Sabtu, 02 Juni 2012

Bagaimana Cara Tepat Menangani Hipertensi?

Dok, bagaimana cara tepat menangani hipertensi dengan cara ilmiah? Terimakasih

Zen (Laki-laki Lajang, 21 Tahun), AdinXXXX@ovi.Com,
Tinggi Badan 170 cm, Berat Badan 55 kg

Jawaban

Dear Zen, terimakasih atas kepercayaannya kepada kami.

Sebelum menjawab permasalahanmu, ada baiknya kami jelaskan tentang angka kejadian di populasi masyarakat (epidemiologi), penyebab, komplikasi, dan klasifikasi hipertensi sebelum menuju pada penatalaksanaan atau solusi hipertensi.

Epidemiologi

Angka kejadian hipertensi pada penduduk berusia lanjut (lebih dari 59 tahun) mencapai 65,4%. Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan dibawah 140/90 mmHg.

Riset di Amerika Utara telah menunjukkan bahwa hipertensi adalah kontributor utama pada 500.000 kasus stroke (dengan 250.000 kematian) dan 1 juta kasus infark miokard (dengan 500.000 kematian) per tahun.

Di Indonesia, penderita hipertensi yang berobat teratur di Puskesmas sekitar 22,8% sedangkan yang tidak teratur mencapai 77,2%.

Penyebab

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi disebabkan oleh multifaktor antara lain:

1. Obat-obatan (golongan NSAID, kontrasepsi oral, steroid, liquorice, golongan sympathomimetics).
2. Penyakit atau kelainan ginjal (ada riwayat keluarga, pernah sakit, sedang sakit, ada protein di dalam kencing atau proteinuria, ada darah di dalam kencing atau haematuria, ginjal teraba: pada kasus polycystic, hydronephrosis, atau keganasan/neoplasm).
3. Penyakit atau kelainan renovascular (misalnya: abdominal/loin bruit)
4. Phaeochromocytoma (gejala-gejala paroxysmal)
5. Sindrom Conn (tetany, kelemahan otot, polyuria, hypokalaemia)
6. Coarctation (radio-femoral delay atau pembuluh nadi di tulang paha lemah)
7. Cushings (penampilan secara umum)
8. Ada pula kecenderungan genetik. Menurut riset genetika dan biologi molekuler, polymorphisms dan mutasi gen seperti: angiotensin gene, angiotensin converting enzyme, B2 adrenergic receptor, adducin, angiotensinase C, renin binding proteins, G-protein B3 subunit, atrial natriuretic factor, dan insulin receptor juga berhubungan dengan perkembangan essential hypertension.

Komplikasi

Bila tidak ditangani dengan baik, maka hipertensi bisa berkomplikasi di otak (salah satunya berakibat stroke), penyakit jantung, dan berbagai penyakit ginjal lainnya. Memang sih, pada awalnya hanya ada gejala sakit kepala (pusing), gangguan penglihatan, mata berkunang-kunang, bahkan beberapa orang belum merasakan gejala atau tanda apapun. Sehingga tidaklah mengherankan bila hipertensi sering dijuluki sebagai si Pembunuh Perlahan alias “the silent killer”.

Selain itu, hipertensi juga dapat mengakibatkan komplikasi berikut, seperti: TIA (transient ischemic attack, atau mini-stroke), dementia (pikun), carotid bruits, gagal jantung, infark miokard, angina, penyakit pembuluh darah tepi (peripheral vascular disease), ada protein di kencing (proteinuria), gangguan ginjal (meningkatnya serum creatinine).

Klasifikasi

Di dalam mengobati hipertensi secara ilmiah, maka dokter akan berpedoman pada beberapa konsensus atau rekomendasi yang ada, antara lain:
1. British Hypertensive Society
2. European Society of Hypertension (ESH)
3. Joint National Committee (JNC)
4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)
5. UK's NICE
6. WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG)
7. Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Berikut ini kami jelaskan salah satu klasifikasi hipertensi menurut JNC. (Menurut kami, kriteria ini yang paling sederhana, mudah dimengerti, dan mudah diaplikasikan)

Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa berusia ≥ 18 tahun menurut JNC VII:
1. Normal bila tekanan sistolik 2. Prehipertensi bila tekanan sistolik 120-139 mmHg dan tekanan diastolik 80-89 mmHg.
3. Hipertensi derajat I bila tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan diastolik 90-99 mmHg.
4. Hipertensi derajat II bila tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 100 mmHg.

Jadi intinya, menurut kriteria JNC VII, tekanan darah normal manusia adalah kurang dari 120/80. Dikatakan hipertensi bila tekanan darah lebih dari 140/90.

Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Definisi TDS adalah: kekuatan tekanan darah tertinggi terhadap dinding arteri sewaktu jantung berkontraksi.

Kapan Dirawat di RS?

Rekomendasi The British National Formulary adalah sebagai berikut:
1. Tekanan darah >220/>120 mm Hg: terapi segera.
2. Tekanan darah 200–219/110–119 mm Hg: konfirmasikan setelah 1–2 minggu, lalu rawat.
3. Tekanan darah 160–199/100–109 mm Hg: konfirmasikan setelah 3–4 minggu, lalu rawat.

Solusi

Mengubah gaya hidup, antara lain: menjaga berat badan ideal/normal untuk dewasa (indeks massa tubuh 20–25 kg/m2), mengurangi/menurunkan berat badan, diet rendah garam, stop konsumsi alkohol dan produk olahannya, latihan aerobik (misal: jalan cepat minimal 30 menit setiap hari), diet rendah lemak (mengurangi asupan lemak total dan lemak jenuh), meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Adapun farmakoterapi berikut ini yang biasa digunakan oleh dokter di dalam mengobati penderita hipertensi:
1. Alpha-blocker
2. ACE-inhibitor
3. ARBs (angiotensin II receptor blockers), misalnya: telmisartan dan irbesartan.
4. Beta-blocker
5. CCBs (Calcium channel blockers), misalnya: nifedipine, amlodipine, diltiazem, verapamil.
6. Thiazide/thiazide-like diuretics.

Untuk obat golongan thiazide diuretic misalnya: bendroflumethiazide, hydrochlorthiazide. Untuk obat golongan thiazide-like diuretic misalnya: chlortalidone, indapamide.

Di dalam seni terapi, dokter akan mengikuti rekomendasi the British Hypertension Society tentang aturan ABCD, dimana:
A = ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker
B = beta-blocker
C = calcium channel blocker
D = diuretic (thiazide).

Untuk penderita hipertensi yang disertai dengan diabetes mellitus (kencing manis), maka dianjurkan mengkonsumsi obat golongan ACE-Inhibitor (captopril atau enalapril).

Untuk penderita hipertensi yang disertai dengan kelainan/penyakit jantung, misalnya: angina pektoris stabil (nyeri dada saat aktivitas), maka boleh mengkonsumsi obat golongan beta blocker atau calcium antagonist. Untuk penderita hipertensi yang memiliki riwayat infark miokard akut atau gagal jantung, diperkenankan untuk mengkonsumsi obat golongan ACE-Inhibitor atau ARB.

Perlu diketahui, tujuan terapi hipertensi yang optimal adalah untuk mengurangi tekanan darah hingga 140/85 mmHg. Sumber lain menyebutkan bahwa target penurunan tekanan darah yaitu di bawah 140/90 mmHg untuk penderita tanpa komplikasi dan di bawah 130/80 mmHg untuk penderita yang menderita kencing manis atau kelainan ginjal.

Kapan Harus ke Dokter Spesialis?

Tentunya kita harus paham dan tahu dengan pasti kapan datang ke dokter umum, dokter keluarga, dan kapan kita berkunjung ke dokter spesialis. Pada kasus hipertensi, kondisi berikut ini “mengharuskan” kita untuk meminta bantuan ke dokter spesialis:

1. Ada petunjuk pada riwayat atau pemeriksaan penyebab sekunder, misalnya: hipokalemia dengan peningkatan atau tingginya kadar sodium plasma (Conn’s syndrome).
2. Meningkatnya serum creatinine.
3. Proteinuria atau haematuria
4. Hipertensi dengan onset yang mendadak atau memburuk.
5. Resisten (kebal) dengan pemberian banyak obat (minimal 3 obat).
6. Usia muda (hipertensi sebelum usia 20 tahun, perlu dirawat bila kurang dari 30 tahun).
7. Intoleransi kepada banyak obat.
8. Kontraindikasi kepada banyak obat.
9. Variasi tekanan darah yang tak biasa.
10. Hipertensi dengan kehamilan.
11. Possible white-coat hypertension.
12. Hipertensi yang berat (lebih dari 220/120mmHg).
13. Hipertensi yang dipercepat atau accelerated hypertension (misalnya: kasus hipertensi berat dengan retinopati derajat III–IV).
14. (Diperkirakan atau dipastikan) akan terjadi berbagai komplikasi, misalnya: transient ischaemic attack, gagal jantung tipe left ventricular failure).

Demikian penjelasan ini, semoga bermanfaat.

dr. Dito Anurogo