Selasa, 30 November 2010

Surat Cinta H. Agus Salim kepada Istrinya

“Bismillahirrahmanirrahim’ MERDEKA! Dinda sayang, terima kasih atas surat Dinda yang menyenangkan hati itu. Dalam keadaan yang sesungguhnya merupakan bala, masih juga dapat kita menyaksikan nikmat Allah subhanahu wata’ala yang dalam kesukaran dapat juga memberi kelapangan. Kanda seperti yang sudah kerap dinda katakan, rupanya diperlakukan Allah dengan istimewa… sebab itu baiklah kita bersyukur memuji Allah Swt. atas rahmat karuniaNya yang terang terbukti dan dengan sabar menantikan dengan harap apa-apa takdirNya tentang itu. Sementara itu yakinlah Dinda akan cinta kasih sayang kanda dan terimalah peluk ciumku dengan salam dan doa”. Berkenaan dengan masa datang, tenangkan hati dengan harapan dan percaya kepada Allah swt. sabar dan tawakal…

(”Surat Cinta” H.Agus Salim kepada Istrinya)

Senin, 29 November 2010

Penanganan Autisme di Indonesia

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:

1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.

Materi 29 November 2010

File : Kuliah Pengantar Praktikum Biokim
1. Tata Tertib Biokim (Sorry, gak ada file)
2. Karbohidrat ( HERE )
3. Protein ( HERE )
4. Lipid ( HERE )
Ext : .ppt

File : Course Ilmu Farmasi
Dosen : Dra. Yul Mariyah, Apt, Msi
Ext : .ppt
HERE

Causes of Autism

Number of children affected by autism grew older. In Canada and Japan are at 40 per cent increase since 1980. In California alone in 2002 concluded there were 9 cases of autism per-day. With the growing method of diagnosis is almost certainly the number of children affected by autism will be found even greater. The amount mentioned above is very worrying given until now the cause of autism is still mysterious and a matter of debate among experts and doctors in the world.

For example, the debate that occurred lately revolves around the kemunkinan causes of autism caused by vaccination of children. Researchers from the UK Andrew Wakefield, Bernard Rimland of America to conduct research on the relationship between vaccination especially MMR (measles, mumps rubella) and autism. Other studies refute the results of the investigation but some autistic child's parents are not satisfied with such denials. Jeane Smith (USA) testified before the U.S. Congress: autistic disorders have become epidemic in this country - I and many parents of children with autism penderta believe that their children affected by autism is caused by a reaction from vaccination.
Many experts do the research and declared that the seed autism existed long before the baby was born even before vaccination. The disorder is confirmed in observations by several families of genes with autism. Patricia Rodier, embryologist from America that the correlation between autism and birth defects caused by thalidomide concluded that brain tissue damage may occur at the beginning of 20 days during the forming fetus. Another researcher, Minshew found that in children with autism affected the central part of the brain that controls memory and emotion becomes smaller than in normal children. This study concluded that the disorder of brain development has occurred in the third semester of pregnancy or during childbirth.
Karin Nelson, an American neorology investigate the protein entered the brain from blood samples newborns. Four samples of protein from normal infant has a small protein content but the next four samples have high protein content which was later found that infants with this high-protein content of the brain develop into autism and mental retardation. Nelson concluded that autism occurs before the birth of a baby.
Currently, researchers and autistic child's parents may feel relieved to recall the attention of major countries in the world of autism disorder became very serious. Previously, autism disorders are considered only as a result of treatment of an authoritarian parent to his son. In addition, advances in technology allow to perform research on the causes of autism are genetically and metabolically. In May 2000 the researchers in the United States found a pile of brain proteins in newborn infants who later developed into a child's autism. This finding may be key in finding the primary cause of autism so that preventive measures can be done.

Penyebab Autisme

Jumlah anak yang terkena autisme makin bertambah. Di Canada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Sebagai contoh, perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemunkinan penyebab autisme yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Penelitian lainnya membantah hasil penyelidikan tersebut tetapi beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Jeane Smith (USA) bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi - saya dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autisme disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autisme telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autisme dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autisme terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para peneliti dan orang tua anak penyandang autisme boleh merasa lega mengingat perhatian dari negara besar di dunia mengenai kelainan autisme menjadi sangat serius. Sebelumnya, kelainan autisme hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Disamping itu, kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autisme secara genetik dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autisme sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.

