Jumat, 28 April 2006

Bahaya Antibiotik!

"Penderita yang sering berobat di Indonesia bila berobat di luar negeri (terutama di negara maju) sering khawatir, karena bila sakit jarang diberi antibiotika. Sebaliknya pasien yang sering berobat di luar negeri juga sering khawatir bila berobat di Indonesia, setiap sakit selalu mendapatkan antibiotika". Hal ini bukan sekedar pameo belaka. Tampaknya banyak fakta yang mengatakan bahwa memang di Indonesia, dokter lebih gampang memberikan antibiotika.

Penggunaan antibiotika irasional atau berlebihan pada anak tampaknya memang semakin meningkat dan semakin mengkawatirkan. Penggunaan berlebihan atau penggunaan irasional artinya penggunaan tidak benar, tidak tepat dan tidak sesuai dengan indikasi penyakitnya. Sebenarnya permasalahan ini dahulu juga dihadapi oleh negara maju seperti Amerika Serikat.

Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan 47,9% resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut.

Di Indonesia belum ada data resmi tentang pengguanaan antibiotika ini. Sehingga semua pihak saat ini tidak terlalu. Berdasarkan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pengguanaan antibiotika di Indonesia baik jauh lebih banyak dan lebih mencemaskan.

Bahaya Penggunaan Antibiotika Irasional Pada Anak
Sebenarnya penggunaan antibiotika secara benar dan sesuai indikasi memang harus diberikan. Meskipun terdapat pertimbangan bahaya efek samping dan mahalnya biaya. Tetapi menjadi masalah yang mengkawatirkan, bila penggunaannnya berlebihan. Banyak kerugian yang terjadi bila pemberian antibiotika berlebihan tersebut tidak dikendalikan secara cepat dan tuntas.

Kerugian yang dihadapi adalah meningkatnya resistensi terhadap bakteri. Belum lagi perilaku tersebut berpotensi untuk meningkatkan biaya berobat. Harga obat antibiotika sangat mahal dan merupakan bagian terbesar dari biaya pengobatan.

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotika adalah gangguan beberapa organ tubuh. Apalagi bila diberikan kepada bayi dan anak-anak, karena sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna. Apalagi anak beresiko paling sering mendapatkan antibiotika, karena lebih sering sakit akibat daya tahan tubuh lebih rentan. Bila dalam setahun anak mengalami 9 kali sakit, maka 9 kali 7 hari atau 64 hari anak mendapatkan antibiotika.

Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya. Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa atau reaksi anafilaksis.

Pemakaian antibiotika berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh Namur atau disebut "superinfection". Pemberian antibiotika yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut "superbugs".

Jadi jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan Antibiotika yang ringan, apabila antibiotikanya digunakan dengan irasional, maka bakteri tersebut mutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis antibiotika yang lebih kuat. Bila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis antibiotika yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kembali ke zaman sebelum antibiotika ditemukan. Pada zaman tersebut infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik. Hal lain yang mungkin terjadi nantinya kebutuhan pemberian antibiotika dengan generasi lebih berat, dan menjadikan biaya pengobatan semakin meningkat karena semakin harganya mahal.

Indikasi Pemakaian Antibiotika
Indikasi yang tepat dan benar dalam penggunaan antibiotika pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek berkelanjutan selama lebih 10 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari).

Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 C dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan
wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin, Amoxicillinm atau Clavulanate. Bila dalam 2 – 3 hari membaik pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10 – 14 hari.

Bila batuk dan pilek yang berkelanjutan yang terjadi hanya pada malam hari dan pagi hari (bukan sepanjang hari) biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 C dengan cairan hidung purulen, nyeri, bengkak di sekitar mata dan wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin, Amoxicillinm atau Clavulanate.

Bila dalam 2 – 3 hari membaik pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10 – 14 hari. Indikasi lainnya adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus.

Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Bila sakit batuk dan pilek timbul sepanjang hari (bukan hanya malam dan pagi hari) lebih dari 10-14 hari disertai cairan hidung mukopurulen (kuning atau hijau). Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur yang membutuhkan beberapa hari untuk observasi. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan sample urin dan kemudian di lakukan pemeriksaan kultur di rumah sakit. Setelah beberapa hari akan ketahuan bila ada infeksi bakteri berikut jenisnya dan sensitivitas terhadap jenis obatnya.

Penyakit yang lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan penyakit tifus Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur darah atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kulut curine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan sensitivitas terhadap antibiotika. Untuk mengetahui penyakit tifus harus dilakukan pemeriksaan darah Widal dan kultur darah gal.

