kemudian diambil untuk diidentifikasi dan menempatkan node pengawal. Pasien kemudian dibawa ke ruang operasi dimana ahli bedah dapat menginjeksikan dye biru isosulfan disekitar bagian tumor utama. Dye ini akan mengalir menuju node pengawal dan menjadikannya berwarna biru, membantu ahli bedah dalam pengidentifikasian selama pembedahan

Gambar 33-23 Biopsi node pengawal. Catatan bagian yang gelap merupakan node pengawal.
Ahli bedah juga akan menggunakan alat pendeteksi dengan sinar gamma untuk mengenali node dengan konsentrasi paling tinggi koloid radioaktifnya. Node kemudian dihilangkan, dan jika secara histologi positif, penanganan selanjutnya yaitu radiasi dapat diindikasikan. Pada melanoma, biopsy node pengawal memiliki sensitivitas yang dilaporkan sebesar 82 hingga 100% dan sangat sedikit kesalahan yang bersifat negatif.
Teknik tersebut telah diinvestigasi pada kepala dan leher dengan hasil yang bervariasi. Masalah mengenai aplikasi dari teknik node pengawal terhadap sel kanker squamosa dari rongga mulut berhubungan dengan penyaluran bagian yang kaya limfatik dengan kemungkinan penyaluran bilateral sebagaimana anatomi yang kompleks pada leher, mengarahkan pada kesulitan dalam proses diseksi sebuah node tunggal. Sebagai tambahan, adanya kedekatan yang erat dari node pengawal dengan kanker utama, sebagai contoh, sebuah kanker FOM utama dan node submental, dapat mengarah pada akumulasi koloid disekitar kanker utama, yang mengaburkan node pengawal. Jaringan limfavaskular yang kaya juga dapat mengarah pada penyaluran beberapa node. Cevantos dan rekannya menggunakan teknik node pengawal pada 18 pasien kanker rongga mulut dengan leher NO. Mereka membandingkan biopsi node pengawal terhadap gambaran CT dan PET melalui teknik CT dan PET yang diikuti dengan biopsi node pengawal dan diseksi leher. Mereka menemukan 10 yang positif-sejati, 6 orang dengan node positif yang diidentifikasi dengan pembedahan beku, 2 bernilai positif pada evaluasi dari spesimen patologi permanen, dan 2 yang dicemarkan immunoperoksidase untuk cytokeratin. Pada 6 spesimen, hanya node pengawal yang merupakan node positif. Mereka juga menemukan 7 yang negatif-sejati dan 1 yang negatif-salah.Dalam 1 kasus, node pengawal diidentifikasi dengan koloid radioaktif, tidak mengandung kanker, tetapi node servikal lainnya mengandung kanker. Mereka juga menemukan bahwa tumor dalam bentuk node dapat mengarahkan pada obstruksi dan redireksi dari aliran limfatik. Pitman dan rekannya selanjutnya mendemonstrasikan penggunaan teknik biopsi node pengawal pada leher NO. Hyde dan rekannya menemukan melaporkan pada 19 pasien yang menjalani pengujian klinis dan radiografik, hasil dari leher mereka adalah negatif dan begitu juga yang menjalani biopsi node limfa pengawal dan scan PET yang diikuti dengan diseksi leher konvensioanl. Sebanyak 15 dari 19 pasien node pengawal menghasilkan node yang negative. Sebanyak 3 dari 19 pasien node pengawal bernilai positif yang berhubungan dengan node lainnya. Pada 1 pasien dengan node pengawal yang negatif, tetapi node lainnya yang dihilangkan melalui diseksi leher adalah positif. Node tersebut terletak dekat dengan kanker utama, yang sering mengarahkan pada kesulitan dalam aktivitas pendiskriminasian yang berkenaan dengan tumor an node-node yang berbatasan. PET secara menarik gagal dalam menampakkan kanker pada 4 pasien yang teridentifikasi sebelumnya memiliki metastasis servikal (lihat diskusi scan PET, di atas). Pada masa yang akan datang, biopsi node penawal boleh jadi menjadi prosedur operatif dalam pilihan penyembuhan dengan leher NO. Pada pemeriksaan yang sempurna yang dilakukan oleh Pitman dan rekannya menyimpulkan bahwa biopsi node limfa pengawal menetapkan sebuah teknik eksperimental terhadap kanker kepala dan leher dan belum menjadi sebuah standar perawatan.

