Kamis, 22 Mei 2008

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal: Tanatologi


PENGERTIAN TANATOLOGI

Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu: definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulai dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak.

WAKTU KEMATIAN

Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian adalah:

1. Livor mortis (lebam jenazah)

2. Rigor mortis (kaku jenazah)

3. Body temperature (suhu badan)

4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)

5. Stomach Content (isi lambung)

6. Insect activity (aktivitas serangga)

7. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)

Livor mortis

Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.

Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).

Rigor Mortis

Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:

1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.

2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.

Body Temperature

Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.

Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut.

Formula untuk suhu dalam o Celcius

PMI = 37 o C-RT o C +3

Formula untuk suhu dalam o Fahrenheit

PMI = 98,6 o F-RT o F

1,5

Decomposition

Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.

Proses-Proses Spesifik pada Jenazah Karena Kondisi Khusus

Mummifikasi

Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.

Adipocere

Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri.

Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.

Gastric Emptying

Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian. Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan dari lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

Aktivitas Serangga

Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.