What is Autism ?

Autism is a complex developmental disorder in children, whose symptoms had occurred before the child reaches the age of three years.
The cause of autism is a neurobiological disorder that affects brain function in such a way that children are not able to interact and communicate with the outside world effectively.

Symptoms are very prominent is the attitude of children who tend not to care about the environment and people around him, as if refusing to communicate and interact, as well as live in his own world. Children with autism also have difficulty in understanding the language and communicate verbally.
Besides, often (self-stimulation behaviors) such as spinning, flapping like a wing-ngepakan hands, walking on tiptoe and so forth.
Symptoms of autism vary widely. Some children hyperactive and aggressive behavior or hurt themselves, but some are passive. They tend to be very difficult to control his emotions and often tempertantrum (crying and tantrums). Sometimes they cry, laugh or get angry for no apparent reason.
Besides different kinds of symptoms, intensity of symptoms of autism were also different, from very mild to very severe.
Because of the many differences between each individual, so this time is more common developmental disorders known as Autistic Spectrum Disorder (ASD) or Autistic Spectrum Disorders (GSA).
Autism can happen to anyone, regardless of skin color, socioeconomic status and education. Not all individuals ASD / GSA has a low IQ. Some of them can reach in higher education. Even some who have exceptional ability in certain fields (music, mathematics, drawing).
The prevalence of autism menigkat very worrying from year to year. According to the Autism Research Institute in San Diego, the number of individuals with autism in 1987 is estimated to 1:5000 children. This number increased rapidly and in 2005 has become a 1:160 children. In Indonesia there are no accurate data because there is no central registry for autism. But in Indonesia was estimated to number close to the above figures. Autism is more common in men than women, with a ratio of 4:1

Minggu, 28 November 2010

Apa Itu Autisme?

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.
 Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.

Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas.
Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.
Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA).
Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar).
Prevalensi autisme menigkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1


“Indonesia Siap Bersaing di SERP”

“Indonesia Siap Bersaing di SERP”

Jumat, 26 November 2010

Materi 26 November 2010

Waaaaah, ga kerasa sudah blok baru teman2 ^^

File : Kuliah Pengantar Blok Metabolisme
Dosen : Endang Hardjanti, dr
Ext : .ppt
Download HERE

Trouble? Tell me! :)

Immunisasi dan Bias Media Cetak

Buana Katulistiwa- Reaksi pejabat dan masyarakat di dalam dan luar negeri ternyata begitu luar biasa ketika dua kasus (spesimen virus) polio dikabarkan positif terjadi di Desa Girijaya, Sukabumi, Jawa Barat. Dari pejabat PBB dengan lembaga WHO, Amerika Serikat (AS), China, dan beberapa negara lainnya, hingga pers dalam dan luar negeri tiba-tiba begitu tertarik. Ada apa?