Anak usia di bawah 5 tahun yang mengalami infeksi virus sering mengalami overdiagnosis penyakit Tifus. Sering terjadi kesalahan persepsi dalam pembacaan hasil laboratorium. Infeksi virus dengan peningkatan sedkit pemeriksaan nilai widal sudah divonis gejala tifus dan dihantam dengan antibiotika.

Sebagian besar kasus penyakit infeksi pada anak penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk "self limiting disease" atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 – 7 hari.

Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan terlalu mudah mendiagnosis (overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik.

Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 anak penderita pilek(flu) karena virus didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati Infeksi saluran napas Atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi Saluran napas Atas termasuk sinus paranasalis sangat jarana sekali terjadi komplikasi bakteri.

Siapa Yang Bertanggung Jawab
Dalam permasalahan penggunaan antibiotika yang berlebihan ini, pihak manakah yang bertanggung jawab untuk mengatasinya. Permasalahan ini tidak sesederhana seperti yang kita lihat. Banyak pihak yang berperanan dan terlibat dalam penggunaan antibiotika berlebihan ini. Pihak yang terlibat mulai dari penderita (orang tua penderita), dokter, rumah sakit, apotik, sales representatif, perusahaan farmasi dan pabrik obat.

Bila penggunaan antibiotika berlebihan lebih dikarenakan faktor dokter, maka orang tua sebagai penerima jasa dokter dalam keadaan posisi yang sulit. Tetapi orang tua penderita sebagai pihak pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya rencana pengobatan, tujuan pengobatan dan akibat efek samping pengobatan tersebut Kalau perlu orang tua sedikit berdiskusi dengan cara bukan menggurui untuk peluang apakah boleh tidak diberi antibiótica.

Dilain pihak, orangtua juga sering sebagai faktor terjadinya penggunaan antibiotika yang berlebihan. Pendapat umum yang tidak benar terus berkembang, bahwa kalau tidak memakai antibiotika maka penyakitnya akan lama sembuhnya Tidak jarang penggunaan antibiótika adalah permintaan dari orang tua. Yang lebih mengkawatirkan saat ini beberapa orang tua dengan tanpa beban membeli sendiri antibiótika tersebut tanpa pertimbangan dokter. Antibiotika yang merupakan golongan obat terbatas, obat yang harus diresepkan oleh dokter. Tetapi runyamnya ternyata obat antibiotika tersebut mudah didapatkan di apotik atau di toko obat meskipun tanpa resep dokter.

Persoalan menjadi lebih rumit karena ternyata bisnis perdagangan antibiotika sangat menggiurkan. Pabrik obat, perusahaan farmasi, medical sales representative dan apotik sebagai pihak penyedia obat mempunyai banyak kepentingan. Antibiotika merupakan bisnis utama mereka, sehingga banyak strategi dan cara dilakukan. Dokter sebagai penentu penggunaan antibiotika ini, harus lebih bijak dan harus lebih mempertimbangkan latar belakang ke ilmiuannya. Sesuai sumpah dokter yang pernah diucapkan, apapun pertimbangan pengobatan semuanya adalah demi kepentingan penderita, bukan keperntingan lainnya. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkala dan berkelanjutan dokter juga ikut berperanan dalam mengurangi perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini.

Departemen Kesehatan (Depkes), Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) dan beberapa intitusi terkait lainnya harus bekerjasama dalam penanganannya. Pendidikan tentang bahaya dan indikasi pemakaian antibiotika yang benar terhadap masyarakat harus terus dilakukan melalui berbagai media yang ada. Penertiban penjualan obat antibiotika oleh apotik dan lebih khusus lagi toko obat harus terus dilakukan tanpa henti.

Organisasi profesi kedokteran harus terus berupaya mengevaluasi dan melakukan pemantauan lebih ketat tentang perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini terhadap anggotanya. Kalau perlu secara berkala dilakukan penelitian secara menyeluruh terhadap penggunaan antibitioka yang berlebihan ini. Sebaiknya praktek dan strategi promosi obat antibiotika yang tidak sehat juga harus menjadi perhatian. Bukan malah dimanfaatkan untuk kepentingan dokter, meskipun hanya demi kepentingan kegiatan ilmiah. PERSI sebagai wadah organisasi rumah sakit, juga berwenang memberikan pengawasan kepada anggotanya untuk terus melakukan evaluasi yang ketat terhadap formularium obat yang digunakan.

Di Amerika Serikat, karena upaya kampanye dan pendidikan terus menerus terhadap masyarakat dan dokter ternyata dapat menurunkan penggunaan antibiotika secara drastis. Proporsi anak usia 0 – 4 tahun yang mendapatkan antibiotika menuirun dari 47,9% tahun 1996 menjadi 38,1% tahun 2000. Jumlah rata-rata antibiótika yang diresepkan menurun, dari 47.9 1.42 peresepan per anak tahun 1996 menjadi 0.78 peresepan per anak tahun 2000. Rata-rata pengeluaran biaya juga dapat ditekan cukup banyak, padfa tahun 1996 sebesar $31.45 US menjadi $21.04 per anak tahun 2000.