Jumat, 16 Oktober 2009

Pijat perinium aka Pijat Kerampang

Pijat kerampang (= daerah antara vagina dan anus) beberapa minggu menjelang persalinan, tepatnya mulai 34 minggu, berguna untuk meng-elastis-kan bagian luar dan dalam jalan lahir dalam menghadapi persalinan. Hal ini juga dapat mengurangi risiko robekan jalan lahir serta menghindari dilakukannya episiotomi (=tindakan menggunting jalan lahir saat persalinan).

Semakin baik peregangan kerampang dilakukan dalam menghadapi persalinan maka akan semakin kecil kemungkinan robek dan semakin cepat penyembuhan jika nantinya mengalami robekan (spontan). Sama halnya dengan mempersiapkan otot para atlet dalam menghadapi pertandingan, melatih otot kerampang juga perlu dilakukan agar mampu bekerja secara maksimal saat persalinan.

Keuntungan lain jika melakukan pijat kerampang 6 minggu menjelang perkiraan persalinan mampu mengurangi rasa sakit saat kepala bayi sedang nongol di jalan lahir (crowning). Selanjutnya hal ini membiasakan wanita dalam menghadapi sensasi penekanan jalan lahir saat persalinan sehingga nantinya akan lebih relaks saat menghadapai proses yang sama dalam persalinan (tidak meneran/mengedan sebelum waktunya).

Pijat kerampang bisa dilakukan sendiri atau oleh pasangan. Cari tempat dan posisi yang nyaman, jika dilakukan sendiri, cari posisi dimana akses ke daerah perineum mudah. Dibutuhkan lubrikan (minyak) yang tidak mengiritasi saat melakukannya seperti K-Y (kewai)J elly atau minyak yang berasal dari sayuran.

Untuk melakukannya, masukkan jari jempol sedalam 2-4 cm ke dalam vagina, dan tekan ke bawah ke arah rektum, pertahankan tekanan konstan ini saat jari jempol di gerakkan sepanjang sisi vagina dalam bentuk berakan berirama membentuk huruf U atau seperti gerakan ber-ayun, serta menjauhi liang pipis)(Lihat gambar di bawah)

Photobucket

Usahakan merelaksasikan otot daerah kerampang ini saat dilakukan pijatan. Lakukan pijatan selama 5-10 menit dan diulang secara ganti hari. Setelah pijatan lakukan kontraksi otot dasar panggul sebanyak lima kali (lakukan gerakan seperti akan menahan BAB agar tidak keluar saat kebelet):waaah:.

Setelah beberapa kali melakukannya dan serta merasa lebih nyaman, maka tekanan pijatan yang berikutnya dilakukan harus lebih kuat dari sebelumnya. Jika pasangan yang melakukan , bisa mempergunakan jari telunjuk.

Day 31 Geordie Accent

Hari ke 31 di Newcastle.

Baru kelar kuliah (jam 16.00). Keliatannya sih sore, tapi kalo ditotal cuma kuliah tiga jam. Masuk jam 10-11, masuk lagi jam 12 kelar jam 13, lanjut jam 15 sampe jam 16. Untungnya gue tinggal di Richardson Road. Itu bener-bener sebelahan sama Medical School (3-4 menit jalan orang melayu). Ada gap sejam langsung balik ke flat. Enak lah. Murah pula.

Di Newcastle gue tinggal di student accommodation dari kampus. Pertamanya gue apply di Victoria Hall dan Windsor Terrace, karena gue ngarah fasilitas en-suite alias kamar mandi dalem. Harganya emang relatif lebih mahal. Mungkin lebih mahal sekitar £1000an/tahun. Tapi ceritanya mau nyuci-nyuci di kamar mandi itu jadi hemat ongkos cuci juga. Udah gitu yang di Victoria Hall sebenernya jangka sewanya 42 weeks, sedangkan tempat gue sekarang cuma 38 weeks (tapi tetep lebih mahal juga!). Tanpa dinyana-nyana, akhirnya gue dapet di Richardson Road.