Merebaknya kasus ini, menurut sumber di Depkes RI, berawal dari adanya laporan yang menyebut adanya virus polio liar ditemukan di Kabupaten Sukabumi, dengan berdasarkan identifikasi awal adanya kasus lumpuh layu yang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.
Laporan ini kemudian direspon oleh Depkes dengan menurunkan tim bersama-sama dengan WHO pada 24-27 April 2005 ke kabupaten ini, termasuk ke 17 kabupaten/kota di Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Selain memantau, mereka juga memberikan imunisasi polio massal pada anak-anak balita di lokasi. Langkah-langkah ini, sesuai dengan standar yang ditetapkan WHO.
Nah, dari pemantauan inilah, tim menemukan enam kasus lumpuh layu lain di desa tersebut. Setiap kasus telah diambil spesimen yang diperlukan untuk konfirmasi laboratorium. Dari hasil investigasi tersebut diidentifikasi adanya virus polio liar yang diikuti dengan penyebaran setempat.
Untuk memastikan, spesimen virus dirujuk ke laboratorium polio rujukan internasional di Mumbai, India, sekaligus untuk dapat mengetahui jenis dan asal virus. Untuk penelitian lebih jauh, konon virus juga dikirimkan ke laboratorium di Atlanta, AS.
Lalu pada 2 Mei 2005, laboratorium Mumbai, mengkonfirmasikan bahwa adanya polio virus liar (wild poliovirus type 1) dari acute flaccid paralysis (AFP), dari satu anak perempuan berusia 18 bulan, yang belum pernah diimmunisasi polio. Kemudian pada 4 Mei 2005, dipastikan lagi virus yang sama mengidap seorang bocah perempuan berumur 20 bulan dari lokasi yang sama.
Yang menarik, hasil laboratorium itu, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Komunikasi Menteri Kesehatan Fahmi Achmadi, Rabu (4/5), virus itu berasal dari Afrika. Analisa lebih lanjut juga menyatakan bahwa virus itu menempuh perjalanan ke Indonesia melalui Sudan dan serupa dengan virus yang baru-baru ini ditemukan di Arab Saudi dan Yaman.
“Proses globalisasi menghasilkan banyak pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lain, dan beberapa diantaranya membawa penyakit menular,” ujar Fahmi Achmadi.
Media massa kemudian ramai-ramai memberitakannya. Mulai dari CNN, BBC, Washington Post, Washington Times, dan lainnya yang mengutip Associated Press(AP) atau sumber lain, termasuk media di dalam negeri yang menempatkannya pada halaman pertama. Dari pantauan Buana Katulistiwa, beberapa media lebih menyenangi konteks Afrika dan Timur Tengah yang disebut-sebut sebagai asal virus ini, tanpa diketahui interpretasi seperti apa yang dikehendaki para pembaca.
Tampak lebih ekstrim, misalnya, apa yang ditulis oleh AP yang mewawancarai Fahmi Achmadi. Kantor berita ini menulis otoritas (kesehatan RI), mengatakan bahwa secara genetis, asal penyakit itu adalah salah satu tempat di Nigeria, dimana bibit penyakit ini menyebar dengan cepat setelah kelompok Muslim di sana memboikot vaksin tersebut (seperti ada vaktor kesengajaan. Red)pada tahun 2003 akibat rumors yang sempat beredar bahwa vaksin itu adalah bagian dari rencana Amerika Serikat untuk membuat mereka tidak subur (tidak dapat memiliki keturunan) atau sengaja untuk menularkan AIDS kepada mereka.
Masih menurut berita AP- dengan menyebut sumber expert says (pendapat ahli -Red)- dari Afrika bibit penyakit ini singgah di Timur Tengah. Pekerja migran dari Indonesia di sana kemungkinan terkontaminasi sebelum kembali ke Indonesia.
Dikutip pula pernyataan pejabat medis WHO untuk immunisasi, Bardan Rana, mengatakan bahwa kasus virus polio liar di Sukabumi itu, 99 persen kemungkinannya berasal dari Arab Saudi. Virus telah dibawa oleh orang Indonesia yang terakhir ini ke Jawa Barat. Arab Saudi, begitu AP, adalah tujuan umum bagi orang-orang Indonesia yang melakukan perjalanan dalam jumlah besar untuk bekerja atau untuk melaksanakan ibadah haji, yang kemungkinan paling akhir dilakukan pada Januari.
“Ada banyak hubungan dengan orang yang datang maupun yang pergi,” kata Rana. Dan dia menekankan, bahwa virus mungkin telah menyebar dari Arab Saudi ke negara lain sebelum dia singgah ke Indonesia.
Berita itu nyaris menenggelamkan apa pernyataan Achmadi yang mengatakan, “Saya sangat yakin bahwa tidak akan ada masalah dalam mencegah penyakit ini.”
Yang tak kalah menarik, China yang pernah diserang SARS dan Flu Burung, juga ambil posisi cepat untuk mengontak Indonesia, untuk mengetahui seperti apa kasus polio yang tiba-tiba menjadi “buah bibir” dunia itu.
Setelah 10 tahun
Sebelum ini, Menkes Dr dr. Siti Fadilah Supari, SpJP mengatakan bahwa virus polio liar tidak pernah lagi ditemukan di Indonesia sejak tahun 1995. Hal ini berarti sudah ada sepuluh tahun rentang waktu kasus ini kembali muncul.
Namun demikian untuk menghapus virus polio liar dari Indonesia, Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) pada tahun 1995, 1996, 1997, dan di sebagian wilayah Indonesia pada tahun 2000 dan 2001. PIN Polio kembali dilaksanakan pada tahun 2002 untuk mempertahankan tingkat kekebalan anak terhadap ancaman virus polio liar. Setiap tahun, sekitar 90 persen bayi di Indonesia mendapatkan imunisasi polio rutin.
Untuk memastikan masih ada atau tidaknya virus polio liar serta deteksi dini masuknya virus polio liar dari negara lain dilakukan sistem pemantauan lumpuh layu terhadap anak dibawah usia 15 tahun yang sesuai dengan standar WHO. Sistem pemantauan ini berdasarkan penilaian pakar internasional pada tahun 2003 menunjukkan kualitas yang memadai untuk mendeteksi adanya penyebaran virus polio liar di Indonesia.
Mengantisipasi kasus yang terjadi di Sukabumi ini, Pemerintah Indonesia sendiri telah merencanakan untuk melakukan immunisasi terhadap 5,2 juta anak berusia di bawah lima tahun di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
WHO sendiri telah mencanangkan tahun 2008 sebagai tahun bebas polio di seluruh dunia. WHO bahkan telah menunjuk perusahaan PT Bio Farma sebagai penyedia vaksin polio injeksi, bukan hanya bagi konsumsi Indonesia, tapi di berbagai negara, sebagaimana pernah diakui oleh Dirut Bio Farma Marzuki Abdullah.
Negara endemik polio
Di seluruh dunia, masih terdapat 6 negara endemis polio yaitu India, Sudan, Nigeria, Afghanistan, Mesir dan Pakistan. Tetapi pada tahun 2004 dan awal tahun 2005, beberapa negara yang sudah bebas polio seperti Chad dan Yaman terserang kembali oleh virus polio liar yang berasal dari negara yang masih endemis polio. Termasuk, apa yang dikatakan pejabat WHO tadi, Arab Saudi.
Sementara untuk daerah-daerah lain di Indonesia, berdasarkan pantauan Buana Katulistiwa, belum ada laporan yang mengabarkan adanya kasus viruspolio liar seperti yang ditemukan di Jawa Barat.
Menurut data WHO, upaya pemberantasan polio global, (yang diprakarsai oleh The Global Polio Eradication Initiative yang diluncurkan tahun 1988) telah mampu mengurangi banyaknya kasus penyakit lumpuh dari 350,000 tiap-tiap tahun pada tahun 1988 menjadi 1,267 kasus pada tahun 2004.
Pada tahun 2005 ini, kasus polio yang tercatat per 4 Mei 2005 adalah: Nigeria 54 kasus (endemik), Sudan 24 kasus (re-established transmission), Yaman 22 kasus (impor), India 14 kasus (endemik), Pakistan 6 kasus (impor), Indonesia 2 kasus (impor), Ethiopia 1 kasus (impor), Kamerun 1 kasus (impor), Nigeria 1 kasus (endemik).
Menurut petinggi WHO, boikot atas immunisasi polio telah menyebabkan terjangkitnya penyakit menyebar seluruh benua, yang menyebabkan anak-anak mengalami penderitaan di berbagai negara yang tadinya sudah bebas polio.
Nah, bagaimanakah harus menyikapinya? Terserah kepada Anda. (da/bj)