Rekomendasi dan kampanye penyuluhan ke orangtua dan dokter yang telah dilakukan oleh kerjasama CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotika. Pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Pernapasan Atas yang disebabkan virus. Perubahan warna dahak dan ingus berubah menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis Infeksi Saluran Napas Atas karena virus, bukan merupaklan indikasi antibiotika. Pemberian antibiotika tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri

Upaya ini seharusnya menjadi contoh yang baik terhadap intitusi yang berwenang di Indonesia dalam mengatasi permasalahan penggunaan antibiotika ini. Melihat rumitnya permasalahan pemberian antibiotika yang irasinol di Indonesia tampaknya sangat sulit dipecahkan. Tetapi kita harus yakin dengan kemauan keras, niat yang tulus dan keterlibatan semua pihak maka permasalahan ini akan dapat terpecahkan. Jangan sampai terjadi, kita semua baru tersadar saat masalah sudah dalam keadaan yang sangat serius.





Kamis, 27 April 2006

Setiap tumor (benjolan abnormal) harus di operasi. Operasi dilakukan dengan mengangkat seluruh tumor atau sebagian tumor untuk kemudian diperiksa ke lab patologi anatomi untuk mengetahui jelas jenis tumor yang ada. Apakah jinak atau ganas.
Jika setelah operasi hasilnya jinak, terapi selesai. Jika hasilnya ganas, tergantung stadiumnya. Pengobatan dapat operabel atau non operabel. Non operabel dilakukan dengan pemberian obat sitostatika, radioterapi.
Jadi semua tumor, tindakannya adalah operasi untuk menentukan jenis tumor.
Ada cuplikan email (pasti ada gunanya buat dibaca-baca).
From: Eddie yonk To: lakshminawasasi@centrin.net.id
Sent: Wednesday, April 26, 2006 9:52 AM
Subject: tanya tentang benjolan di paha kanan
Salam, Saya lagi browsing internet utk mencari informasi tentang benjolan, kebetulan masuk ke blognya dokter, tapi karena harus daftar blog dulu, jadi agak susah, makanya saya ke email Anda saja ya :) ( semoga masih aktif emailnya )
Gini loh, di paha kanan saya ( 10 cm-an dari kelamin ) ada sebuah benjolan, dulu sih kecil tapi belakangan kok makin besar, sudah sekitar 8 tahunan, saya biarin aza, karena tidak begitu mengganggu kesehatan saya, kecuali belakangan ini kalo pagi hari sering sakit perut. Umur saya 32 tahun , laki-laki dan suka fitnes 3 kali seminggu, tidak berat dalam takaran sedang sajaaktivitas fisiknya.
Yang ingin saya tanyakan :
01. Apakah benjolan di paha kanan saya yg sebesar telur puyuh itu hernia ato tumor ?
lakshmi : Jawaban yang tepat setelah saya lihat sendiri Pak Eddie benjolannya, lokasi tepatnya dimana .
Jika dulunya benjolan bisa keluar masuk (kalau berdiri benjolan keluar, waktu berbaring benjolan menghilang/masuk)
bisa jadi itu adalah hernia.
Tapi jika dari dulunya ga pernah keluar masuk, benjolan tersebut adalah tumor.
Setiap tumor dimanapun, harus di operasi (eksisi/insisi biopsi) untuk menentukan jenis tumor itu sendiri.
Penanganan selanjutnya tergantung dari jenis tumor yang ditemukan
02. kalo operasi , berapa biayanya ?
lakshmi : Kalau soal biaya, lebih baik Pak Eddie tanya ke RS yang bersangkutan. Biasanya beda-beda antara RS swasta dan pemerintah.
03. Yang dioperasi itu di paha ato di perut sih dokter ?
lakshmi : Selintas melihat ceritanya Pak Eddie, besar kemungkinan operasinya hanya di paha tidak sampai ke perut
04. Operasinya butuh berapa lama ? Bahaya kayak ya ?Takut terjadi komplikasi setelah operasi.
lakshmi : kalau memang benar tumor yang harus di eksisi/insisi biopsi atau benjolan
itu hernia operasi tidak sampai 1 jam.
Setiap operasi apapun selalu mempunyai komplikasi ... dokter akan menjelaskan komplikasi sebelum menjalankan operasi.
Jika benjolan tersebut memang sudah indikasi untuk operasi, justru sangat berbahaya jika tidak dilakukan operasi.

