Senin, 25 Juni 2012

Medical Cartel

Memimpikan IDI punya "power" seperti ini: ... What we have is a form of a "medical cartel,: which significantly restricts the supply of physicians, and thereby gives its members monopoly power to charge above-market prices for their services...

...In his classic book Capitalism and Freedom, Milton Friedman describes the American Medical Association (AMA) as the "strongest trade union in the United States"...


Ini yang disebut "sapu lidi gaya amrik".

Apa yang dilakukan AMA menekan pasar dengan membentuk "medical cartel"

adalah hal yang sangat alamiah dalam bisnis. Dokter tak tergantikan, berbeda dengan profesi guru misalnya: kalau mogok bisa diganti tentara. Kelemahan dokter Indonesia yang tidak punya daya tekan raksasa karena tidak bersatu secara ekonomis dalam IDI (sebagai trade union). Saatnya menghadapi raksasa BPJS, kita dokter merapatkan barisan dalam naungan IDI. Tidak ada kontrak kerja dengan siapapun tanpa melalui IDI, yang berani main sendiri, tak perlu dilindungi/diberi rekomendasi. Semua kokoh berdiri: PB, Wilayah, Cabang satu suara. Primkop-IDI sebagai badan khusus siap mendukung di semua tingkatan, siap terima komando.

Pembentukan kartel yang baik sudah cukup matang, kegerahan diekspresikan dalam berbagai bentuk: DPR, PB IDI, PDUI, PDKI, Sekjen, Wakil Ketua  (tulisan di Sindo), Demo dokter PTT, Panitia Adhoc untuk Muktamar, Panduan Kompensasi, ketidakpuasan/uneg2 di milis, blog, web dan banyak lagi, keresahan itu merata dan terasa di mayoritas anggota IDI yang ada di kota, di perifer, di daerah terpencil, tertinggal, di pulau2, perbatasan, merata semua.

Langkah menuju pembentukan kartel yang baik:

1. Kegerahan sudah terasa.

2. Moratorium semua kontrak kerja yang baru, yang sudah terjadi tidak apa2, kita review kalau sudah habis masa kontraknya (Kontrak dengan rumah sakit, klinik, instansi pemerintah, NGO, perusahaan swasta/BUMN, semua yang ada ikatan perdata).

3. Muktamar Dokter Makassar November 2012 menetapkan semua kontrak harus disetujui IDI, tidak sendiri2 ("sapu lidi").

4. Bikin lokakarya pembentukan prinsip2 dasar kontrak/ikatan perdata yang akan dipedomani oleh PB, Wilayah, Cabang. Kontrak satu paket dengan rekomendasi surat izin praktik. Pemberian rekomendasi hanya jika kepentingan anggota IDI terlindungi (kontrak kerja disetujui juga).

5. Kalau rikuh karena konsep "dokter baik, pedagang baik, tapi tidak baik kalau dokter-pedagang". Primkop-IDI sebagai badan khusus IDI yang memang "pedagang beretika" siap mendukung, bikin saja perwakilannya di cabang2, tentu lewat keputusan muktamar.