Minggu, 21 November 2010

The Beauty of Bali

Bali is one of the islands in Indonesia are famous in the world, with diverse culture that thicker and natural beauty. This year my wife and I should be entitled the opportunity to Bali again, staying at Sri Phala hotel the best place near the beach of Sanur. Sri Phala belong to my friends who are now undergoing general surgery resident at the Medical Faculty of Udayana University in Bali. I love Bali;)


Rainbow on the Road to Sanur Beach


in front of Hard Rock Bali

Kamis, 18 November 2010

Ibu-ibu di AS Gugat Vaksinasi

Hidayatullah.com–Pemberian vaksin kepada anak-anak yang bertujuan meningkatkan kekebalan tubuh malah dirasa bermasalah. Itulah yang kini terjadi pada ibu-ibu di Amerika Serikat (AS). Mereka merasa bahwa vaksin dengan bahan pengawet thimerosal yang diberikan kepada anak-anak mereka telah memicu sindrom autisme.
Thimerosal adalah senyawa organomerkuri. Di AS, thimerosal biasa digunakan untuk antiseptik dan antifugal. Kandungan merkuri thimerosal bisa mencapai 49 persen.
Ibu-ibu yang merasa dirugikan kemarin mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengacara mereka berusaha menunjukkan bahwa bahan pengawet yang menggunakan merkuri dapat memicu gejala autisme.

