Kamis, 15 Maret 2012

Seri Mitos Salah Tentang Karier Dokter


Mencari pekerjaan pasti mudah
Setelah membaca kisah saya di bagian sebelumnya, saya yakin Anda sudah mendapatkan gambaran bahwa mencari pekerjaan bagi dokter yang baru lulus bukan lah pekerjaan yang mudah. Butuh tidak saja kerja keras, tetapi kerja yang cerdas. Maksud kerja yang cerdas adalah sejak mulai kuliah mahasiswa kedokteran baik di tingkat pendidikan dokter umum maupun pendidikan spesialis, sudah mulai membangun jejaring, terutama dengan pemilik-pemilik klinik atau rumah sakit. Atau teman-teman Anda yang sudah lulus lebih dulu harus tetap dijalin komunikasinya. Informasi lowongan dokter umum maupun dokter spesialis di klinik maupun rumah sakit, banyak berasal dari jalur pertemanan ini. Jejaring atau networking bukan sekedar menciptakan tetapi mempertahankan. Menciptakan berarti memperbanyak teman-teman baru atau orang-orang baru yang kita kenal, mempertahankan berarti kita menjalin komunikasi.
“Semakin banyak orang baru yang Anda kenal, semakin banyak kesempatan yang akan datang kepada Anda. Semakin banyak pula bantuan yang akan datang ketika Anda berada dalam titik kritis karier” demikian yang dikatakan oleh Keith Ferrazzi dan Tahl Raz dalam buku ‘Never eat alone[1].
Menjalin komunikasi untuk konteks kedokteran, terutama saat pertemuan ilmiah tahunan, seminar, dan diskusi ilmiah lainnya. Ini adalah kesempatan penting tidak saja ilmunya, tetapi juga membangun relasi, bertukar kartu nama, saling menyimpan nomor hanfon, saling berbagi apa pun yang bertujuan menjalin keakraban. Tidak lupa setelah itu saling berbagi lewat sms, email bahkan hingga mengucapkan selamat ulang tahun atau berbagi kata-kata mutiara penting yang sama-sama membangkitkan spirit. Menurut Keith Ferrazzi, peluang bisnis atau lowongan kerja atau bantuan [seperti utang yang saya alami] seringkali bukan berasal dari teman yang akrab banget, tetapi teman yang interaksinya ringan [setahun bisa dihitung dengan jari jumlah komunikasinya].
Bahkan lewat seminar, pertemuan ilmiah dan kegiatan semacamnya, merupakan lahan strategis membangun networking dengan guru besar yang bidang spesialisasinya menjadi minat spesialis kita. Tentunya Anda harus benar-benar serius dengan ilmu yang Anda minati. Pada saat makan atau coffe break, pergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Anda banyak bertanya, terutama mengenai ilmu yang menjadi minat utama sang guru besar tadi [Seperti yang disarankan Keith Ferrazzi, baiknya Anda mencari informasi sebanyak-banyaknya bisa dari internet ataupun blog, mengenai bidang ilmu atau apa pun yang menjadi minat sang guru besar; secara umum orang senang ketika menemukan orang yang mempunyai minat yang sama atau ketika karyanya dibaca orang dan kita memberikan apresiasi]. Kemudian tutuplah pertemuan itu dengan meminta nomor hanfon dan alamat email, serta meminta kesediaan beliau untuk kita jadikan konsulen ketika ada permasalahan-permasalahan klinis sesuai minat ilmu yang diminati sang guru besar. Setelah intens ada dialog yang alami dan dalam beberapa bulan setelahnya, barulah Anda bisa dikatakan layak mendapatkan rekomendasi untuk sekolah spesialisasi seperti yang Anda inginkan. Banyak prinsip dan kiat-kiat khusus yang bisa kita kembangkan untuk membangun networking ini. Saya sarankan Anda membaca buku Never Eat Alone karya Keith Ferrazzi & Tahl Raz.

Dokter harus punya mobil keren, rumah mewah dan gadgetyang selalu up to date
Suatu ketika dalam karier saya praktik dokter pribadi, pada waktu itu saya masih belum punya mobil, kendaraan sepeda motor dari mertua, memakai helm kuning retak-retak dan butut, seorang pasien mengomentari saya, “Dokter, panjenengan bersahaja njih”. Saya bertanya kepada beliau, “lha ada apa tho pak?” Jawab sang bapak, “biasanya dokter kan bermobil, saya lihat dokter naik sepeda motor dan helmnya yang kuning itu..helm butut”.
Memang sang bapak yang jadi pasien saya tidak bisa disalahkan. Kenyataan di masa lampau, perbandingan antara jumlah dokter yang memiliki mobil dan rumah bagus dibandingkan dengan dokter yang mobil biasa dan rumah sederhana, lebih banyak yang pertama. Orang di luar dokter yang berpikiran seperti sang bapak yang jadi pasien saya juga banyak. Ketika saya menjalani program PTT, tidak sedikit perawat, bidan, pekarya yang menanyai “kok tidak bawa mobil dok?”
Beberapa waktu ini, saya mengunjungi rumah sakit tempat saya dulu co-ass, saya terpana tentang iklan iPad2 yang bentuknya sangat menggoda dan berbagai fitur yang ditawarkan di dalamnya. Terlebih lagi ada peragaan aplikasi untuk dokter, dan yang bikin heboh adalah di bagian akhir diberikan tawaran yang sangat menggoda, pembelian yang diangsur. Sempurna sudah persepsi bahwa dokter identik dengan mobil keren, rumah mewah dan gadget yang paling mutakhir.
Kalau melihat perkembangan terakhir mengenai pekerjaan dan pendapatan dokter, tidak jarang membuat dokter ketika dia awal masuk pendidikan di Fakultas Kedokteran dan setelah lulus menjadi dokter menjadi kecewa. Karena itu yang ingin saya tekankan, “JANGAN MENGHARAPKAN KEKAYAAN DARI PRAKTIK DOKTER!” Sebaliknya, saya meyakini, seperti yang diungkapkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional, ketika bercerita tentang orang yang sukses, intinya mengatakan bahwa mereka yang sejak awal menyukai sesuatu dan terlibat secara total dengan yang mereka sukai, akan mempunyai peluang berprestasi jauh lebih berhasil daripada mereka yang sejak awal menyukai sesuatu karena ingin cepat kaya dan mendapatkan harta berlimpah. Kaerena itu saran saya,“Jadilah dokter sebaik-baiknya, masalah finansial nanti akan datang dengan sendirinya”.


[1] Keith Ferrazzi & Tahl Raz, 2005; Never Eat Alone and Other Secrets to Success, One Relationship at a Time; Edisi Indonesia “Never Eat Alone Bermacam Rahasia Sukses dan Kiat Menjalin Jejaring, Gagas Media, 2011