Minggu, 12 September 2010

Orang Yang Jahat : Mengajaknya Bertaubat ataukah Membunuhnya ?


Tampak seseorang sedang berusaha membersihkan noda putih di kopiahnya. Setelah sekian lama tak kunjung hilang, ia pun bertanya kepada ibunya, ibunya menjawab: "Cobalah kamu bersihkan yang berwarna hitamnya bukan noda putihnya".

Akhirnya setelah ia menuruti saran ibunya, ia pun berhasil menyingkirkan noda pada kopiahnya yang ternyata aslinya berwarna putih, hanya saja kopiah itu sudah lama tidak dicuci sehingga kotoran semakin banyak menempel hingga nyaris menutupi seluruh permukaan kopiah tersebut sehingga tampak seperti kopiah yang berwarna hitam.

Andaikan saja orang itu tidak mau tekun bersabar, niscaya ia lebih memilih untuk membuang kopiah itu dengan sia-sia atau menyelupnya dengan warna hitam sehingga kopiah yang tadinya aslinya berwarna putih akhirnya selamanya menjadi hitam.

Mungkin kebanyakan dari kita melihat kesalahan seseorang sudah kita anggap sebagai kesalahan mutlak yang tidak punya peluang lagi untuknya bertaubat. Padahal siapa tahu pada kesempatan selanjutnya sang "penjahat" tersebut justru akan menjadi orang yang lebih sholeh dari kita, lebih baik dalam amalan ibadahnya dari kita, bahkan lebih paham lagi tentang agama dari kita.

Manusia pada fitrahnya diciptakan Allah Ta'ala bersifat hanif, cenderung pada kebaikan. Orang yang berbuat jahat bisa jadi karena ulah kita sendiri yang tanpa terlebih dulu memperhatikan apa yang memaksa dia untuk berbuat jahat. Tidak sedikit karena desakan ekonomi, tekanan psikologis atau pengalaman traumatis yang memilukan dan memalukan di masa kecilnya yang tidak normal, ataukah karena lingkungan dia hidup yang nyaris tanpa sentuhan dan kehadiran agama di lingkungan tersebut yang tentunya syiar agama ini adalah kewajiban kita semua bukan hanya para ulama.

Sifat kecenderungan menuju kebaikan ini dapat dicontohkan melalui kisah pembunuh 99 orang:

Dahulu di kalangan orang-orang kaum Bani Israil ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang.

Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber­pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab­kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka. Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-­jemarinya berbelepotan darah.

Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, terkejut, lagi ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang: "Apakah aku masih bisa diampuni?", Orang-orang berkata kepadanya: "Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni?" Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu.

Laki-laki pembunuh ini bertanya kepada rahib tersebut: "Wahai rahib ahli ibadah, aku telah mem­bunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?" Rahib itu menjawab: "Tiada ada taubat bagimu!"

Mendengar hal itu, laki-laki pembunuh ini pun menjadi putus asa dalam memandang kehidupan ini. Akhirnya ia pun membunuh rahib itu hingga genaplah jumlah orang yang dibunuhnya menjadi 100 orang.

Kemudian ia kembali kepada orang-orang untuk menanyakan hal yang sama: "Masih adakah jalan untuk ber­taubat bagiku?", orang-orang itu menjawab: "Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan."

Setelah ia menemui ulama tersebut ia berkata kepadanya: "Aku telah membunuh 100 orang yang terpelihara darahnya, maka masih adakah jalan taubat bagiku?". Ulama itu menjawab: "Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus".

Mendengar kabar gembira ini, ulama tersebut kemudian berkata: "Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, karena sebagian kampung dan sebagian kota itu adakalanya memberikan pengaruh untuk berbuat kedurhakaan dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti ini, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta menggampangkannya untuk melakukan tindakan menen­tang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masya­rakat yang di dalamnya ditegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para hamba. Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaullah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat"

Laki-laki pembunuh ini kemudian menuruti saran ulama tersebut untuk pergi dari kampung asalnya yang penuh kejahatan dan berpindah ke kampung lain yang berahlak baik.