Sebagai bukti nyata, seorang anak laki-laki dari Portland, Oregon, akan menjalani serangkaian tes untuk membuktikan hal itu. Pengacaranya menyatakan bahwa bocah tersebut sebelum divaksinasi dalam kondisi sehat, bahagia, dan normal.
Tapi setelah divaksinasi dengan thimerosal, kondisinya mengalami kemunduran. Jika hal itu terbukti benar, ratusan keluarga tersebut akan mendapatkan uang kompensasi.
Secara keseluruhan, hampir 4.900 keluarga telah mengajukan klaim ke Pengadilan Federal AS (pengadilan yang menangani klaim melawan pemerintah AS, Red). Mereka menyatakan bahwa vaksin tersebut menyebabkan autisme dan masalah-masalah saraf pada anak-anak mereka.
Pengacara dari keluarga yang mengajukan gugatan menyatakan bahwa mereka akan menunjukkan bukti bahwa suntikan vaksin yang mengandung thimerosal menyebabkan endapan merkuri di otak. Zat merkuri tersebut telah membangkitkan sel otak tertentu yang memicu autisme sehingga anak cenderung acuh.
“Di beberapa anak, ada cukup merkuri untuk membuat pola neuroinflammatory kronis yang dapat memicu penyakit autisme regresif,” ujar Mike Williams, salah seorang pengacara para ibu tersebut.
Badan ahli khusus dari pengadilan telah menginstruksi penggugat untuk melakukan tes untuk membuktikan teori penyebab autisme tersebut. Mereka juga menunjuk tiga ahli untuk menangani kasus itu.
Tiga kasus di kategori pertama pernah didengar dan diajukan tahun lalu, namun sampai saat ini belum ada keputusannya. Kasus yang disidangkan kemarin difokuskan pada teori kedua tentang penyebab autisme.
Teori tersebut menyatakan bahwa thimerosal yang terdapat dalam vaksin menyebabkan autisme. Para pengacara keluarga itu berharap bisa meyakinkan para ahli bahwa thimerosal menyebabkan peradangan yang memicu autisme regresif.
Namun, banyak di antara anggota komunitas medis merasa skeptis terhadap klaim tersebut. Mereka takut klaim itu akan mengakibatkan beberapa orang tidak melakukan vaksinasi atas anak-anaknya.
“Yang saya sayangkan adalah orang-orang yang antivaksin akan beralih dari satu hipotesis ke hipotesis berikutnya tanpa menengok kasus di belakangnya,” ujar Dr Paul Offit, direktur pusat pendidikan vaksinasi di rumah sakit anak Philadelphia.
Sebenarnya, beberapa tahun belakangan thimerosal telah dihilangkan dari standar vaksinasi anak-anak, kecuali dalam vaksin flu yang tidak dikemas dalam satu dosis. Pusat pengendalian penyakit AS (Centers for Disease Control/CDC) menyatakan bahwa vaksin flu yang mengandung thimerosal hanya tersedia dalam jumlah yang terbatas.
Pada 2004, institut obat-obatan di AS telah mengadakan penelitian tentang penggunaan thimerosal dalam vaksin. Berdasar penelitian tersebut, tidak ada bukti-bukti nyata yang menunjukkan bahwa penggunaan thimerosal dapat memicu autisme pada anak-anak.
Meski demikian, ratusan keluarga yang menuntut mempunyai pendapat berbeda. Berdasar pengalaman, anak-anak mereka menderita gejala autisme setelah pemberian vaksin dengan thimerosal tersebut.
Website yang dirilis pengadilan menunjukkan bahwa lebih dari 12.500 klaim telah diajukan sejak program vaksinasi dengan thimerosal pada 1987. Dari keseluruhan klaim tersebut, 5.300 klaim adalah kasus autisme dan lebih dari USD 1,7 miliar (Rp 15,7 triliun) telah dibayarkan. Website itu juga menyatakan bahwa saat ini lebih dari USD 2,7 miliar (Rp 24,94 triliun) dana yang berasal dari pajak pertambahan nilai telah disediakan untuk meng-cover jika terjadi masalah dalam program vaksinasi. [ap/cha/berbagai sumber/www.hidayatullah.com