Senin, 06 September 2010

Belajar Dari Rencana Pembunuhan Rasulullah dan Paus Paulus II


RENCANA PEMBUNUHAN PAUS PAULUS II

Pada 13 Mei 1981, saat Paus Yohanes Paulus II (Pope John Paul II) berkeliling di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, tiba-tiba di antara kerumunan orang-orang, terjadi penembakan Paus Paulus II oleh Mehmet Ali Ağca, seorang militan Turki.



Percobaan pembunuhan itu nyaris saja membunuh Paus Paulus II, beruntung ia hanya terluka di lengan dan abdomennya. Sedangkan sang penembak, Mehmet Ali Agca, berhasil ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup oleh pemerintah Italia.



Dua hari setelah Natal, pada 27 Desember 1983, Paus menjenguk pembunuhnya di penjara. Keduanya bercakap-cakap dan berbincang-bincang beberapa lama. Dengan belaian kasih sayang, sang paus menyampaikan kepada pesakit tersebut bahwa beliau sudah berdoa kepada Tuhan agar dosa sang pembunuh diampuni. Komunikasi antar mereka berdua sangat mesra tanpa dendam.




Setelah pertemuan ini, Paus kemudian berkata: "Apa yang kita bicarakan harus merupakan rahasia antara dia dan saya. Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya maafkan dan saya percayai sepenuhnya." Pada kesempatan lain Paus Paulus II sempat dengan hangat menerima layatan ibu Mehmet Ali Agca.





RENCANA PEMBUNUHAN RASULULLAH SAW.

Pada suatu ketika, ada seseorang pergi ke Masjid Nabawi dengan tujuan ingin membunuh Rasulullah saw. Umar ibn Khaththab dengan nalurinya yang tajam segera menangkap gelagat yang mencurigakan dari orang tersebut, kemudian menangkapnya dan menemukan senjata tajam yang telah disiapkan untuk membunuh Rasulullah.

Ketika ditanya apa maksudnya datang ke Masjid Nabawi, dengan terus terang orang itu menyebutkan keinginannya untuk membunuh Rasulullah. Tentu saja amarah Umar ibn Khaththab meledak, Rasulullah mendengar keributan itu kemudian mendekat. Rasulullah bertanya, apa masalah yang terjadi. Dan Umar ibn Khaththab menjelaskan bahwa mereka menangkap seorang bersenjata yang berniat untuk membunuh Rasulullah.

Rasulullah memanggil orang itu dan bertanya langsung apa tujuan orang itu datang ke Madinah. Orang itu sekali lagi mengatakan dengan lantang tanpa rasa takut bahwa ia datang untuk membunuh Rasulullah karena ia sangat membencinya. Rasulullah berkata dengan penuh kasih sayang, "Bertobatlah dan selamatkan dirimu dari api neraka dengan mengucapkan dua kalimah syahadat."

Usulan ini ditolak oleh pesakitan tersebut. Umar ibn Khaththab menjadi tidak sabar dan mengusulkan agar pesakitan itu dipenggal. Rasulullah tidak memperhatikan usulan ini, malahan bertanya kepada pesakitan tersebut, "Engkau tampak lapar. Kapan engkau terakhir makan?" Pesakitan itu menjawab bahwa ia sudah dua hari tidak makan karena tidak mendapatkan makanan dalam perjalanan. Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyediakan makan bagi pesakitan tersebut.

Umar ibn Khaththab protes, "Mengapa kita harus memberi makan orang yang hendak membunuh engkau, wahai Rasulullah? Sebaiknya aku penggal segera orang ini."

Rasulullah saw. kembali memerintahkan para sahabatnya untuk menyediakan makan bagi orang itu. Setelah selesai makan, Rasulullah memanggil kembali orang itu dan menanyakan apakah demi keselamatannya dari api neraka pesakitan itu ikhlas untuk mengucapkan dua kalimah syahadat, yang sekali lagi ditolak oleh pesakitan itu.

Rasulullah saw. kemudian memerintahkan Umar ibn Khaththab untuk melepaskan orang itu. Tentunya menimbulkan keheranan bagi semua orang, seseorang yang berbahaya dan berniat membunuh Rasulullah dilepaskan? Tapi Rasulullah bersikeras agar orang itu dibebaskan, dan orang itu pun dibebaskannya.

Setelah keluar dari masjid Nabawi, orang itu berbalik kembali ke dalam masjid. Umar ibn Khaththab dan para sahabat segera meringkusnya kembali. Rasulullah saw. mendengar suara ribut-ribut itu segera mendekat dan menanyakan apa masalahnya. Pesakitan itu menjelaskan bahwa saat ini ia datang untuk mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan Rasulullah dengan ikhlas.

Rasulullah bertanya, "Mengapa tidak kau lakukan tadi? Bukankah aku sudah menawarkan keselamatan bagi dirimu dari api neraka sebanyak dua kali?"

Pesakitan itu menjawab, "Kalau saya masuk Islam pada kedua tawaran pertama itu, maka orang akan mengira bahwa saya masuk Islam karena dipaksa atau dalam keadaan tertekan. Sekarang saya adalah orang yang bebas, jadi saya tidak memiliki tekanan untuk memilih masuk Islam."


HIKMAH APA YANG BISA KITA AMBIL ?

Tentunya banyak sekali intepretasi hikmah yang dapat kita ambil dari dua kisah ini, dan hal ini tentunya kembali kepada diri kita sendiri. Salah satunya adalah menyelesaikan masalah dengan ahlak yang mulia kemudian ia menyikapinya dengan arif dan santun, maka hal itu akan lebih banyak memberikan manfaat (maslahat), di antaranya dengan kelembutan dan kasih sayang diharapkan orang-orang yang telah berbuat salah atau jahat akan menyadari kesalahannya dan bertaubat dari perbuatannya.

Allah SWT. mempersilahkan kita untuk menuntut hak Qishash sebagai sebuah hak yang telah didzalimi, namun memaafkan dan berbuat baik kepada pelakunya lebih dicintai Allah SWT:

"Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosa pun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan."
[Q.S. asy-Syuura 42:39-43]