Namun di tengah perjalanan menuju kampung yang dituju, ia wafat, maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab kepada jasadnya. Kedua malaikat itu kemudian terlibat perselisihan yang sengit saling memperebutkannya.

Malaikat rahmat berkata: "Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami."

Malaikat adzab berkata: "Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami."

Allah Ta'ala pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk menengahi persengketaan mereka: "Tahanlah oleh kalian. Hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara laki-laki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik"

Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, Allah memerin­tahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat. Menurut riwayat lain disebutkan bahwa sesungguhnya laki-laki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik.

Akhirnya, mereka menjumpai mayat laki-laki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.

Kisah laki-laki yang telah membunuh 99 orang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari, Muslim, dan Ahmad.

Cukuplah Allah Azza wa Jalla yang Maha Mengetahui dan yang lebih berhak untuk memutuskan apakah seseorang itu memang sudah buntu untuk diajak menuju yang benar sebagaimana kisah Abu Thalib paman nabi atau masih berpeluang untuk menjadi insan yang lebih baik lagi sebagaimana seorang Umar bin Khaththab.

Mari kita perhatikan bagaimana sikap Rasulullah saw. terhadap Umar ibn Khattab: Apakah mendoakan hukuman mati baginya atau mengharapkan agar Umar bertobat? Dengan segala keburukan Umar bin Khaththab, Rasulullah saw. masih berdoa agar Allah membalikkan hati salah satu dari dua orang yang sangat buruk perilakunya dan Allah mengabulkan doa itu dengan masuk Islamnya Umar bin Khaththab. Sejarah kemudian mencatat begitu besarnya kontribusi Umar bin Khaththab bagi Islam. Mengapa kita tidak bisa mengikuti suri tauladan ini, berdoa kepada Allah untuk keagungan Islam dengan mengharap agar orang yang berbuat dzalim atau jahat mau bertobat?

Begitupun dengan Khalid bin Walid yang dalam perang Uhud berperan besar dalam memporakporandakan pasukan pemanah muslim hingga di pasukan Rasulullah saw. banyak yang mati terbunuh termasuk pamannya yang begitu dicintainya, Hamzah. Tetapi setelah Khalid bin Walid masuk Islam, ia banyak menunjukkan prestasinya dalam kontribusinya bagi Islam sebagai panglima perang yang jenius dalam peperangan di Suriah dan melawan pasukan Romawi.

Seandainya saja muslim terdahulu termasuk Rasulullah saw. lebih memilih untuk langsung menghukum, niscaya tidak akan ada sosok Umar bin Khaththab dan Khalid bin Walid dalam sejarah Islam.



FIR'AUN PUN MASIH DIBERI KESEMPATAN

Seandainya kita hidup di jaman Fir'aun, lalu setelah kita melihat perbuatan dosa Fir'aun, niscaya kita akan menganggap Fir'aun tidak layak lagi untuk diampuni bahkan cenderung untuk langsung mendoakan adzab baginya. Tapi tidak demikian halnya dengan Allah SWT. yang justru lebih memilih mengutus Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. untuk mendakwahinya bahkan diperintahkan untuk berlemah lembut kepadanya:

"Pergilah kamu (Musa) beserta saudaramu (Harun) dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."
[Q.S. Thaahaa 20:42-44]



"YA ALLAH KUATKANLAH ISLAM DENGAN ABUL HAKAM BIN HISYAM ATAU DENGAN UMAR BIN KHATHTHAB"

Mengapa Rasulullah saw. memohon kepada Allah agar salah satu dua nama itu diberi hidayah untuk masuk Islam kemudian memperkuat perjuangan dakwah Rasululllah saw.?

Abul Hakam bin Hisyam adalah nama lain dari Abu Jahal yang sudah tentu kita kenal akan keberingasannya yang telah menyiksa dan membunuh orang-orang yang memeluk Islam di masa-masa awal dakwah Rasulullah saw. Mengapa nama Abu Jahal yang sudah jelas-jelas kejahatannya masuk dalam redaksi doa Rasulullah saw tersebut? Hal ini tentunya tidak akan dilakukan Rasulullah seandainya beliau beranggapan setiap orang yang jahat tidak punya potensi untuk bertaubat atau berbuat baik. Tetapi karena Allah adalah Tuhan yang membolak-balikkan hati dan yang berkuasa penuh dalam turunnya hidayah, maka Rasulullah saw. punya keyakinan bahwa sangat mudah bagi Allah SWT. untuk menjadikan Abu Jahal mendadak menjadi orang yang baik.