Thanks.
RgdsEddiePontianak

Jumat, 14 April 2006

SEPUTAR CERITA TENTANG PAYUDARA


Beberapa kelainan pada payudara yang WAJIB diperiksakan lebih lanjut ke Dokter
1. Benjolan pada payudara
Berupa benjolan nodul, asimetris atau simetris, abses /peradangan yang dengan antibiotik tidak menyembuh serta benjolan berupa kista
2. Nyeri pada Payudara
3. Keluarnya cairan tidak normal / abnormal pada puting payudara
4. Retraksi atau distorsi puting (puting masuk kedalam), eksim pada puting.
5. Perubahan warna dan kontur kulit payudara
ABSES / NANAH PADA PAYUDARA
Merupakan komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada minggu ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.

Pada lokasi payudara yang terkena akan tampak membengkak, kemerahan, nyeri dan teraba masa yang fluktuatif / ‘empuk’
Kadang-kadang keluar cairan nanah melalui puting susu.
Bakteri terbanyak penyebab nanah pada payudara adalah stafilokokus aureus dan spesies streptokokus.

Terapi : Evakuasi abses dengan cara dilakukan operasi (insisi abses) dalam anestesi umum.
Setelah diinsisi, diberikan drain untuk mengalirkan sisa abses yang ‘mungkin’ masih tertinggal dalam payudara.
Abses / nanah kemudian diperiksa untuk kultur resistensi dan pemeriksaan PA.
Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain dipasang drain juga dilakukan bebat payudara dengan elastic bandage.
Setelah 24 jam tindakan, pasien kontrol kembali untuk mengganti kassa.
Pasien diberikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit.

TUMOR PAYUDARA
adalah benjolan abnormal yang terdapat pada payudara. Tumor terbagi atas tumor jinak dan tumor ganas. Tumor ganas payudara disebut sebagai kanker payudara

Untuk mendeteksi DINI adanya kanker payudara maka :
Teratur melakukan SADARI (perikSA payudaRA sendiRI) setiap bulan sekali.
Dilakukan beberapa hari setelah menstruasi selesai. Disaat payudara tidak dalam keadaan membengkak dan tegang seperti pada waktu mens.
Jangan panik jika menemukan benjolan pada payudara. Segera periksa lebih lanjut ke dokter.
Delapan dari 10 kasus benjolan pada tumor adalah tumor jinak.
Usia lebih dari 40 tahun ditambah dengan secara teratur melakukan mamografi

Tehnik SADARI
Langkah PERTAMA
Berdiri didepan cermin, dada dibusungkan dan tangan diletakkan di pinggang.
Perhatikan UKURAN, BENTUK dan WARNA payudara, serta puting.
Wajib memeriksakan ke dokter, jika ada kulit payudara pada satu tempat ‘masuk’ kedalam, berkerut, kemerahan , terdapat luka yang sulit menyembuh atau membengkak. Puting susu retraksi/masuk kedalam atau letak abnormal.

Langkah KEDUA
Kemudian angkat tangan, perhatikan payudara seperti pada langkah pertama diatas.
Kemudian tekan / pencet puting susu. Jika ada cairan abnormal yang keluar, maka segeralah periksakan diri ke dokter.


Langkah KETIGA

Berbaring dengan tangan (pada sisi yang sama dengan payudara yang akan diperiksa) , diletakkan dibawah kepala. Tangan kiri dipakai untuk memeriksa payudara kanan begitu sebaliknya.
Raba seluruh payudara (seperti pada gambar) mulai dari atas kebawah, sisi kiri ke sisi dalam, dari lekukan ketiak sampai kearah payudara. Bisa juga mulai dari puting, dengan arah melingkar terus sampai ke sisi luar lingkaran payudara.
Pastikan seluruh payudara terdeteksi, raba dengan kekuatan yang ringan, halus tapi mencapai seluruh kedalaman payudara (bisa merasakan tulang iga dibelakang payudara)

Langkah KEEMPAT

Langkah terakhir, lakukan dengan berdiri atau duduk. Lakukan perabaan seperti pada langkah ke tiga.
Beberapa wanita sering melakukan pada waktu mandi, karena lebih mudah melakukan perabaan payudara dalam keadaan kulit payudara basah.
Secara berkala memeriksakan diri ke dokter, terutama jika mempunyai FAKTOR RESIKO terkena kanker payudara.

