Rabu, 15 September 2010

Bersilaturrahiim dan Membuka Dialog adalah Jalan Terbaik Menghadapi Perbedaan Pendapat


Andaikan saja Rasulullah saw. masih ada, niscaya beliau akan sangat bersedih dengan kondisi umat Islam sekarang ini yang saling menjatuhkan sama lain, Masya Allah...

Akhir-akhir ini saya merasa bersedih mendengar perbedaan pendapat di kalangan cendekiawan dan ustadz umat Islam yang kian hari makin tajam saja. Beberapa di antaranya ada yang berakhir dengan damai dan arif, sedangkan yang lainnya saya hanya bisa berdoa semoga Allah Ta'ala mempersatukan mereka dan lebih memperat persaudaraan di antara muslim yang berselisih.

Rasulullah saw. kini sudah tiada dan begitupun para sahabat, ta'biin, tabiuttabi'in yang merupakan generasi terbaik, kini sudah berlalu, oleh karena itu umat Islam di masa setelahnya akan selalu diliputi oleh kemungkinan adanya perbedaan pendapat.

Banyak faktor yang bisa memunculkan lahirnya perbedaan pendapat, di antaranya kehidupan manusia yang dinamis berubah setiap jamannya oleh karena itu tantangan dan permasalahan hidup yang dihadapi manusia pun semakin kompleks. Namun bagaimanapun kondisinya dan kapanpun adanya, umat Islam dibekali dengan agama Islam yang ajarannya bersifat universal dan tanpa batas waktu. Di sinilah setiap muslim di setiap jamannya, dituntut untuk selalu mampu menjawab "Apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim?" dengan kondisi saat ini yang begitu kompleks dan dinamis.

Dalam kondisi seperti ini tentunya bisa dimaklumi akan muncul beragam solusi. Karena adanya tuntutan untuk harus memilih, khasanah solusi yang begitu kaya akan ragam ini, pada kondisi tertentu bisa membawa kemajuan bagi peradaban umat Islam tetapi bisa berpotensi pula memecah belah umat Islam.

Menghadapi perbedaan pendapat di kalangan muslim akan lebih baik disikapi dengan arif dan bijaksana terlebih tetap memegang teguh rasa persaudaraan Ukhuwah Islamiyah.

Perbedaan pendapat akan menjadi suatu rahmat ketika di dalamnya yang berbeda pendapat mau saling bersilaturrahiim dan membuka dialog dengan disertai semangat persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim. Tanpa itu semua, perbedaan pendapat akan berujung pada perpecahan yang pada akhirnya akan dapat menjadi sebuah bencana.

Ketika yang berbeda pendapat mau saling bersilaturrahiim dan membuka dialog, diharapkan pihak-pihak yang berbeda pendapat bisa saling memahami pemikiran masing-masing, saling mengetahui apa yang menjadi titik permasalahannya, kemudian bersama-sama mencari solusi atau minimal titik tengahnya.

Saya sangat optimis dengan bersilaturrahiim dan membuka dialog disertai semangat persaudaraan "ukhuwah islamiyah" akan meminimalisir perpecahan di kalangan muslim.

Baru-baru ini saya sempat bersyukur dengan adanya upaya membuka dialog sesama muslim yang berbeda pendapat, sebagian di antaranya alhamdulillah bisa mencapai titik temu solusi, beberapa lainnya sedang menuju ke arah sana, dan khusus untuk beberapa kasus lainnya yang hingga kini masih berlarut-larut tidak ada penyelesaiannya, bagi saya, sebagai seorang muslim yang ingin agar saudara-saudaranya bisa hidup dengan damai dan harmonis, saling bahu-membahu satu sama lain, maka saya berdo'a kepada Allah SWT. agar berkenan mendamaikan mereka lagi, mempersatukan umat Islam lagi, dan mencurahkan kedamaian di lingkungan umat Islam agar tidak ada lagi perpecahan.