Dalam sejarah, baru diketahui kemudian Allah SWT. ternyata lebih memilih Umar bin Khaththab daripada Abu Jahal. Apakah Umar bin Khaththab adalah orang yang shaleh sebelumnya? Jawabannya tentu ada dalam kisah kehidupan Umar bin Khaththab sebelum masuk Islam.

Umar bin Khaththab termasuk tokoh yang paling keras dalam menentang dakwah Nabi Muhammad saw. Umar pernah menyiksa seorang budak wanita Bani Mu'ammal salah satu kabilah di suku Bani Adi. Budak wanita itu disiksa karena ia diketahui telah masuk Islam sehingga Umar menyiksanya hingga ia sempoyongan seraya berkata: "Aku tidak akan membiarkamu, hingga kamu terus-menerus sempoyongan".

Kisah ketegasan dan keberanian jahiliyahnya tergambar pula menjelang Umar akan mendapat hidayah dari Allah untuk masuk Islam:
Pada suatu hari, orang-orang kafir Quraisy bermusyawarah untuk menentukan siapakah di antara mereka yang bersedia membunuh Rasulullah. Umar segera menyahut, "Saya siap melakukannya!" Semua orang Quraisy yang hadir di pertemuan itu berkata, "Ya, memang engkaulah yang pantas melakukannya!"

Sambil menghunuskan pedang, Umar segera melangkah menuju kediaman Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam. Dalam perjalanan dia berpapasan dengan salah seorang dari Kabilah Zuhrah, yang bernama Sa'ad bin Abi Waqqas. Sa'ad bertanya kepada Umar, "Umar, engkau akan pergi ke mana?"

"Saya akan membunuh Muhammad!" Jawab Umar

Sa'ad berkata, "Jika demikian, Banu Hasyim, Banu Zuhrah dan Banu Abdi Manaf tidak akan berdiam diri atas perbuatanmu itu. Mereka pasti akan menuntut balas."

Mendengar ancaman seperti itu, Umar terkejut, lalu berkata, "Oh, nampaknya kamu pun telah meninggalkan agama nenek moyang kita. Kalau demikian, saya akan membunuhmu terlebih dahulu!" Sa'ad berkata, "Ya, saya memang telah masuk Islam."

Umar pun segera mencabut pedangnya. Sebelum bertarung dengan Umar, Sa'ad sempat berkata, "Lebih baik engkau mengurus keluargamu dulu, saudara perempuanmu dan suaminya juga telah memeluk Islam."

Tak terbayangkan kemarahan Umar ketika mendengar berita ini. la pun segera meninggalkan Sa'ad dan pergi menuju rumah saudara perempuannya. Ketika itu, di rumah saudara perempuan Umar ada sahabat Khabbab al-Arat. Dengan menutup pintu dan jendela, suami istri itu membaca ayat-ayat al Quran. Umar mengetuk-ngetuk pintu sambil berteriak supaya dibukakan pintu. Mendengar suara Umar, Khabbab segera bersembunyi.

Karena tergesa-gesanya, maka mushaf al Quran yang sedang mereka baca itu tertinggal. Ketika pintu dibukakan oleh saudara perempuan Umar. Umar memukul wajah saudara perempuannya itu sambil berkata, "Pengkhianat! Kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu!" Tanpa menghiraukan wajah saudara perempuannya yang berdarah, Umar masuk ke dalam rumah dan bertanya, "Apakah yang sedang kamu lakukan, dan siapakah orang yang suaranya aku dengar dari luar?"

"Kami hanya berbincang-bincang." jawab iparnya. Umar bertanya lagi, "Apakah kamu juga telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan memeluk agama baru itu?" Iparnya menjawab, "Bagaimana jika agama baru itu lebih baik dari agama dahulu?"