FAKTOR RESIKO KANKER PAYUDARA, hubungannya dengan

1. Usia Penderita ( lebih dari 30 tahun )
2. Usia melahirkan anak pertama
3. Tidak / belum menikah
4. Tidak memiliki anak
5. Riwayat menyusui
6. Riwayat menstruasi (mencakup usia menstruasi pertama kali, keteraturan siklus menstruasi, dan menopause usia berapa)
7. Riwayat pemakaian obat hormonal
8. Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain
9. Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor kandungan
10. Riwayat pernah mendapat pengobatan radiasi di dinding dada

Pemeriksaan Histopatologik atau PATOLOGI ANATOMI (PA)
Adalah pemeriksaan gold standard untuk menentukan jenis tumor payudara. Setiap tumor pada payudara harus di ambil / BIOPSI dengan jalan operasi, kemudian diperiksakan ke bagian PA.

Setelah melakukan operasi / eksisi-insisi biopsy Tumor Payudara
1.Elastic Bandage dipakai sampai 24 jam setelah operasi, bisa dibuka atas rekomendasi dari dokter yang mengoperasi.
2.Obat-obatan oral/yang diminum harus dihabiskan dan luka di rawat terbuka
3.Hasil lembaran PA (pemeriksaan jaringan tumor) HARUS DISIMPAN, jangan sampai hilang (kalau perlu di foto kopi), untuk arsip. Sangat berguna untuk tindakan pengobatan selanjutnya.

Jika hasilnya TUMOR JINAK maka :
Setiap bulan sekali melakukan SADARI
Setiap enam bulan sekali kontrol kembali pada dokter yang melakukan operasi

Jika hasilnya TUMOR GANAS maka :
Ikuti petunjuk dokter, tindakan terapi selanjutnya yang sesuai dengan stadium tumor yang bersangkutan.
Apakah harus di operasi (mastektomi simple atau mastektomo radikal) dan kemudian dilanjutkan dengan pengobatan sitostatika dan radiasi ATAU tanpa dioperasi tapi dengan pengobatan hormonal dan sitostatika (mengingat stadium kanker yang sudah berat).

Ada yang ingin berbagi soal Tumor Payudara ?

Kamis, 13 April 2006

PARONYCHIA
Sering disebut juga cantengan ...
Ada cuplikan obrolan email soal cantengan ....

From: Alida Susanti To: Lakshmi Nawasasi
Sent: Tuesday, April 11, 2006 11:24 AM
Subject: dear dokter bedah, plz advicenya...thnx

(dok, koq blognya ga bisa post comment ya? jd japri aja ya dok)
bgini...pas lg cuti lahiran, saking sibuknya ga perhatiin nih ama jempol kaki hehehe kata org2 sih cantengan...slama ini ga pernah dok cantengan...biasanya kuku rajin saya potong,mungkin terakhir kali potong kuku jempolnya ga teratur ya jdnya ada kuku yg ga rata di potong trus pas numbuh makin lama makin keluar jalurnya alias nusuk ke daging, akhirnya jd bengkak dan bernanah.kesenggol dikit aaw sakiit bgt...saya termasuk org yg paling ga bisa nahan sakit yg 'hebat'...takut/ngeri deh.apalagi pas lahiran di induksi ga mules2 pas tambah dosis jd mules ruaaarrr biasa...ga nahan deh tersiksanya...trauma bgt dok,waduh jd ngelantur.gini,balik lg ke cerita saya ttg 'cantengan'...deket rmh saya ada dokter umum, krn ga bs ninggalin rmh lama2 jd akhirnya ke dokter di komplek aja...blio biasa nangani mshl sunat2an jg...pdhl tempat prakteknya biasa aja loh dok dan krg nyaman...koq bisa ya dok bedah-membedah dgn ruangan praktek yg tdk pas lah utk membedah anak di sunat.naah...akhirnya pas konsultasi,jempol saya hrs di bedah sedikit lah dikeluarin kuku yg keluar jalur dan udah nancep ke dagingnya.kunjungan ke 2 barulah saya bersedia utk di korek2 hehehee...bius sedikit katanya...trus tanpa assisten loh hebat ya dok...dikeluarin deh tuh kuku yg nyempil dan udah menusuk daging yg paling ujung itu loh,sambil berdarah2,emang sih rada meragukan ke-steril-an ruangan prakteknya wlpn msh layak....tp utk membedah? koq gmn gitu...maksudnya peralatan sterilnya itu looh...yaah saya ga ada pilihan lg en bingung hrs ke dokter mana.trus...dibungkus deh jempol kaki saya, kata blio 'dijamin deh ga bakalan cantengan lagi..'woooww makasih ya dok...pulangnya dpt resep AB dan bbrapa obat penghilang rasa sakit.naah,bbrapa bln kemudian...koq jempol saya cantengan lagi ya (tp saya ga menyalahkan dokternya looh)...memang saya aja yg motong kukunya ga rapi jd tuh kuku numbuh keluar lg dr jalurnya ato saya tll rajin memotong kuku ampe ujung2nya yg nyempil itu looh...sampe skr sih hanya saya tetesin dgn ASI memang takjub saya,cantengan ttp msh ada tp mengurangi rasa sakit dan mengurangi bengkaknya, jd tdk separah waktu pertama kali,pdhl klo disenggol sakit jg...tiap hr saya tetesin ASI jd minimal saya msh bisa beraktifitas tp tdk bs memakai sepatu yg ada 'hak'nya,klopun pake ga lama2...yg mau saya tanyakan :

