Sabtu, 13 Desember 2008

Infeksi Saluran Nafas dan Kehamilan

Infeksi saluran pernafasan merupakan infeksi terbanyak yang sering ditemukan sehari-hari. Bisa menyerang siapa saja tak terkecuali wanita hamil. Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan.


  • Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma keatas, sehingga rongga dada menjadi sempit, pernapasan menjadi cepat (hiper ventilasi).
  • Perubahan homonal, progesteron meningkat, membuat otot-otot saluran pernapasan menjadi kendor, mendorong terjadinya hiperventilasi
  • Meningkatnya volume darah dan cardiac out put dalam usaha menyelamatkan janin serta memenuhi kebutuhan metabolik ibu yang meninggi.
  • Perubahan imunologik. (IgE) mungkin menaik atau menurun pada seorang wanita Hamil. Bila kadar lgE pada penderita asma yang hamil meningkat, ternyata hal ini menyebabkan penderita lebih rentan dan lebih sering dapat serangan asma atau lebih berat.

Influensa
Wanita hamil lebih mudah diserang penyakit influensa. Pengobatan dengan banyak istirahat banyak minum, dan kalau perlu diberi analgetika atau antibiotika dan harus dihindari penggunaan obat-obat batuk yang sifatnya supresi dan obat antihistamin.
Bila ada komplikasi ke arah pneumonia penderita segera dirawat dan diberi antibiotika. Perawatan harus intensif.

Bronkitis
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Angka mortalitas ibu cukup tinggi dan pada janin dapat terjadi abortus atau partus prematurus.
Pengobatan : penderita harus banyak istirahat baring, minum banyak, dan diberi obat-obat bronkodilator. Antibiotika ampisilin 200 - 500 mg peroral tiap 6 jam bila sangkaan ada infeksi bakteri.

Pneumonia
Merupakan penyebab kematian non obstetrik yang terbesar setelah penyakit jantung. Segera dirawat dan diobati secara intensif untuk mencegah timbulnya kematian janin/ibu, terjadinya abortus, persalinan prematur atau kematian dalam kandungan. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun zat kimia. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang :
1) Foto toraks anterior posterior dan lateral;
2) Pemeriksaan gas darah (darah arterial);
3) Sputum diambil dan diperiksa menurut pulasan gram, dan dibiak;
4) Darah diambil, juga dibiak
Pengobatan: Diistirahatkan, diberi O2, tidak memberikan obat-obat yang sifatnya narkotik atau menahan batuk. Diberi obat-obat antipiretika untuk menurunkan suhu badan penderita, koreksi kelainan elektrolit atau gas darah bila ada, berilah antibiotika.

Asma bronkial
Sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Kurang dari sepertiga penderita asma akan membaik dalam kehamilan, lebih dari 1/3 akan menetap, serta kurang dari 1/3 lagi akan menjadi buruk atau serangan bertambah. Biasanya serangan akan timbul mulai usia kehamilan 24–36 minggu, dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
Penanganan
1. Mencegah timbulnya stress
2. Menghindari faktor resiko
3. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacam yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
4. Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk inhalasi, atau per oral seperti isoproterenol.
5. Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan satu atau lebih dari obat dibawah ini.
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1 : 1000), 0,2-0,5 ml, disuntikkan subkutis.
b. Isoproterenol (1 : 100) berupa inhalasi 3 – 7 hari.
c. Aminofilin 250-500 mg (6 mg/kg) dalam infus glukose 5 %
d. Hidrokortison 260-1000 mg iv pelan-pelan atau perinfus dalam dekstrose 10 %.
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkan terdapat infeksi.


Tuberkulosis Paru
Sering dijumpai dalam kehamilan. Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (Purified Protein Derivate) 5 u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada.
Perlu diterangkan bahwa pengobatan yang cukup lama. Penderita dididik untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin, tertawa. Pengobatan terutama dengan kemoterapi.
Pada penderita TBC paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak perlu dapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, dianjurkan untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman dan isoniazid (INH).
Obat-obat yang dapat digunakan
1. Isonizid (INH), dengan dosis 300 mg/hari.
2. Ethambutol dengan dosis 15-20 mg/hari.
3. Streptomycin dengan dosis 1 mg/hari. Hati-hati digunakan dalam kehamilan dan jangan digunakan dalam kehamilan trimester pertama. Pengaruh obat ini menyebabkan tuli bawaan (ototoksik).
4. Rifampisin dengan dosis 600 mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC paru, akan tetapi mempunyai efek potensial teratogenik yang besar pada binatang percobaan.
Pemeriksaan sputum setelah 1-2 bulan pengobatan. Persalinan ditolong dengan tindakan ekstraksi vakum atau forceps dan sedapat mungkin penderita tidak meneran, diberi masker untuk menutupi mulut dan hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman disekitarnya.
Cegah terjadinya perdarahan postpartum seperti pada pasien-pasien lain pada umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika, obat TBC paru diteruskan.
Bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi. Pada bayi diberi suntukan Mantoux sampai menunjukkan reaksi positif. Bila suntikan BCG tersedia, sebaiknya segera diberikan pada bayi setelah lahir, atau bila reaksi Mantoux negatif. (Bahan kuliah)