Minggu, 08 Januari 2012

Jatuh Cinta Itu Belum Mencintai

Gerimis sepanjang hari membuat saya memilih di rumah saja, sambil menikmati hangatnya suasana rumah, bercengkerama dengan keluarga. Mending nulis di fb dan blog. Di luar dingin, apalagi sambil ngemut es, hehe
Entah apa alasannya, nenek moyang kita membuat istilah ini: jatuh cinta. Nenek moyangnya orang bule membuat istilah yang sama: falling in love. Hanya mbah saya yang orang Jawa yang nggak kenal tiba ing tresna . Nek ana ya munine gedebug, kaya kuwe ndeyan yah?
Jatuh, dari rasa bahasanya saja sudah tidak enak. Jatuh itu sakit. Jatuh selalu bersifat pasif, atau terpaksa. Jatuh berkorelasi dengan posisi sebagai korban. Jatuh selalu ke bawah, ke posisi rendah.  Tidak ada yang enak ya?

Tapi terlanjur beken istilah jatuh cinta ini. Dan rupanya orang pada senang jatuh cinta. Kenapa ya? Mungkin Eyang Titik Puspa bisa mejawabnya..
Kata Eyang Titik Puspa mah gini: Jatuh cinta berjuta indahnya…  Oh, pantesan.
Jatuh cinta rupanya banyak memakan korban. Terpanah asmara, dirundung rindu, korban cinta, hancur hatiku karena cinta, itu adalah istilah yang sering saya dengar dan lihat dari keluhan pasien atau status facebook. Lagu dangdut putus cinta itu merupakan efek dari jatuh cinta ketimpa tangga.  Hehehe…
Jatuh cinta memposisikan seseorang sebagai korban, objek, tidak berdaya.
Berbeda dengan mencintai. Mencintai  itu membuat kita menjadi pelaku, subjek dan berkuasa.

Jatuh cinta, adalah permainan hormon. Tahukah kawan, yang membuat kau jatuh cinta adalah karena adanya peran hormonal di tubuhmu.  Pandangan mata membuat kesan pertama. Organ sensitif bernama VMO menangkap feromon lawan jenis dan  disampaikan ke hipotalamus. Disini setelah senyawa feromon bertindak sebagai inisiator, maka selanjutnya hipotalamus akan merangsang pembentukan senyawa kimia lain yaitu senyawa phenyletilamine (PEA), dopamine, norepinephrine, senyawa endorfin, dan senyawa oksitosin.
Senyawa-senyawa inipun akan bertindak sesuai fungsinya masing-masing. Senyawa PEA, dopamine, dan norepinephrine memberikan respon tersipu-sipu atau malu ketika berpandangan dengan orang yang dicintai. Senyawa endorfin (endogenous morphine) akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan tentram. Sedangkan senyawa oksitosin berperan dalam membuat rasa cinta itu rukun dan mesra diantara keduanya.
Selanjutnya efek dari senyawa feromon dan senyawa-senyawa kimia lain terhadap tubuh manusia dapatlah disamakan dengan efek narkoba. Senyawa-senyawa ini akan membuat seseorang kecanduan sehingga ingin melihat pasangannya atau orang idamannya sesering mungkin.
Tuh kan, rasanya macem-macem. Nggak sampai berjuta sih, tapi ya maklumlah,o rang lagi jatuh cinta kan memang suka lebay. Wong perasaannya sepuluh dibilang berjuta. Hehehe…

Cinta monyet memiliki mekanisme yang sama. Cinta Kingkong juga begitu. Dan kamu bukan nyemot, percayalah...
Makanya sob, jangan heran kalau waktu lagi jatuh cinta ngelihat genteng rumah si doi dari jarak jauh saja ada rasa mak serrrr… gitu ya karena ada anchor psikologis yang memicu sekresi hormon-hormon tadi. Ada yang bilang, setiap mengingatmu hatiku damai… gitu ya. Suisasuiiiiit... so suwiiit dah

Sayangnya hormon ini hanya seru di kisaran masa 2 hingga 4 tahun saja. Sesudah itu kadarnya berangsur turun bahkan hilang. Tepatnya bukan hilang, tetapi reseptornya sudah majal, kebal, tidak sensitif lagi.  Ini yang namanya  masa jatuh cinta, kali ya?  Hormon itu kan ngga stabil. Pasang surut.  Naik turun. Terus surut dan turun terus.
Orang pacaran, itu jatuh cinta doank! Bukan mencintai. Yakiiiiin dah! Habis hormonnya juga habis cinta gombalnya... sumpeh dah!
Jatuh cinta itu tidak stabil. Agar stabil, maka agama membuat solusi penyangga dengan pernikahan.
Orang yang pernikahannya berjalan setelah 5 tahun, nah itu baru mencintai. Namanya me- (perbuatan aktif) tentu punya effort ya?  Ya, itulah penyangga cinta. Setelah hormon-hormon  cinta itu habis, komitmenlah yang menjadi atap, tanggung jawab menjadi  penyangga, anak yang menjadi pengikat, tujuan bersama yang menjadi adonan unik menggantikan rasa yang berjuta itu tadi.

Mencintai itu lebih dewasa. Mencintai bukan cinta monyet. Mencintai itu bukan masalah rasa serrr… atau semacamnya. Mencintai itu bukan permainan hormon. Ia adalah karunia yang hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang matang. Mencintai itu sebuah bentuk tanggung jawab. Memberi. Tidak ada yang tersakiti dengan mencintai. Tidak ada yang jadi korban dengan mencintai. Tidak ada yang hancur dengan mencintai.
Ketika ada kegagalan, orang yang jatuh cinta rasanya terhempas. Sementara orang yang memilih cinta dengan me- lebih tegar, ia berani memikul tanggung jawab dan bangkit. Tidak merasa hancur, merasa sakitpun sekadarnya. Ia memiliki kemampuan sembuh lebih cepat.
Jadi, biarlah cinta monyet menjadi milik kaumnya. Hahaha… no offense lah.
Biarlah jatuh cinta dialami oleh orang yang membiarkan dirinya tanpa daya.
Mencintai, itulah arti kebahagiaan