Di web pun udah dikasih tau kalo ini tempat emang biangnya party, jadi kalo suka ketenangan lebih baik jangan tinggal di sini. Udah gitu fasilitas tanpa kamar mandi dalam dan juga keran pun tak ada di kamar. Jadi gue share flat dengan 1 dapur, 1 toilet, 1 kamar mandi, communal lounge dengan 5 orang mahasiswa lokal (lokal di sini mksdnya bule-bule asli UK, 3 cewe dan 2 cowo).

Pertama kali gue dateng ke sini, gue masuk reception officenya ada satu babe-babe lagi ngomong sama receptionist-nya. Ngomongnya yang kedengeran di kuping gue: “kasjhgdfbaehfbaeuyhjfawejdashdkjahsd. . . . . . six o’clock”. Anjir, bahasa mana tuh? Yang bisa gue tangkep cuma “six o’clock”. Tapi si receptionistnya ngerti! Ternyata bukan gue aja yang ga ngerti omongan dia, mahasiswa internasional lain juga ga ngerti (internasional: asia-asia gtu) dan langsung saling pandang-pandangan gitu. Ternyata ada orang Amrik yang ditemuin Naila juga kesulitan dalam memahami apa yang orang sini omongin.

Ternyata Newcastle itu terkenal dengan “Geordie”. Dialek lokal yang sama orang Inggris sendiri aja suka jadi becandaan. Mungkin kalo di Indonesia udah jadi kayak Logat TEGAL! *sama-sama buat becandaan juga kan?* . Kebayang ga sih lo, ada bule baru bisa Bahasa Indonesia, langsung tinggal di TEGAL! Yup, itu kira-kira gambaran gue di sini. Haha.

http://www.youtube.com/watch?v=oSHHbfY6MVc

buat yang pengen denger seperti apa logatnya: (yg pake baju ijo yg ngomong Gerodie)

Kamis, 15 Oktober 2009

Kiat Memasarkan Klinik Swasta bagian kedua

3. “Marketing” Plan & Action dari Layanan Kesehatan “Tak Sempurna”

Sangat ditekankan di sini, bahwa layanan kesehatan adalah suatu layanan yang “tak sempurna”. Pada prinsipnya kita tidak menjanjikan hasil, tetapi yang kita janjikan adalah proses yang kita lakukan adalah proses yang benar, sesuai dengan bukti-bukti ilmiah yang ada saat ini. Suatu contoh misalnya yang pernah saya derita, penyakit varicocele, suatu pelebaran pembuluh darah vena yang tidak normal yang keluar dari testis. Teknik operasi yang paling banyak dilakukan oleh urolog saat ini adalah prosedur Palomo. Angka keberhasilan adalah 60-an persen. Jadi urolog tidak menjanjikan hasilnya “pasti” sembuh, tetapi ikhtiar prosedur operasi Palomo itu telah dilakukan dengan benar kepada pasien. Jadi ketika pasien memilih menerima tindakan ini sudah bisa mengantisipasi potensi keberhasilan yang diperoleh. Akhirnya terbukti saya bisa mempunyai 2 orang anak. Salah satu outcome keberhasilan penanganan varicocele adalah kesuburan pria tidak terganggu.

