Gerimis sepanjang hari membuat saya memilih di rumah saja, sambil  menikmati hangatnya suasana rumah, bercengkerama dengan keluarga.  Mending nulis di fb dan blog. Di luar dingin, apalagi sambil ngemut es,  hehe
Entah apa alasannya, nenek moyang kita membuat istilah ini:  jatuh cinta. Nenek moyangnya orang bule membuat istilah yang sama:  falling in love. Hanya mbah saya yang orang Jawa yang nggak kenal tiba ing tresna . Nek ana ya munine gedebug, kaya kuwe ndeyan yah?
Jatuh,  dari rasa bahasanya saja sudah tidak enak. Jatuh itu sakit. Jatuh  selalu bersifat pasif, atau terpaksa. Jatuh berkorelasi dengan posisi  sebagai korban. Jatuh selalu ke bawah, ke posisi rendah.  Tidak ada yang  enak ya?
Tapi terlanjur beken istilah jatuh cinta ini.  Dan rupanya orang pada senang jatuh cinta. Kenapa ya? Mungkin Eyang  Titik Puspa bisa mejawabnya..
Kata Eyang Titik Puspa mah gini: Jatuh cinta berjuta indahnya…  Oh, pantesan.
Jatuh  cinta rupanya banyak memakan korban. Terpanah asmara, dirundung rindu,  korban cinta, hancur hatiku karena cinta, itu adalah istilah yang sering  saya dengar dan lihat dari keluhan pasien atau status facebook. Lagu  dangdut putus cinta itu merupakan efek dari jatuh cinta ketimpa tangga.   Hehehe…
Jatuh cinta memposisikan seseorang sebagai korban, objek, tidak berdaya.
Berbeda dengan mencintai. Mencintai  itu membuat kita menjadi pelaku, subjek dan berkuasa.
Jatuh  cinta, adalah permainan hormon. Tahukah kawan, yang membuat kau jatuh  cinta adalah karena adanya peran hormonal di tubuhmu.  Pandangan mata  membuat kesan pertama. Organ sensitif bernama VMO menangkap feromon  lawan jenis dan  disampaikan ke hipotalamus. Disini setelah senyawa  feromon bertindak sebagai inisiator, maka selanjutnya hipotalamus akan  merangsang pembentukan senyawa kimia lain yaitu senyawa phenyletilamine  (PEA), dopamine, norepinephrine, senyawa endorfin, dan senyawa  oksitosin.
Senyawa-senyawa inipun akan bertindak sesuai fungsinya  masing-masing. Senyawa PEA, dopamine, dan norepinephrine memberikan  respon tersipu-sipu atau malu ketika berpandangan dengan orang yang  dicintai. Senyawa endorfin (endogenous morphine) akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan  tentram. Sedangkan senyawa oksitosin berperan dalam membuat rasa cinta  itu rukun dan mesra diantara keduanya.
Selanjutnya efek dari  senyawa feromon dan senyawa-senyawa kimia lain terhadap tubuh manusia  dapatlah disamakan dengan efek narkoba. Senyawa-senyawa ini akan membuat  seseorang kecanduan sehingga ingin melihat pasangannya atau orang  idamannya sesering mungkin.
Tuh kan, rasanya macem-macem. Nggak  sampai berjuta sih, tapi ya maklumlah,o rang lagi jatuh cinta kan memang  suka lebay. Wong perasaannya sepuluh dibilang berjuta. Hehehe…
Cinta monyet memiliki mekanisme yang sama. Cinta Kingkong juga begitu. Dan kamu bukan nyemot, percayalah...
Makanya  sob, jangan heran kalau waktu lagi jatuh cinta ngelihat genteng rumah  si doi dari jarak jauh saja ada rasa mak serrrr… gitu ya karena ada  anchor psikologis yang memicu sekresi hormon-hormon tadi. Ada yang bilang, setiap mengingatmu hatiku damai… gitu ya. Suisasuiiiiit... so suwiiit dah
Sayangnya  hormon ini hanya seru di kisaran masa 2 hingga 4 tahun saja. Sesudah  itu kadarnya berangsur turun bahkan hilang. Tepatnya bukan hilang,  tetapi reseptornya sudah majal, kebal, tidak sensitif lagi.  Ini yang  namanya  masa jatuh cinta, kali ya?  Hormon itu kan ngga stabil. Pasang  surut.  Naik turun. Terus surut dan turun terus.
Orang pacaran, itu jatuh cinta doank! Bukan mencintai. Yakiiiiin dah! Habis hormonnya juga habis cinta gombalnya... sumpeh dah!
Jatuh cinta itu tidak stabil. Agar stabil, maka agama membuat solusi penyangga dengan pernikahan.
Orang yang pernikahannya berjalan setelah 5 tahun, nah itu baru mencintai. Namanya me-  (perbuatan aktif) tentu punya effort ya?  Ya, itulah penyangga cinta.  Setelah hormon-hormon  cinta itu habis, komitmenlah yang menjadi atap,  tanggung jawab menjadi  penyangga, anak yang menjadi pengikat, tujuan  bersama yang menjadi adonan unik menggantikan rasa yang berjuta itu  tadi.
Mencintai itu lebih dewasa. Mencintai bukan cinta  monyet. Mencintai itu bukan masalah rasa serrr… atau semacamnya.  Mencintai itu bukan permainan hormon. Ia adalah karunia yang hanya dapat  dimiliki oleh seseorang yang matang. Mencintai itu sebuah bentuk  tanggung jawab. Memberi. Tidak ada yang tersakiti dengan mencintai.  Tidak ada yang jadi korban dengan mencintai. Tidak ada yang hancur  dengan mencintai.
Ketika ada kegagalan, orang yang jatuh cinta  rasanya terhempas. Sementara orang yang memilih cinta dengan me- lebih  tegar, ia berani memikul tanggung jawab dan bangkit. Tidak merasa  hancur, merasa sakitpun sekadarnya. Ia memiliki kemampuan sembuh lebih  cepat.
Jadi, biarlah cinta monyet menjadi milik kaumnya. Hahaha… no offense lah.
Biarlah jatuh cinta dialami oleh orang yang membiarkan dirinya tanpa daya.
Mencintai, itulah arti kebahagiaan