Jawaban ini menyebabkan Umar marah dan memukul iparnya serta menarik-narik janggutnya sehingga wajahnya berlumuran darah. Saudara perempuannya segera melerai, namun ia pun dipukulnya sehingga wajahnya berdarah. Sambil menangis, saudara perempuannya berkata, "Wahai Umar! Kami dipukul hanya karena memeluk Islam. Kami bersumpah akan mati sebagai orang Islam. Terserah padamu, kamu mau melakukan apa saja terhadap kami."

Ketika kemarahannya mulai mereda, Umar merasa malu dengan perbuatannya terhadap saudara perempuannya itu. Tiba-tiba ia melihat mushaf-mushaf al Quran yang ditinggalkan oleh Khabbab tadi, lalu berkata, "Bagus, sekarang katakan, apa lembaran-lembaran ini." "Kamu tidak suci, dan orang yang tidak suci tidak boleh menyentuh lembaran-lembaran ini" jawab saudara perempuannya.

Pada awalnya Umar belum siap untuk bersuci, namun akhirnya ia bersedia untuk mandi dan berwudhu, kemudian membaca mushaf-mushaf al Quran itu, surat yang dibacanya adalah surat Thaha. Umar membaca surat itu dari awal hingga akhir.

Kemudian Umar berkata, "Baiklah, sekarang antarkan aku menemui Muhammad." Mendengar kata-kata Umar itu, Khabbab segera keluar dari persembunyiannya sambil berkata, "Wahai Umar, ada kabar gembira untukmu. Tadi malam Rasulullah berdoa kepada Allah:


"Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar atau dengan Abu Jahal. Terserah kepada-Mu, siapa yang Engkau kehendaki." Sepertinya Allah telah memilihmu untuk memenuhi permintaan Nabi." Setelah peristiwa itu, Umar segera dipertemukan dengan Rasulullah pada hari Jumat shubuh, dan memeluk Islam saat itu juga.

Kaum kafir Quraisy merasa terpukul dengan keislaman Umar. Namun, jumlah kaum muslimin masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan kaum musyrikin di Makkah. Kafir-kafir musyrikin itu semakin keras usahanya untuk membinasakan kaum muslimin beserta agamanya, di sisi lain semangat kaum mulimin pun semakin bertambah. Dengan Islamnya Umar, kaum Muslimin bertambah berani dan mereka berani mendirikan shalat di Baitul Haram.

Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata, "Islamnya Umar merupakan kemenangan besar bagi kaum Muslimin, hijrahnya merupakan pertolongan bagi kami, dan pengangkatannya sebagai khalifah adalah rahmat bagi kaum muslimin."
Sosok seorang Umar bin Khaththab yang begitu keras dan yang juga penentang Islam, ternyata dengan iringan doa, maka ia pun berubah drastis menjadi sosok yang begitu tinggi kemuliaannya bahkan menjadi salah satu sahabat paling sering dan paling dekat dengan Rasulullah saw. Seandainya saja Rasulullah saw. lebih memilih untuk mendoakan turunnya hukuman kepada Umar, niscaya kalangan muslim tidak akan mengenal nama Umar bin Khaththab dalam sejarah perkembangan Islam.

Bukti-bukti kontribusi Umar bin Khaththab terhadap Islam tidak hanya dalam perkaran kekuatan perang saja, bahkan hingga menjadi asbab turunnya beberapa ayat al-Qur'an. Berikut kontribusi Umar terhadap Islam yang tercatat dalam sejarah:

  • Usulan Umar untuk menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat sholat dan kemudian turunlah firman Allah yang bersesuaian dengan usulan Umar tersebut [Q.S. al-Baqarah 2:125]
  • Usulan Umar tentang penggunaan hijab (tirai penghalang) pada istri-istri Nabi, turunlah firman Allah yang bersesuaian dengan usulan Umar tersebut [Q.S. al-Ahzab 33:53]
  • Peringatan Umar kepada kecemburuan beberapa istri Nabi dan turunlah firman Allah yang membenarkan peringatan Umar tersebut [Q.S. at-Tahrim 66:5]
  • Turunnya firman Allah yang menghalalkan mencampuri istri di malam-malam bulan Ramadhan setelah Umar menceritakan telah menggauli istrinya di malam hari di bulan Ramadhan kepada Rasulullah [Q.S. al-Baqarah 2:187]
  • Turunnya firman Allah yang membenarkan usulan Umar untuk lebih memilih mengeksekusi tawanan perang Badar yang tergolong sangat jahat ketimbang mengambil tebusan dari mereka [Q.S. al-Anfaal 8:67]
  • Umar pernah mengingatkan Rasulullah untuk tidak menshalatkan jenazah Abdullah bin Ubay karena ia termasuk orang-orang yang munafik, turunlah firman Allah yang membenarkan peringatan Umar tersebut [Q.S. at-Taubah 9:84]
  • Umar bin Khaththab adalah orang yang pertama kali mengusulkan pengumpulan al-Qur'an di satu tempat.
  • Umar adalah Amirul Mukminin (Khalifah) kedua yang dipilih menggantikan Abu Bakar.

Sebagai tambahan bagaimana sosok Umar bin Khaththab setelah ia masuk Islam tergambar dalam beberapa hadits-hadits berikut ini:

Salah Satu Calon Penghuni Surga

Dari Sa’id bin Zaid radhiallahu anhu, ia berkata: "Aku bersaksi atas nama Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, aku mendengar bahwa beliau bersabda: "(Sepuluh sahabat yang masuk surga adalah): (1) Abu Bakar (ash-Shiddiq); (2) 'Umar bin al-Khaththab; (3) 'Utsman (bin ‘Affan); (4) 'Ali (bin Abi Thalib); (5) Thalhah (bin 'Ubaidillah); (6) al-Zubair (bin al-'Awwam); (7) 'Abdurrahman bin 'Auf; (8) Sa'ad (bin Abi Waqqash); (9) Sa'id (bin Zaid); dan (10) Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah." [H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad]

Setan pun Menyingkir Dari Umar

Rasulullah saw. bersabda: "Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, kamu tidak akan menjumpai setan berjalan pada suatu jalan melainkan ia berjalan di jalan selain jalanmu (Umar bin Khaththab)" [H.R. Bukhari dan Muslim]

Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya aku melihat setan-setan jenis manusia dan jin berlarian dari Umar." [H.R. Tirmidzi]



TEGURAN ALLAH SWT DALAM DOA QUNUT

Pasca perang Uhud dan jelang perang Khandaq, sempat terjadi beberapa perang kecil dan dua di antaranya terdapat dua tragedi besar yang sangat memukul perasaan Rasulullah saw. yaitu tragedi ar-Raj'i dan Bi'r Ma'unah.

Tragedi ar-Raj'i bermula ketika penduduk Adhal dan Qarah meminta Rasulullah mengirimkan utusan muslim untuk mengajarkan agama Islam kepada mereka. Namun kedua kedua penduduk tersebut berkhianat dan dengan bantuan dari Bani Luhyan, semua utusan Rasulullah ini dibunuh saat tiba di ar-Raj'i.

Masih di bulan yang sama dengan tragedi ar-Raj'i, penduduk Najd meminta Rasulullah saw. untuk mengirimkan para muslim terpelajar dan para penghafal al-Qur'an untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Lagi-lagi para utusan ini dikhianati dengan kejam hampir semuanya dibunuh di Bi'r Ma'unah, dan para pelakunya adalah gabungan tiga kabilah dari bani Sulaim, yatu Ushayyah, Ri'l, dan Dzakwan.