1.jika saya nanti ke dokter lagi trus dibedah kcl,apakah saya hrs mengkonsumsi AB?
lakshmi : saya menjawab sesuai pengalaman di lapangan aja ya :) Untuk kasus ini (paronychia = cantengan) biasanya saya berikan AB yang topikal / salep di lukanya. AB minum ... bisa dikasih bisa tidak tergantung cantengannya. Kalo cantengannya banyak nanahnya atau cantengannya dengan disertai ada granuloma yang dieksisi ... harus saya kasih AB.
Amoksisilin aja cukup (BUSUI atau BUMIL kan ga papa minum amoksisilin)
2. klo stlh bedah kcl itu, wajarlah klo memang di resepkan AB tp koq kunjungan kontrol ke 2 di resepkan lagi,apa perlu diminum dok?
lakshmi : Bedah kecil cantengan maksudnya ?
Ya itu tadi tergantung cantengannya ... kalo nanahnya buanyaaak ya perlu AB minum. Tapi kalo ga ada nanahnya tanpa AB minum, cuma dikasih AB salep aja ...
3.sejauh mana ya pengaruhnya meminum AB sampe 2minggu,jika saya masih menyusui?
lakshmi : Ada AB tertentu yang memang di rekomendasikan untuk diminum oleh bumil dan busui (jika memang diperlukan). Untuk operasi kecil, saya jarang memberikan AB (apalagi sampai 2 minggu) kecuali kalau lukanya kotor.
4.tiap periksa ke blio sll disuntik pantat saya, klo ditanya menurut blio 'ga apa2 koq'...soale galakan blio dok.kira2 suntik apa ya dok? perngaruh ke ASI saya ga dok?
lakshmi : Coba ditanyakan obat suntiknya obat apa ? mungkin cuma vitamin aja ? pake di skin test segala ga ?
5. kira2 saya hrs ke dokter apa ya ,krn cantengan saya timbul lagi,kpn sembuhnya ya dok klo cantengan mll?ada solusi ga dok?
lakshmi : Kalau cantengan timbul lagi yaa harus ke dokter bedah lagi di operasi lagi ...
Kalau kambuhan begitu pasti ada granuloma atau kulit samping kuku yang meninggi ... jadi seharusnya waktu di operasi kemarin, bagian kulit yang meninggi itu harus sekalian di reparasi / di plasty sehingga ga terjadi kekambuhan lagi.

Ada lagi produk dari gehwohl (biasanya dijual di apotik century), katanya ada cairan untuk melunakkan kuku sehingga ga akan terjadi cantengan lagi ... tapi untuk produk ini saya belum yakin apakah betul atau ga ... tapi iklannya sih bilangnya begitu .. :)
Mungkin bisa dicoba Mbak Alida, kalau berhasil melunakkan kuku sehingga ga menjadi cantengan lagi, boleh deh diinformasikan ke saya biar untuk referensi pasien yang lain :).

Ada yang ingin berbagi soal "cantengan" ??

Selasa, 11 April 2006

Vaksin MMR

Dengan Hormat,

Jujur saya dipusingkan dengan dua pendapat yang bertentangan tentang vaksin MMR. Sebagian berpendapat bahwa MMR pemicu Authisme sedangkan yang sebagian berpendapat sebaliknya.

Dua minggu yang lalu saya memberikan vaksin kepada anak saya yang berumur 4.5 th. Ketika melihat catatan kesehatan di buku, dokter anak kami kaget mengapa anak saya belum di berikan MMR. Saya agak berat menjawab walaupun sepatah kata yang keluar belum lengkap dokter yang bersangkutan telah memberikan saya ceramah panjang lebar dan dari nada bicaranya dan pandangan matanya memberikan isyarat bahwa dia sangat kesal dengan saya. Padahal belum lengkap kata-kata saya keluar dari mulut.

