Seperti gunung es, kejadian gangguan stres pasca trauma ini banyak dialami manusia, lebih banyak dari yang dikenali karena berobat/menyampaikan keluhan.  Hal ini dikarenakan banyak sekali pengalaman yang berpotensi memunculkan PTSD.
Banyak dari kita memiliki  pengalaman-pengalaman traumatis – ditinggal oleh orang yang dicintai,  menderita penyakit serius, perceraian, kecelakaan, pelecehan seksual,  melihat kejadian mengerikan dan lain-lain. Pada saat itu, kita mungkin  akan merasa sangat gelisah atau takut, atau mengalami kesedihan yang  mendalam. Tetapi biasanya rasa sakit hati akan berlalu, dan kehidupan  menjadi lebih normal.
Namun pada sementara orang  yang mengalami suatu  kejadian yang menakutkan atau pengalaman yang mengubah situasi kehidupan  akan mengalami stress berat di mana ingatan-ingatan itu tidak  berkurang, bahkan untuk sesaat. Pada beberapa orang, pengalaman di atas  sangat ekstrem sehingga mereka tidak dapat menerima kenyataan yang  dialami. Seseorang yang merasa seperti ini mungkin menderita Post Traumatic Stress Disorder, atau PTSD.
A. Pengertian Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka (Cerney, dalam Pickett, 1998).  Kata trauma digunakan untuk menggambarkan kejadian atau situasi yang  dialami oleh korban. Kejadian atau pengalaman traumatik akan dihayati  secara berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga setiap orang akan memiliki reaksi yang berbeda pula pada saat menghadapi kejadian yang traumatik. Pengalaman traumatik adalah suatu kejadian yang dialami atau disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan dirinya (Lonergan, 1999). Oleh sebab itu, merupakan suatu hal yang wajar ketika seseorang mengalami shock baik secara fisik maupun emosional sebagai suatu reaksi stres atas kejadian traumatik tersebut. Kadangkala efek aftershock ini baru terjadi setelah beberapa jam, hari, atau bahkan berminggu-minggu.
Menurut Kaplan dan sadock (1997)  dalam bukunya synopsis psikiatri, pasien yang diklasifikasikan sebagai  penderita gangguan stres paska trauma, mereka harus mengalami suatu  stres emosional yang besar yang menyebabkan traumatik bagi hampIr setiap  orang.
Menurut Stamm (1999), stres  traumatik merupakan suatu reaksi yang alamiah terhadap peristiwa yang  mengandung kekerasan (seperti kekerasan kelompok, pemerkosaan,  kecelakaan, dan bencana alam) atau kondisi dalam kehidupan yang  mengerikan (seperti kemiskinan, deprivasi, dll). Kondisi tersebut  disebut juga dengan stres pasca traumatik (atau Post Traumatic Stress Disorder/ PTSD).
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa  PTSD adalah sejenis gangguan kecemasan umum yang berkembang setelah  mengalami kejadian yang menakutkan atau serangan fisik maupun perasaan  terancam. Dimana, gejalanya dapat berupa pengalaman kembali kejadian  traumatis, lebih sensitive, dan penumpulan emosi.
B. Penyebab PTSD
Seseorang mengembangkan PTSD adalah akibat  respon terhadap suatu trauma yang ekstrem – sebuah kejadian yang  mengerikan yang seseorang alami, saksikan, atau dipelajari, terutama  yang mengancam hidup atau yang menyebabkan penderitaan fisik. Pengalaman  tersebut menyebabkan seseorang merasakan takut yang sangat kuat, atau  perasaan tidak berdaya.
Kaplan dan Sadock (1997) mengatakan bahwa  gangguan stress paska traumatic dapat tampak pada setiap usia, namun  paling menonjol pada dewasa muda, karena sifat situasi yang  mencetuskannya. Untuk wanita, paling sering adalah penyerangan dan  pemerkosaan. Jumlah perempuan yang mengalami trauma adalah dua kali  dibandingkan dengan kaum pria. Gangguan kemungkinan terjadi pada mereka  yang sendirian, bercerai, janda, mengalami gangguan ekonomi, atau  menarik diri secara sosial.
C. Gejala PTSD
Gejala-gejala Stres pasca trauma adalah sebagai berikut:
1.      Terdapat stressor yang berat dan  jelas (kekerasan, perkosaan, bencana, perang,dll), yang akan menimbulkan  gejala penderitaan yang berarti bagi hampir setiap orang.
2.      Penghayatan yang berulang dari trauma itu yang dibuktikan oleh terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut:
- Ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu
 - Mimpi-mimpi yang berulang dari peristiwa itu
 - Timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan, seolah-olah peristiwa traumatic itu sedang timbul kembali, karena berkaitan dengan suatu gagasan atau stimulus/rangsangan.
 
3.      Penumpulan respon terhadap dunia luar atau  berkurangnya hubungan dengan dunia luar, yang mulai beberapa waktu  sesudah trauma, dan dinyatakan paling sedikit satu dari hal berikut:
- Berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas yang cukup berarti
 - Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain
 - Afek (alam persaan) yang menyempit atau afek depresif (murung,sedih, putus asa)
 
4.      Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada sebelum trauma terjadi, yaitu:
- Kewaspadaan atau reaksi terkejut berlebihan
 - Gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang mengelisahkan)
 - Persaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang lain tidak, atau merasa bersalah tentang perbuatan yang dilakukannya agar tetap hidup
 - Kesukaran konsentrasi
 - Penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan tentang peristiwa traumatik itu
 