Prosedur-prosedur rutin yang dilakukan oleh layanan kesehatan juga rawan terjadi kecelakaan. Saya pernah mempunyai pengalaman saat menjadi dokter di Usaha Kesehatan Pondok (UKP) di sebuah Pondok Pesantren. Staf saya seorang perawat ketika memeriksa pasien yang sakit flu, menuliskan “demacolin” untuk obat bagi santri yang sedang sakit ini, di kartu status periksa. Kemudian kartu diserahkan di bagian obat, untuk mendapatkan obat. Selesai mendapatkan obat, santri ini kembali ke kamarnya. Karena pagi itu kunjungan pasien saat itu sedang sepi, membuat sang perawat ada kesempatan “main” ke bagian penyediaan obat. Saat ngobrol, sang perawat “iseng” melihat-lihat catatan obat keluar dan melihat-lihat tanggalnya. Ketika melihat tanggal hari itu, ia tidak mendapati “demacolin” seperti yang dia resepkan, malah yang keluar adalah “dulcolax”. Kemudian sang perawat ini menjadi risau, menanyakan kepada sang petugas obat, “Mas, tadi ngasih dulcolax?” dan petugas itu mengiyakan. Perlu diketahui “demacolin” adalah obat flu, sedangkan “dulcolax” adalah obat pencahar atau urus-urus. Masih untung ternyata dalam kartu catatan medis ternyata ada alamat kamar santri tinggal, kemudian sang perawat segera meluncur ke kamar santri yang dituju, dan lebih beruntung lagi ternyata obat belum diminum santri tersebut. Coba bayangkan kalau seandainya diminum, bukannya mendapatkan kesembuhan sakit flu-nya, si santri malah mendapat “sakit” baru, yaitu perutnya jadi mules sekali akibat kerja obat pencahar ini.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat mendapatkan bahwa dari lebih dari 33.6 juta orang masuk rumah sakit per tahunnya di Amerika Serikat, terdapat sekitar 44.000 sampai 98.000 kematian yang sebenarnya dapat dihindari. Pada saat yang sama kematian akibat AIDS adalah 16.516 kematian per tahun, kematian akibat kanker payudara 42.297 kematian per tahun, dan kematian akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 43.458 kematian per tahun. Jadi dapat dikatakan lebih aman berkendara di jalan dari pada masuk rumah sakit.[1]

Itulah sebabnya yang kita bangun dalam layanan kesehatan adalah kepercayaan bahwa kita telah melakukan proses yang benar. Ke dalam kita sangat menekankan patient safety dan keluar, cara “pemasaran” klinik atau bentuk-bentuk layanan kesehatan lainnya tidak etis dilakukan secara vulgar, dan lebih menekankan aspek “marketing public relation”.

Demi menjamin terlaksananya “marketing public relation” harus ada “person in charge” untuk menjalankan misi ini. Siapa dia tidak harus orang kesehatan. Yang penting bagi kita peta kelompok-kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus sebagaimana yang tertera dalam tabel 2 – 4 sudah kita identifikasi dengan sebaik-baiknya. Dalam kelompok-kelompok itu yang lebih penting lagi adalah “tokoh-tokoh tipping point” harus dikenali karena berkaitan erat dengan strategi bagaimana bisa menjangkaunya, dan melakukan “edukasi” tentang klinik kita. Dalam bukunya Tipping Point[2], Malcolm Gladwell, menjelaskan kebanyakan kita bisa berinteraksi dengan familiar dengan 150-an orang, tetapi orang-orang spesial (tokoh) mampu berinteraksi lebih dari 500-an. Kabar baik atau kabar buruk atau orang yang bisa dipercaya atau apa pun bisa menyebar informasinya akan sangat mudah melalui orang-orang spesial ini.

Sedikit tentang tipping point person

Dalam buku al-Muntholaq karya Muhammad Ahmad ar-Rasyid[3], ketika menjelaskan pribadi dan karakter Fudhail bin Iyadh, beliau mengutip pernyataan Syarik al-Qadhi seorang yang menjadi teladan dalam keadilan, berkata, “Tiap-tiap kaum selalu memiliki hujjah (orang yang dijadikan rujukan) pada zamannya, dan Fudhail bin Iyadh adalah hujjah bagi zamannya.” Yang menarik dalam pernyataan ini adalah “Tiap-tiap kaum selalu memiliki hujjah (orang yang dijadikan rujukan) pada zamannya…”. Inilah yang menjadi inti pembicaraan dalam buku Malcolm Gladwell, tentang Tipping Point, yaitu sesuatu yang tiba-tiba menjadi trend dan semua orang membicarakan dan beramai-ramai menirunya, ternyata diperankan oleh sedikit orang yang berperan sebagai trend setter. Trend setter inilah yang dikatakan Malcolm Gladwell sebagai titik nyala api (tipping point), dimana tidak ada satupun unsur budaya yang dapat menghentikan pergerakan itu.

