Sabtu, 10 Oktober 2009

Perceraian yang memprihatinkan

Mega bintang, penyanyi, mega diva Kris Dayanti, bintang yang saya kagumi akhirnya mengakhiri keutuhan rumah tangganya bersama Anang. Berita yang sungguh memukul hati. Beberapa kali biografinya yang terbit, membuat saya salut akan usaha mereka berdua untuk menjaga keutuhan rumah tangga yang bertubi-tubi diguncang cobaan dan ujian. Bagaimana usaha mereka ketika puncak karier, puncak popularitas dan kecemerlangan, seperti pohon yang makin tumbuh sangat tinggi harus tegar melawan terpaan angin, badai, petir dan segala cuaca yang buruk, sungguh sesuatu yang luar biasa bagi saya. Bagaimana usaha mereka berdua, agar pohon rumah tangga itu tidak tercabut dari akarnya, akhirnya harus menyerah kalah oleh tornado dari luar yang membuat pohon rumah tangga mereka tercabik-cabik dan akhirnya tercabut dari dasarnya. Kesedihan, kemalangan dan luka yang luar biasa dalam dan perihnya. Hanya satu harapan saya buat kaum pemburu berita, agar mereka jangan seperti “burung pemakan bangkai” yang “mencabik-cabik” “hewan sekarat” sebelum musnah tercerai berai menjadi komoditas berita. Tidak ada lagi yang peduli lagi setelah semuanya habis jadi bahan berita. Ditinggalkan begitu saja. Tidak ada yang peduli bagaimana membalut dan merawat luka yang tersisa bagi pasangan selebritis, apalagi bagi anak-anak mereka. Saran saya, tidak semua statement salah satu pasangan selebriti yang sedang dilandai badai ini harus dijadikan berita utama. Saling balas statement, memancing permusuhan, dampaknya tidak baik bagi perkembangan anak-anak mereka yang tidak tahu sama sekali apa yang terjadi dengan orang tua mereka. Statement permusuhan yang di”blow up” akan semakin mempersulit akses anak-anak terhadap kedua orang tua biologis mereka, yang sangat mereka butuhkan untuk memantapkan proses tumbuh kembang yang mereka alami.

Acara infotainment tanpa berita retaknya rumah tangga artis, kayaknya hanya akan menjadi acara sambil lalu tanpa penonton yang signifikan. Ada dua kutub yang tampaknya menjadi ajang rasa ingin tahu masyarakat yang tersalurkan dengan bukti naiknya rating acara pemberitaan, yaitu pernikahan atau hubungan asmara di satu kutub dan perceraian di kutub yang lain. Ketika seorang selebritis, kepergok berduaan dengan kekasihnya, para paparazi, dengan rasa ingin tahunya akan mengejar dan mencari-cari info tentang keseriusan hubungan percintaan itu. Ketika para selebriti retak rumah tangganya sampai jatuh keputusan cerai, para paparazi, juga tak kalah seru dalam mengekspresikan rasa ingin tahunya karena berita perceraian itu, bila bisa diungkap hingga tuntas, tentu akan mampu meningkatkan rating pemberitaan bagi stasiun teve yang mampu meng”close-up”nya secara eksklusif.

Setelah era reformasi digulingkan dalam sepuluh tahun terakhir, berita infotaintment di setiap tahunnya selalu saja ada artis yang retak rumah tangganya dan berujung pada perceraian. Selalu saja ada yang bisa dipertontonkan drama perceraian di Pengadilan bagi pemirsa yang punya rasa ingin tahu yang tinggi. Sementara itu, di lapisan bawah seperti yang saya baca dari berbagai sumber juga terdapat kesejajaran antara apa yang terjadi di permukaan yang muncul lewat pengumbaran berita aib keluarga kepada khalayak dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari para “rakyat jelata”. Mengapa bisa terjadi sinkronisasi antara lapisan atas dan bawah tersebut dalam tren perceraian, akan tetap menjadi misteri buat sebagian orang yang meyakini bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti ada alasan rasionalnya. Tapi jangan dipikirkan terlalu mendalam lho! Saya tidak ingin Anda jadi stress setelah membaca ini.

Di Indonesia angka perceraian mencapai 200.000 kasus per tahun

Kejadian perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut Menteri Agama, di tahun 1998 rata-rata angka perceraian mencapai 20.000 kasus setiap tahunnya. Pada tahun 2008 ini, angka perceraian melonjak tajam menjadi 200.000 kasus dalam satu tahunnya. [1]Menurut Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar, saat ini, Indonesia berada diperingkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Menurut beliau pula "setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga".[2]



[1] BBC News, update at 16:02 GMT, Wednesday, 4 February 2009http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/7869813.stm

[2] Eramuslim.com Rabu, 15/08/2007 12:58 WIB www.eramuslim.com