Pak Dokter memanggil saya KAMU. "Apa alasan KAMU ?". Meskipun sedikit risih tapi saya berusaha untuk sabar. Jadi sepanjang 20 menit itu habislah saya diceramahin. Jawaban pendek saya yang mengatakan bahwa kita tidak bisa menutup mata bahwa antara para dokter juga ada perbedaan pendapat berbuntut kepada cerita ttg siapa saja yang tidak setuju dengan Vaksin MMR termasuk menyebut seorang professor.

Di ujung pembicaraan saya hanya berkata "baiklah Dok saya akan belajar lagi soal ini maklum kedokteran bukan bidang saya namun Common Sense Logic saya bisa menerima kalau MMR bisa saja berpengaruh kepada sebagian kecil pasien. Di forum ini saya butuh masukan yang banyak soal MMR.


Terima Kasih.


Rudy Firmanto



Pak Rudy,

Baru saja saya coba search di Google tentang MMR vaccine. Banyak publikasi yang bermutu (dikeluarkan oleh Depkesnya Amerika, jurnal2 kedokteran ternama, ikatan dokter anak Amerika/AAP, dan berbagai sekolah kedokteran yang baik) yang membahas mengenai MMR dan autisme. Salah satunya ada website tentang keamanan vaksin (www.vaccinesafety.edu). Berikut saya coba copy headlines dari website tsb. Text lengkap dapat diakses dengan link dari website tsb.

MMR/MEASLES VACCINE

MMR Vaccination and Pervasive Developmental Disorders: no association. Smeeth, et al report that MMR vaccination is not associated with an increased risk of pervasive developmental disorders (PDDs). The authors studied 1294 affected children and 4469 controls in the General Practioners Database in the United Kingdom and "We have found no convincing evidence that MMR vaccination increases the risk of autism or other PPDs". (09-15-04) PubMed Abstract Lancet Institute of Medicine reports that MMR and thimerosal do not cause autism. The IOM committee concluded that the body of epidemiological evidence favors rejection of a causal relationship between the MMR vaccine and autism and between thimerosal-containing vaccines and autism. [link] May 17, 2004 Authors Retract Controversial Interpretation of 1998 Lancet Paper Linking MMR Vaccine to A New Syndrome of Bowel Disease and Autism. Statements from the authors and the Lancet editor. March 6, 2004

Investigations Reveal an Unreported Conflict of Interest and Problems With Reporting in Wakefield's 1998 Autism-MMR Study. Information on the investigation by The Lancet into problems with Andrew Wakefield's study. February 27, 2004.

Measles, Mumps, and rubella vaccination and bowel problems or developmental regression in children with autism: population study. This paper by Taylor et al in the [Feb 16 2003] BMJ adds to the growing body of evidence that show no involvement of MMR vaccine in the development of autism. The authors report on their investigation of 473 and conclude that their data shows neither a "new variant' form of MMR-associated autism nor evidence of MMR contributing to the onset of autism. BMJ 2003;324:393-6. PubMed Abstract BMJ MMR and autistic enterocolitis: consistent epidemiological failure to find an association. In a News & Commentary in Molecular Psychiatry [Feb 2003], Fombonne and Cook review a recent paper by Taylor et al on MMR and Autistic Enterocolitis. Fombonne and Cook review Taylor's paper as well as the hypothesis by Wakefield et al that speculated about a connection between MMR and autism and ask, "How many more well-powered epidemiological investigations ... will be necessary for this hypothesis to be completely discarded?". Molecular Psychiatry 2003;8:133-4

A Population-based study of Measles, Mumps and Rubella Vaccination and Autism. A Danish study provides strong evidence against a causal relationship between MMR vaccination and autism. Madsen et al. NEJM 2002;347(19):1477-82. PubMed Abstract NEJM

The risk of seizures after receipt of whole-cell pertussis or measles, mumps, and rubella vaccine. Barlow WE et al find no long-term adverse consequences from febrile seizures following administration of DTP and MMR vaccines. NEJM 2001;345(9):656-61. PubMed Abstract NEJM

Measles-Mumps-Rubella Vaccine and Autistic Spectrum Disorder: Report From the New Challenges in Childhood Immunizations Conference Convened in Oak Brook, Illinois, June 12-13, 2000. Pediatrics 2001;107(5). Halsey, Neal A.; Hyman, Susan L. The writers of this report reviewed over 1,000 references in the medical literature and determined that the available research does not support the hypothesis that MMR vaccine causes autism, autism spectrum disorders or inflammatory bowel disease. A complete copy of this report is available in the online version of Pediatrics at http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/abstract/107/5/e84.

PubMed Abstract Institute of Medicine (IOM) Committee Rejects Causal Relationship Between Measles-Mumps-Rubella Vaccine and Autism Spectrum Disorder At a public briefing on April 23, 2001 the Institute of Medicine's (IOM) Committee on Immunization Safety Review released a report in which they conclude that the evidence favors rejection of a causal relationship between the measles-mumps-rubella (MMR) vaccine and autism spectrum disorder, commonly known as autism.

