Anda pernah jatuh cinta? pernahkah anda memikirkannya mengapa rasa  cinta dan sayang bisa timbul dalam diri anda? Dan mengapa rasa itu  begitu menggebu-gebu di usia remaja? Bagaimana rasa cinta itu muncul dan  mengapa bisa timbul?
"Jatuh cinta.. berjuta rasanya..." ini petikan lagunya Eyang Titik Puspa yang terkenal itu. Dan kata orang jatuh cinta itu sulit dijelaskan ya? Love is Blind, kata lagu juga. Siapa ya yang nyanyi?
Tapi, ngomong-ngomong, jatuh cinta bisa dijelaskan secara ilmiah menggunakan ilmu kimia. Perasaan  cinta dan sayang antara dua orang berlainan jenis timbul karena adanya  senyawa-senyawa kimia di dalam diri kedua orang tersebut. Salah satu  senyawa kimia itu disebut senyawa feromon atau biasa juga disebut hormon  pheromones.
Senyawa Feromon
Kata feromon (pheromone) berasal dari bahasa Yunani yaitu phero yang  artinya membawa dan mone yang berarti sensasi. Definisi dari senyawa  feromon adalah suatu zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan  dimiliki oleh semua makhluk hidup untuk mengenali jenisnya, lawan  jenisnya, individu lain di luar dirinya, dan kelompok lain. Zat ini  sangat membantu di dalam proses reproduksi makhluk hidup. 
Pada manusia, zat feromon ini dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang  berada di ketiak, wajah, kulit dan kemaluan. Senyawa pheromon ini akan  aktif ketika yang bersangkutan telah memasuki usia yang cukup (baligh).  Zat feromon bersifat kasat mata atau tidak terlihat, tidak memiliki  ukuran, tidak dapat dirasakan oleh panca indera manusia dan mudah  menguap.
Zat feromon paling sering dikeluarkan oleh tubuh saat tubuh  berkeringat dan juga dapat tertahan di dalam pakaian. Makanya ada wanita yang suka ntimpan pakaian pasangan yang digantung di kamar setelah dipakai. Hahaha..
Banyak ahli mengatakan bahwa senyawa pheromon memiliki andil dalam  menimbulkan rasa ketertarikan kepada lawan jenis. Rasa sayang, cinta,  gairah seks, rindu di timbulkan oleh senyawa pheromon.
Cara Kerja Feromon
Layaknya inisiator dalam reaksi kimia, pheromones dapat menimbulkan  rasa tertarik kepada lawan jenis baik itu secara seksual ataupun tidak.  Proses kerja feromon biasanya dimulai dari kontak mata, jika kontak mata  terjadi maka senyawa feromon akan tercium oleh organ tubuh manusia yang  sensisitif yaitu Vomerosonal Organ (VNO). VMO ini terdapat di dalam  lubang hidung dan terhubung ke dalam otak melalui jaringan syaraf.
Setiap feromon berhembus dari tubuh maka feromom ini akan tercium  oleh VNO dan akan diteruskan ke daerah hipotalamus yang juga mengatur  emosi manusia. Dan setelah menerima ransangan, otak akan memberi respon  balik dan akan mempengaruhi kondisi psikologis tubuh misalnya akan  terjadi perubahan detak jantung, nafas yang menjadi tidak beraturan,  suhu tubuh meningkat, keringat, dan lain-lain.
Faktor Senyawa Kimia Lain
Pada dasarnya proses pemberian respon dari hipotalamus untuk  melakukan perubahan psikologis emosi saat berdekatan dengan orang yang  dikasihi tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Disini setelah senyawa  feromon bertindak sebagai inisiator, maka selanjutnya hipotalamus akan  merangsang pembentukan senyawa kimia lain yaitu senyawa phenyletilamine  (PEA), dopamine, norepinephrine, senyawa endorfin, dan senyawa  oksitosin.
Senyawa-senyawa inipun akan bertindak sesuai fungsinya masing-masing.  Senyawa PEA, dopamine, dan norepinephrine memberikan respon  tersipu-sipu atau malu ketika berpandangan dengan orang yang dicintai.  Senyawa endorfin (endogenous morhine) akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan tentram.  Sedangkan senyawa oksitosin berperan dalam membuat rasa cinta itu rukun  dan mesra diantara keduanya.
Selanjutnya efek dari senyawa feromon dan senyawa-senyawa kimia lain  terhadap tubuh manusia dapatlah disamakan dengan efek narkoba.  Senyawa-senyawa ini akan membuat seseorang kecanduan sehingga ingin  melihat pasangannya atau orang idamannya sesering mungkin.
Perasaan jatuh cinta ini selang beberapa waktu akan menghilang  sedikit demi sedikit. Hal ini disebabkan produksi senyawa tersebut tidak  berlangsung terus menerus, kemampuan tubuh menghasilkan senyawa itu  mulai berkurang setelah dua sampai empat tahun. Akibatnya, rasa tertarik  pada seseorang pun mulai meluntur, terutama ketika tubuh tidak lagi  memenuhi kebutuhan PEA. Pada saat rasa ketertarikan itu kian meluntur,  maka otak akan tetap berusaha untuk memproduksi senyawa oksitosin selama  kedua pasangan berusaha untuk saling menyayangi dan setia.
