Selasa, 06 Juli 2010

Allah Tidak Akan Mengubah Keadaan Suatu Kaum Sehingga Mereka Mengubahnya Sendiri


"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." [Q.S. ar-Ra'd 13:11]

Seseorang kemudian bertanya, "betul, pak.. tapi kalau sudah berusaha, tetap saja belum berubah bagaimana tuh pak...?"

JAWAB:

Belajarlah dari proses metamorfosis kupu-kupu...

Tugas seekor ulat adalah berusaha untuk menjadi kepompong, untuk proses tersebut ulat harus berjuang memakan dedauan dan tentunya itu membutuhkan perjuangan dan waktu yang harus dijalani oleh ulat.

Begitupun manusia diwajibkan untuk berikhtiar dalam hidup dan untuk menjalaninya diperlukan kesabaran karena harus menjalani waktu dan mengeluarkan tenaga yang tidak sedikit.

Setelah kerja ulat tercapai targetnya, ia pun berubah menjadi kepompong dan selanjutnya sang ulat tidak bisa berbuat lebih selain memasrahkan sepenuhnya pada kinerja tubuhnya sendiri.

Bisa saja kepompong itu hancur sebelum menjadi kupu-kupu atau dimakan oleh pemangsa, tetapi bisa juga ia berhasil berproses menjadi kupu-kupu. Di sinilah letak ketawakalan ulat selama menjadi kepompong karena ia sekarang menjadi tak berkuasa melakukan apapun.

Demikian juga dengan kita, setelah ikhtiar dicapai, langkah selanjutnya kita bertawakal memasrahkan hasilnya kepada Allah karena memang itu wilayah-Nya bukan bagian kita. Dalam proses ini pun lagi-lagi dibutuhkan kesabaran menunggu waktu karena kita tidak mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi selanjutnya dan berapa lama akan terjadi.

Buah dari kesabaran saat berikhtiar dan kesabaran dalam ketawakalan selama menjadi kepompong, maka ia pun akhirnya dianugerahi menjadi kupu-kupu yang indah.

Sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah, ia pun tunduk dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, yaitu memberikan manfaat dengan menyerbuki bunga dan bertelur sebelum ia mati.

Jadi bila memang kita sudah yakin usaha kita sudah maksimal, selanjutnya kita bertawakal, pasrahkan kepada Allah karena apa yang menjadi bagian kita atau apa yang menjadi kewajiban kita, sudah kita tunaikan, sisanya kita serahkan kepada Allah untuk mengurusnya.

Seseorang bertanya lagi, "Bagaimana dengan orang yang sudah berusaha mengubah keadaan dia, ketika perubahan itu datang, dia malah takut dan berusaha mundur lagi?"

JAWAB:

Rasa khawatir itu alami sifat manusia, itu lumrah terjadi dan perlu kita maklumi, Nabi pun menjelang wafatnya tetap punya rasa khawatir dengan umatnya pasca sepeninggal beliau.

Mau mundur atau maju kita tetap akan dilingkupi rasa khawatir. Kita khawatir bila maju adalah keputusan yang salah dipilih, begitupun bila memilih mundur sama juga akan khawatir dia akan menyesali keputusan mundurnya. Jadi masing2 pilihan tetap punya rasa khawatirnya. Oleh karena itu yang penting bagaimana memanajemen perasaan khawatir tersebut.

Lebih baik kita serahkan pada Allah yang Maha Mengetahui pilihan mana yang terbaik untuk kita. Dirikanlah Shalat Istikharah, itulah sebaik-baiknya media untuk berdiskusi dengan Allah dan memohon pertolongan-Nya.

Perlu dipahami, khawatir itu datang karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan kita, apa yang akan terjadi kemudian, itu sepenuhnya adalah perkara Ghaib dan hanya Allah yang tahu. Oleh karena itu sandarkanlah pada Allah yang menjadi penguasa perkara ghaib jangan sandarkan rasa khawatir itu kepada logika kita.

Tidak akan ada kekhawatiran dan kesedihan bagi siapa saja yang menyandarkan dirinya kepada Allah. Ini adalah sebuah jaminan Maha Terpercaya tidak perlu ragu-ragu...

"Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." [Q.S. al-Baqarah 2:112]

Bila rasa khawatir itu muncul, gunakan senjata ampuh, Dzikrullah:

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." [Q.S. ar-Ra'd 13:28]