Orang-orang yang berperan menjadi tipping point dalam bahasa Malcolm Gladwell atau menjadi hujjah zamannya dalam bahasa ar-Rasyid, saat ini menjadi topik yang hangat dibicarakan. Hal ini sangat relevan dengan kenyataan adanya oversupply produsen, sehingga dalam merebut hati konsumen atau pelanggan perlu strategi khusus dengan menggunakan sumber daya yang terbatas, tetapi dapat memperoleh hasil yang optimum. Akibatnya pelanggan-pelanggan atau konsumen-konsumen yang mempunyai peran tipping point atau hujjah zaman atau trend setter, menjadi sasaran yang sangat dipertimbangkan. Betapa tidak, karena mereka bukan sembarang orang, tetapi orang yang mempunyai banyak simpul dengan banyak jaringan manusia. Seperti yang dikatakan Raymond Martin, dalam bukunya The Tomorrow People[4], mereka ini berada di dalam kawasan kunci budaya, yang menjadikan mereka sebagai penyalur gagasan baru, serta sebagai alat untuk mendengarkan gagasan baru yang muncul ke permukaan. Atau dikatakan di bagian lain buku tersebut; Orang-orang ini (sebagai trend setter dalam kasus suatu populasi di bagian kota London timur), karena pekerjaan atau pandangan mereka, akan memiliki sekitar 500 kontak yang berguna dibandingkan dengan jumlah angka ajaib 150 yang dimiliki oleh sebagian besar kita dalam hal perkenalan dengan orang-orang yang dapat kita ajak bicara dan berinteraksi dengan berbagai cara yang manusiawi, bersifat sosial, dan tidak menegangkan.

Tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada seorang ulama yang tawaduk, zuhud, penuh keteladanan, arif bijaksana dan kaya hikmah dan ilmu, Fudhail bin Iyadh, dimana beliau ini adalah sebagai hujjah pada zamannya berarti dapat dikatakan sebagai trend setter bagi orang-orang mukmin yang hidup di masanya. Ketinggian karakter yang ada pada beliau inilah yang menyebabkan semua orang mengarah kepada taujih (nasehat) dan keteladanan beliau. Arah perkembangan kota, pemikiran, gaya hidup yang ada semuanya “terwarnai” oleh ketinggian karakter yang beliau miliki.

Rhenald Kasali mengungkapkan istilah vocal minority, biasanya terkait dengan silent majority; merupakan tinjauan aktivitas publik dalam mengajukan complaint atau mendukung perusahaan atau institusi. Vokal bersifat aktif sedangkan yang silent bersifat pasif. Publik penulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tidak banyak. Sedangkan mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tidak kelihatan suara atau pendapatnya.

Kembali pada pembahasan sebelumnya, person in charge yang menjamin terlaksananya “marketing public relation” mempunyai kewajiban mencari siapa-siapa yang menjadi tokoh rujukan atau tipping point person atau hujjah di komunitasnya. Person in charge “marketing public relation” juga mempunyai tugas membina hubungan jangka panjang dengan orang-orang spesial ini. Tujuan akhir adalah bahwa poliklinik kita lewat person in charge sebagai duta dapat dipercaya dan dapat dihandalkan oleh orang-orang spesial yang mewakili kelompoknya.

Pemilihan kelompok beserta orang spesialnya harus match dengan kapabilitas layanan yang disediakan oleh poliklinik kita. Atau bahkan yang lebih tepat lagi, kita mengenali dulu kelompok-kelompok kebutuhan yang ada, kemudian dihitung nilai kehandalan ekonomisnya, baru menyediakan layanan yang sesuai.

Beberapa keuntungan dalam membina hubungan baik dengan orang-orang spesial ini

a. Media komunikasi “marketing public relation” yang bisa dihandalkan karena layanan kesehatan tidak boleh mempromosikan diri secara vulgar

b. Dapat membina hubungan dengan komunitas / kelompok orang dengan kebutuhan khusus yang sesuai dengan layanan yang disediakan

c. Dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumber daya yang terbatas dalam menjangkau kelompok konsumen sasaran

d. Hubungan yang intensif dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam mengevaluasi layanan kesehatan yang diselenggarakan.