The full text of the report is available at http://www.iom.edu/report.asp?id=4715

Evidence shows genetics, not MMR vaccine, determines autism (AAP News December 1999) by Charles G. Prober, MD, FAAP.

No evidence for measles, mumps, and rubella vaccine-associated inflammatory bowel disease or autism in a 14-year prospective study. (Lancet 1998;351:1327-8) (5-02-98) This Finnish study shows details of the 31 children who developed gastrointestinal symptoms after approximately three million were vaccinated. Dr. Peltola et al, after more than 10 years following adverse events associated with MMR vaccine, found no data showing an association between MMR vaccine and developmental disorders or inflammatory bowel disease.



Mungkin sebelum mempercayai suatu pendapat, ada baiknya kita belajar banyak terlebih dahulu. Jangan percaya publikasi yang tidak jelas atau kurang dapat dipertanggungjawabkan. Pilihan imunisasi ada di tangan orangtua, dokter hanya mengarahkan. Bagaimana pun juga, imunisasi itu perlu persetujuan orangtua (informed consent), termasuk menyetujui risiko2 (bila ada) yang mungkin terjadi akibat imunisasi. Kedokteran memang mungkin bukan bidang anda, tapi sebagai konsumen yang baik, tentu anda punya rasa ingin tahu agar bisa berdiskusi dengan efektif dengan dokter anda sehingga hasil pengobatan dapat optimal.

Semoga membantu.


Endah


Pak Rudy, sebenarnya dukun anak dikau nggak perlu gitu sewotnya sama dikau selaku ortu anak, soal jadwal imunisasi on schedule itu kan masalah hasil study epidemiologis semata. Kalo anak dikau belon di vaksin, kan tinggal diusulkan untuk dilakukan semata. Mengajak konflik dengan ortu anak nggak ada manfaatnya :).

eddyJP
Personal ID: eddyjp@cbn.net.id

Ya begitulah Pak...

Kalau sebagian dokter "professor S " yang disebut dokter saya juga berpendapat bahwa ada pengaruhnya,...apalagi saya yang gak punya background kedokteran.

Anyway saya akan banyak belajar masalah ini..

RF

Sabtu, 08 April 2006

Mohon Pencerahannya

Dear All Mohon maaf , saya calon bapak baru yang awam Mohon Penceraham Pembaca Kl orang Hamil muda sekitar 2 bulan. Boleh tidak bepergian dengan naik motor........? Ada yang bilang tidak boleh naik motor.dan ada juga yang memperbolehkan nya. Karena ketidak tahuan saya tentang hal tersebut berefek Silahturahmi kepada Mertua Yang jaraknya CIGANJUR - KEBAYORAN Sudah tidk terlaksna. Karena Ada perasaan takut dan khawatir terhadap kandungan istri saya jika naik motor kena goncangan-2 Mohon pencerahan neters semuanya Salam tonce

Sharing ya Pak,

Trisemester I kehamilan saya dulu beberapa kali naik motor dan alhamdulillah ndak ada masalah Pak. Boleh dibilang selama hamil, saya termasuk yg ndablek dan kl temen2 blg sih "hamil kebo" he he he ...

Tapi kl diliat dr pengalaman beberapa teman2 saya, beberapa dr mereka tdk cukup kuat utk naik motor pada dan selama masa kehamilan ... Entah itu karna rahim yg lemah atau disebabkan hal lainnya ...

Saran saya, coba bpk periksakan ke DSOG dan mintai pendapat blio, apakah kondisi kehamilan Ibu memungkinkan untuk naik motor? Dan kl memang jarak yg ditempuh cukup jauh (Ciganjur - Kebayoran jauhhhhhhh lho pak), meskipun secara fisik kita kuat dan kehamilan pun nda ada masalah, menurut saya cukup beresiko lho :-) ... Kalaupun memang ndak bisa naik kendaraan umum lainnya (mungkin karna repot ataupun Ibu ndak kuat karna hamil muda), ya acara silahturahmi di tunda dulu sampai kondisi Ibu memungkinkan dan saya yakin mertua Bpk pasti memaklumi keadaannya ...

Kl buat saya sih, yang penting niat baik kita utk bersilahturahmi itu sdh ada di dalam hati dan terhambat karena keadaan diluar kuasa kita, Insya Allah niat baik itu sdh dicatat dan di ketahui oleh Allah SWT ... Saya yakin, semua hal yang baik akan berbuah kebaikan juga :-) ...



salam,
Lia

*maaf kl ada yg krg berkenan*