Sabtu, 17 Februari 2007

Membalikkan telapak tangan bukan urusan yang mudah

Saat mengandung putera kami yang kedua… istri saya pernah terjatuh dari sepeda motor. Penyebab jatuhnya sangat sepele yaitu tabrakan dengan kambing…. ndak elite blas…!

Permasalahannya bukan pada elite atau tidak elite-nya penyebab jatuh… tetapi dampak dari jatuh dari sepeda motor… maklum istri saya termasuk seorang pembalap amatir yang profesional. Artinya bukan pembalap profesional alias amatir… tetapi setiap hari selalu ngebut seperti pembalap profesional yang latihan setiap hari…bahkan walaupun dalam keadaan hamil hingga enam bulan.

MAK DIAAR…

Seperti disambar petir di siang bolong.. kedua tangan istri saya mengalami patah tulang…di kedua pergelangan tangannya. Dan hasilnya dokter UGD di RS Ortopedi Surakarta, mempunyai opini harus dilakukan operasi. Tidak puas dengan pendapat dokter UGD tadi, kami mencoba mencari pendapat dokter ahli ortopedi masih di tempat yang sama.. dengan melihat argumentasi dan ketakutan akan nasib kehamilan dan anak yang dikandung akhirnya dokter tersebut memutuskan untuk cukup dilakukan reposisi tulang tanpa operasi.. cukup dilakukan gips luar tidak penuh.

Sebagai dokter yang sering melihat dan “memerkosa” pasien hingga kesakitan hebat… saya tidak tahan melihat penderitaan istri saya (yang juga dokter) saat dilakukan reposisi tulang. Bayangkan saja tangan dan lengan ditarik oleh dua orang perawat seperti orang yang melakukan perlombaan tarik tambang… menguras semua tenaga yang dimiliki… udah begitu… dokter ahli tulang tadi juga ikut menambahi dengan membelokkan pergelangan tangan, dengan kedua perawat masih dalam keadaan seperti orang yang lomba tarik tambang. Spontan istri saya mengerang kesakitan… padahal ketika melahirkan anak kami yang pertama.. kuat menahan rasa sakit tanpa mengerang kesakitan.. berarti sangat sakit.. sekali..

Perjalanan ternyata sangat panjang dan melelahkan…seperti tidak ada habisnya. Padahal dokter ahli tulang yang memimpin reposisi tulang tadi mengatakan “butuh waktu enam minggu”. Mengatakan “butuh waktu enam minggu” ternyata tidak semudah detail detik-detik yang harus dilewati. Detik-detik yang harus dilalui istri saya, sudah perut membuncit, masih mual-mual…harus dilengkapi penderitaannya dengan menikmati munculnya sensasi nyeri yang hilang timbul dari tulang dan jaringan lunak di sekitar patah tulang..

Saya pun dipaksa keadaan harus menemaninya dan merawatnya seperti seorang baby sitter yang merawat bayinya. Karena kedua tangan, pergelangan tangan hingga lengan sampai siku istri saya di-gips seperti “wayang orang”…jadi tidak bisa apa-apa selain semuanya harus saya bantu.

Ganti baju, memakai baju…ternyata mempunyai kesulitan tersendiri. Saya mengidentifikasi ada dua halangan… pertama, yaitu kedua tangan dan lengan yang terbelenggu oleh gips… dan kedua adalah perut yang membuncit..juga merupakan kesulitan tersendiri. Kalau menyuapin makanan merupakan acara seperti orang pacaran… tetapi kalau urusan membantu “pipis” “eek” hingga menyeboki-nya….lha itu butuh rasa kasih sayang dan cinta yang sangat luar biasa… sebuah ujian agar kami selalu bertambah mesra. Tahu sendiri kan kesulitan yang ini….orang hamil sebentar-sebentar kebles pipit… eh…keblet pipis.. bahkan dalam satu malam bisa dua sampai tiga kali…

Setelah detik-detik yang dilalui genap mencapai enam minggu… huaaah… lega rasanya… gips dibuka.. h…ha..aaah bisa tidur malam lebih nyenyak nih.. tanpa terganggu.. harus melakukan ritual “menurunkan” “menaikkan” “mendudukkan” “menyebok-i” “memberdirikan”… bayangan saya dalam hati… dan ternyata.. setelah gips dibuka.. tidak seperti yang dikira… membalikkan telapak tangan sangat susah dan selalu ada rasa nyeri yang menyelimuti… ternyata pepatah “ah itu urusan mudah cuman membalikkan telapak tangan saja” adalah SALAH BESAR. Bapak saya yang menderita stroke-pun tidak mampu membalikkan telapak tangan juga. Singkat cerita ada tambahan waktu atau injury time dua minggu hingga genap satu bulan hingga membuat “membalikkan telapak tangan” itu jadi mudah tanpa rasa sakit…

Alhamdulillah…. tinggal menunggu saat-saat melahirkan tiba.. perjalanan yang penuh dinamika..membelokkan arahnya tanpa disangka-sangka. Tekanan darah istri saya makin naik.. menginjak bulan kedelapan mendekati penuh..setiap minggu tensi naik 10 mmHg.. dan seminggu terakhir.. tensi 180/110 mmHg dan setiap pagi kelopak mata selalu bengkak seperti orang habis menangis… tidak tahan dengan kondisi istri yang penyakit kehamilannya didiagnosis pre-eklamsi mulai berat… saya berkonsultasi dengan dokter ahli kandungan yang merawatnya… dan akhirnya kami mau menerima keputusan untuk diakhiri kehamilannya dengan operasi Caesar.. saat dilakukan operasi Caesar.. tekanan darah masih terus menanjak hingga mencapai 210/120 mmHg.. saya sangat cemas dengan keadaan ini… akhir cerita keduanya selamat… sekarang anak kedua kami sudah berusia sebelas bulan dalam keadaan sehat…alhamdulillah..

MENGHINDARI OPERASI TULANG TIDAK DAPAT MENOLAK OPERASI CAESAR…

MEMANG SUSAH MENJADI PASIEN…