Dua tragedi pembunuhan ini kemudian melahirkan apa yang kita kenal sebagai doa Qunut:

Dari Anas bin Malik, berkata: Rasulullah saw. pernah Qunut sebulan lamanya dalam shalat Shubuh sesudah rukuk yaitu mengutuk kabilah-kabilah Ri'lin, Dzakwan dan Ushayyah karena mereka mendurhakai Allah dan Rasul-Nya. [H.R. Muslim]

Tetapi dalam riwayat lainnya, turun firman Allah yang menegur doa Rasulullah tersebut:

Dari Abu Hurairah, katanya: Pernah setelah Rasulullah SAW selesai membaca "sami'allahu liman hamidah, rabbana lakal hamdu", kemudian beliau masih berdiri membaca doa:


"Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam, Iyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang mukmin yang lemah-lemah. Ya Allah, perberat siksa-Mu atas kabilah Mudhar, dan jadikanlah tahun-tahun mereka seperti tahun-tahun yang berat bagi Yusuf. Ya Allah, kutuklah kabilah-kabilah Luhyan, Ri'l, Dzakwan dan Ushayyah karena mereka mendurhakai Allah dan Rasul-Nya."


Kemudian kami mendapat kabar bahwa beliau meninggalkan doa itu setelah turun ayat Allah dalam Q.S. Ali 'Imran 128:


"Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim."
[H.R. Bukhari, Muslim, Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darami]

Sangatlah dimaklumi karena sebagai fitrahnya manusia, Rasulullah saw. marah dengan kabar telah terbunuhnya beberapa utusan muslim yang hendak mengajarkan agama Islam, namun ternyata Allah SWT. menghendaki agar beliau lebih bersabar lagi tidak cepat mengutuk mereka yang telah berbuat biadab tersebut. Sebagaimana Imam Jalalain menafsirkan Q.S. Ali 'Imran 3:128 sebagai berikut:

(Tak ada sedikit pun hakmu untuk campur tangan dalam urusan mereka itu) tetapi semua itu urusan Allah, maka hendaklah kamu bersabar (apakah) artinya hingga (Allah menerima tobat mereka) dengan masuknya mereka ke dalam agama Islam (atau menyiksa mereka, karena sesungguhnya mereka orang-orang yang aniaya) disebabkan kekafiran mereka.

Tak banyak yang dapat diceritakan tentang nasib dari keempat kabilah yang dikutuk tersebut, salah satunya pernahkah anda mendengar nama al-Khansa? ia adalah seorang wanita yang juga menjadi salah satu sahabat Nabi. al-Khansa sangat terkenal sebagai penyair terhebat di masanya dan Nabi pun mengakui kehebatannya. Setelah ia masuk Islam, mulai saat itu al-Khansa mempersembahkan kepiawaiannya dalam bersastra untuk kepentingan Islam. Ia dikabarkan juga ikut dalam beberapa peperangan hingga akhirnya meninggal dunia di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Salah satu kisah yang menakjubkan dari al-Khansa adalah ketika ia mengikhlaskan dan malah menyerukan semua keempat anaknya untuk berjihad di jalan Allah dalam perang al-Qadisiyyah, dan keempat anaknya mati syahid. Tatkala berita gugurnya keempat anaknya sampai telinga al-Khansa’, ia berkata: "Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap kepada-Nya agar mengumpulkanku bersama mereka dalam naungan rahmat-Nya."

Ada yang mengatakan al-Khansa berasal dari Bani Mudhar dan ada pula yang mengatakan berasal dari Bani Sulaim, yang pasti baik Mudhar ataupun Sulaim kedua-duanya disebut-sebut dalam doa Qunut Rasulullah. Mungkin seandainya saja Allah SWT. mengabulkan doa Rasulullah, bisa jadi kita tidak akan pernah mendengar sosok wanita hebat al-Khansa. Selain al-Khansa, dikenal pula penyair hebat lainnya yang juga berasal dari bani Mudhar yaitu al-Khutaiyah.




SUMBER:

[1] "Sirah Nabawiyah", Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury.
[2] "Puisi Arab Jaman Jahiliah", Arabic Poetry Club.
[3] "Al-Khansa: Ibunda 4 Mujahid", Jilbab Online.
[4] Tafsir Imam Jalalain.
[5] "Kisah Di Balik Masuk Islamnya Hamzah dan Umar", Abdurrahman Wahid Lc.
[6] Al-Qur'an Online + Murottal + Tafsir + Asbabun Nuzul.
[7] "Kisah Pembunuh 99 Orang", kisahislam.com