4. Kualitas, kualitas dan kualitas

Dalam layanan kesehatan, kualitas suatu jenis layanan bukanlah yang tertinggi yang pernah dicapai oleh karyawan, dokter, atau petugas medis lainnya. Tetapi merupakan suatu capaian yang bila di ukur maka hasilnya akan berkumpul dalam suatu rentang sempit (lihat gambar 2.B). Rentang sempit ini berarti suatu keajegan (konstannya) ukuran layanan yang dicapai dari para petugas yang memproduksi layanan tertentu tersebut. Bila rentang yang dicapai lebar (lihat gambar 2.A), misalnya kinerja yang diukur ini adalah keramahan, maka pasien atau pelanggan akan mendapati suatu ketika petugas sangat ramah sedangkan di saat yang lain pelanggan mendapati petugas tidak bersahabat (ketus). Bila kebetulan pelanggan yang mendapati keramahan yang rendah adalah mereka yang termasuk kelompok “vocal minority” maka akan mempunyai dampak buruk terhadap citra institusi karena mereka disamping vokal juga sangat dipercaya perkataannya dalam komunitasnya. Tentu ini sangat tidak diinginkan bukan.






[1] “To Err Is Human” Corrigan, Kohn And Donaldson US Academy Of Sciences / Institute Of Medicine, 2000; Hrri.Healthcare Risk Resources International

[2] Malcolm Gladwell, 2000, Tipping Point; How Little Things Can Make a Big Difference, Edisi Indonesia, Tipping Point; Bagaimana Hal-hal Kecil Dapat Menghasilkan Perubahan Besar, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002

[3] Ahmad ar-Rasyid, Muhammad, al-Muntholaq; Edisi Indonesia, Titik Tolak : Landasan Gerak para Aktivis Dakwah. Penerjemah: Abu Sa’id al-Falahi, Lc; Jakarta, Robbani Press, 2005.

[4] Martin Raymond, 2003, The Tomorrow People; Edisi Indonesia: The Tomorrow People; alih bahasa: Paul A. Rajoe; Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2006

Kiat Memasarkan Klinik Swasta bagian pertama

Kiat Memasarkan Klinik Swasta[1]

dr. Yusuf Alam Romadhon[2]

Sebuah poliklinik swasta “ndang Saras” didirikan dengan pembukaan yang lumayan meriah, dengan mendatangkan ustadz ternama untuk mengisi pengajian di acara tersebut. Undangan yang hadir lumayan banyak. Setengah tahun berselang, poliklinik itu sepi-sepi saja dari pengunjung. Setelah setahun kunjungannya mulai ramai sampai sepuluh pasien per hari, tetapi menginjak tahun kedua, poliklinik ini berubah keadaannya seperti serumput rumput yang hidup di tanah gersang, hidup segan mati tak mau. Begitulah tidak sedikit poliklinik yang didirikan bernasib sama dengan poliklinik swasta, yang bernasib sama seperti poliklinik “ndang Saras” dalam ilustrasi kasus ini, bahkan lebih parah akhirnya ditutup.

Lain halnya dengan poliklinik “Syifa”, sama dengan ndang Saras, pembukaan sama meriah, diisi pengajian mendatangkan ustadz ternama, hadirin yang hadir tidak kalah sama, setengah tahun masih sepi, tetapi menginjak satu tahun, jumlah kunjungan dipastikan per hari sudah sampai sepuluh pasien per hari, dan tahun kedua terus naik dan naik, dan pada tahun ke lima poliklinik ini mulai merubah wajahnya menjadi rumah sakit pelayanan dasar.

Yang menjadi pertanyaan di sini adalah apa yang menyebabkan suatu klinik sukses, sementara yang lain tidak mendapatkan keberuntungan seperti yang diharapkan? Dan yang lebih penting lagi adalah hal-hal dasar apa saja yang harus diperhatikan untuk menentukan kesuksesan pendirian klinik yang tidak saja bisa bertahan, tetapi bisa lestari peningkatannya (sustainable).