POLEMIK "PELATIHAN SHALAT KHUSYU" ABU SANGKAN DENGAN ABU UMAMAH

Mungkin nama Abu Sangkan sudah tidak asing di telinga kita, beliau adalah pencetus gerakan pelatihan shalat khusyu' yang di antaranya dituangkan melalui sebuah buku "Pelatihan Shalat Khusyu". Akhir-akhir ini metode shalat khusyu yang diajarkan Abu Sangkan mendapat kritik dari Abu Umamah Abdurrohim dengan merilis sebuah buku yang berjudul "Mengenal Lebih Dekat Abu Sangkan dan Buku-bukunya".



Dalam kapasitas saya sebagai muslim yang awam, sejujurnya saya sangat prihatin dengan kondisi seperti ini, dan saya sebenarnya sangat menyayangkan inisiatif Abu Umamah yang terburu-buru merilis buku kritisinya tentang metode Abu Sangkan.

Dampak dari terbitnya buku tersebut menurut pendapat saya justru akan menimbulkan polemik "kebingungan" di masyarakat, kebingungan bukan dalam artian mana yang benar saja, melainkan mengapa para ustadz-ustadz yang notabene keilmuan agamanya begitu mumpuni, malah memperlihatkan perbedaan yang tajam bukannya kearifan dan kedamaian.

Saya memegang teguh bahwa kebenaran bagaimanapun beratnya tetap harus ditegakkan, tetapi banyak jalan yang arif dan bijak untuk melaksanakannya. Sepanjang yang saya tahu, Rasulullah saw. begitu lembut dan arif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para sahabat.

Saya bersyukur Abu Sangkan melalui situs resminya, menyatakan itikad baiknya untuk membuka dialog dengan Abu Umamah (silahkan baca di sini). Mudah-mudahan pihak Abu Umamah mau merespon undangan dialog dari Abu Sangkan sehingga polemik perbedaan pendapat di antara keduanya segera berakhir dengan damai dan penuh persaudaraan.



ESQ ARY GINANJAR DENGAN MUFTI MALAYSIA DAN FARID A. OQBAH

Contoh kasus yang menurut saya dapat menjadi contoh bagaimana kalangan muslim yang berbeda pendapat pada akhirnya bisa rukun kembali menuju langkah yang lebih baik di masa ke depannya, seperti perkembangan kasus antara Ary Ginanjar dengan konsep ESQ-nya, dengan Mufti Malaysia yang sempat regang dengan adanya fatwa mereka yang menyebut apa yang diajarkan Ary Ginanjar adalah menyimpang.

Saya sangat menyambut baik adanya upaya dialog antara pihak Ary Ginanjar dan Mufti Malaysia bahkan dengan ustadz Farid Ahmad Oqbah, MA (Direktur Islamic Center Al-Islam Bekasi Indonesia) yang juga sempat mengkritisi ESQ dalam sebuah artikel di situs voa-islam.com.


Saya bersyukur perbedaan pendapat antara kedua pihak akhirnya bisa diselesaikan dengan arif dan damai. Hasil keputusan terbaru fatwa Mufti Malaysia yang akhirnya membolehkan ESQ dapat dilihat [di sini], sedangkan hasil dialog terbuka antara Ary Ginanjar dan ustadz Farid Ahmad Oqbah dapat dilihat [di sini].



INDAHNYA KEBERSAMAAN DALAM MEMAJUKAN KEHIDUPAN UMAT ISLAM

Seperti sebuah rangkaian biji tasbih, setiap biji tidak akan bisa menyebut dirinya sebagai tasbih melainkan ia harus bahu-membahu dengan biji-biji yang lainnya sehingga terbentuklah rangkaian tasbih yang solid.

Setiap muslim bahkan setiap manusia dibekali kelebihan, dan sebagai manusia, setiap ada kelebihan pasti di situ ada kekurangannya. Oleh karena itu kelebihan salah seorang muslim tidak seharusnya menjatuhkan kekurangan seorang muslim yang lain, tetapi sudah sepatutnyalah bisa menutupi kekurangan seorang muslim yang lainnya sebagaimana yang diserukan Rasulullah saw.

Umat Islam hanya akan bisa maju peradabannya bila bergerak secara bersama saling bekerja sama bahu-membahu.