Saya mencoba menggali beberapa hal penting, terutama dari sudut pandang pemasaran yang tampaknya berkaitan dengan keberhasilan / sustainabilitas sebuah klinik yang diharapkan terus berkembang dari hari ke hari.

Berikut beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk sustainabilitas poliklinik :

1. Re-visi dan Re-definisi (pembaharuan cara pandang bisnis) Layanan Kesehatan

Mari kita simak bagan berikut:

Gambar 1. Perubahan Konsep Bisnis Kimia Farma dan Batasan Bisnis Kimia Farma[3]

Sebelum memulai, kita harus mampu mendefinisikan atau menentukan dan menjawab pertanyaan yang sangat mendasar untuk apa poliklinik yang kita dirikan itu keberadaannya.

Untuk menjawab itu, baiknya kita perhatikan dengan seksama pendapat Grossman, seorang pakar ekonomi kesehatan, tentang konsep bahwa setiap individu adalah produsen kesehatan. Menurut Grossman, pada dasarnya setiap individu adalah produsen kesehatan bagi dirinya sendiri. Kesehatan sebagai output mempunyai input meliputi perumahan yang sehat, pendidikan kesehatan yang memadai, status pekerjaan yang jelas serta nutrisi atau gizi yang berimbang dan bermutu, di samping layanan kesehatan yang dikunjungi saat sakit.[4] Diasumsikan bahwa individu berusaha untuk memaksimalkan utilitas fungsional waktu hidupnya, dalam arti memaksimalkan jumlah dan kualitas hari-hari sehatnya dari waktu ke waktu sepanjang hidupnya hingga individu tersebut meninggal. Yang ingin saya garis bawahi di sini adalah bahwa layanan kesehatan hanyalah sebagian cara individu untuk mengembalikan kesehatannya ketika sakit.

Dengan memperhatikan konsep produksi kesehatan Grossman ini, jelas bahwa fokus melayani orang sakit sebenarnya hanyalah bagian kecil dari produksi kesehatan itu sendiri. Anda akan melihat lebih jelas lagi kalau melihat perjalanan penyakit beserta upaya-upaya pencegahannya seperti yang terlihat pada tabel 1 di halaman 3.

Sebagian besar yang dilakukan di rumah sakit atau dokter dan poliklinik kebanyakan adalah berfokus pada tindakan pencegahan sekunder dan tersier (secondary prevention and tertiary prevention), yang dapat dilihat pada gambar 1, yaitu konsep bisnis Kimia Farma saat ini. Sebaliknya “lahan garapan bisnis” yang lebih luas dan sebenarnya lebih menguntungkan memperluasnya hingga pada pencegahan primer (primary prevention) sampai pencegahan tersier serta perawatan paliatif. Secara bisnis, kegiatan ini, akhirnya akan mendukung usaha memperbesar cakupan layanan yang terbentang dari pencegahan primer, tersier hingga perawatan paliatif.

Pada tabel 1, dapat dilihat aktivitas pencegahan primer dalam hal promosi kesehatan meliputi; pendidikan kesehatan, standar nutrisi yang baik, perhatian pada perkembangan kepribadian seseorang, provisi pada perumahan yang sehat, rekreasi dan tempat kerja yang menyehatkan, konseling genetik, pemeriksaan terpilih secara periodik.

Tabel 1. Tingkatan Aplikasi Tindakan-tindakan Pencegahan[5]

Sedangkan dalam hal proteksi khusus meliputi; imunisasi secara khusus, memperhatikan higiene personal, memperhatikan sanitasi lingkungan, perlindungan terhadap bahaya resiko kerja, perlindungan dari kecelakaan, perlindungan dari karsinogen dan menghindari alergen.

Sehingga batasan bisnis poliklinik kesehatan tidak saja pada mengobati orang sakit, tetapi lebih luas pada usaha-usaha pencegahan yang lebih luas, sesuai kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan antara nilai sosial yang diberikan oleh poliklinik dan nilai finansial yang didapat. Pelayanan kesehatan adalah lebih menonjol aspek sosialnya di satu sisi, tetapi di sisi lain, poliklinik harus bisa bertahan menutup semua biaya dan mampu tumbuh di lingkungan strategisnya.

2. Audit “Marketing” Layanan Kesehatan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengevaluasi diri (organisasi poliklinik) kita, apakah sudah “match” dengan lingkungan strategisnya. Pada audit “Marketing” Layanan Kesehatan meliputi dua aspek :

a. Analisis Lingkungan Strategis

b. Analisis SWOT

Untuk lebih mempertajam analisis strategis baiknya lebih memerinci setiap aktivitas layanan berdasarkan tindakan pencegahan primer, sekunder dan tersier, kemudian dikaitkan dengan menghitung-hitung berapa care provider yang memberikan layanan serupa, serta seberapa agresif kah aktivitas pemasaran dan jangkauan layanan yang diberikan? Untuk memudahkan pemahaman, dapat dilihat tabel 2 sampai 4 berikut.

Kalau analisis strategis lebih bersifat pasif, artinya kita hanya mengamati apa yang terjadi di sekitar kita, sedangkan analisis SWOT, bersifat lebih aktif, karena menganalisis bagaimana kondisi kita, bagaimana kita melihat keunggulan relatif kita dibandingkan pesaing yang ada, melihat apa saja yang mengancam keberadaan kita dan mencari celah peluang yang membuat organisasi kita bisa tumbuh dalam lingkungan strategis tempat organisasi kita berada. Tentunya pembuatan analisis SWOT dilakukan setelah analisis lingkungan strategis layanan kesehatan di sekitar poliklinik kita telah dikerjakan.

Tabel 2. Analisa Lingkungan Strategis pada Tindakan Pencegahan primer

Tabel 3. Analisa Lingkungan Strategis Tindakan Pencegahan Sekunder

Tabel 4. Analisa Lingkungan Strategis Tindakan Pencegahan Tersier

Data lain yang perlu diperhatikan untuk melihat kejenuhan tingkat persaingan terutama untuk tindakan pencegahan sekunder adalah populasi penduduk dan penyedia layanan kesehatan secara umum. Probabilitas kesakitan populasi secara umum dalam satu bulan adalah 10 – 20 %. Diasumsikan dalam satu populasi kerja atau di sekolah, orang yang izin tidak masuk kerja karena sakit berkisar antara 10 – 20 % tersebut. Artinya, bila dalam suatu populasi (misalnya desa) berpenduduk 8.000 jiwa, berarti dalam satu bulan terdapat sekitar 800 – 1.600 orang yang sakit. Inilah yang dinamakan “pangsa pasar” layanan kesehatan, terutama untuk pencegahan sekunder. Bila diambil asumsi yang sakit 1.500 orang yang sakit, maka bila dibagi dalam 30 hari, per harinya terdapat 50 orang yang sakit. Ternyata ada 5 penyedia layanan kesehatan (misalnya 1 dokter, 1 poliklinik, 1 bidan, dan 2 perawat) maka logikanya terbagi merata, berarti masing-masing per hari dikunjungi 10 pasien. Dalam kenyataannya tidak demikian, pilihan konsumen berbeda-beda, distribusi pilihan pasien berbeda dengan logika tersebut. Dokter ternyata dikunjungi 5 pasien, poliklinik dikunjungi 20 pasien, bidan dikunjungi 15 pasien, masing-masing perawat dikunjungi 5 pasien. Dapat dikatakan poliklinik mempunyai “pangsa pasar” terbanyak, kemudian disusul bidan, dan secara bersama dokter dan perawat. Inilah salah satu contoh data yang diperoleh dari “marketing inteligence” yang digunakan untuk audit “marketing” dalam menganalisis lingkungan strategis dan analisis SWOT.


[1] Di sajikan dalam acara Dies Natalis Akademi Kebidanan Maba’ul Ulum Surakarta 14 Oktober 2009

[2] Staff pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta; penulis buku “Doctors Market Yourselves”

[3] INDONESIA CORP Edisi 16/III/April 2004 hal 31-32

[4] Clewer, A and Perkins, D ; 1998; Economics for Helath Care Management, Prentice Hall Europe 1998, p 7.

[5] Budioro B; Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang, cetakan ke III 2001