Minggu, 24 Maret 2013

Bagaimana menyiasati PBI (premi) yang cuman Rp 15.500


The show must go on. Kita tidak bisa mengelak kondisi kapitasi yang mengenaskan, pilihannya hanya "take it or leave it". Kita tetap harus survive dalam situasi ini, bagaimana skenarionya?

1. Kualitas jangan kompromi: pelayanan dengan tingkat kompetensi 4 Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). KKI 2012.
2. 1 dokter untuk 3.000 penduduk, 8 jam kerja sehari atau 40 jam seminggu, periksa pasien 10-15 menit atau 30 pasien/hari.
3. Skenario ini untuk non-puskesmas yang tidak mendapat subsidi.
4. Tipe minimalis menurut standar Primkop-IDI.
5. Penerimaan selain kapitasi BPJS masih terbuka untuk fee for service (FFS) non-BPJS. Menurut roadmap BPJS akan semua ter-cover pada 2019. Ada waktu 5 tahun lagi untuk fully coverage.
5. Penerimaan BPJS: 3.000 x Rp 6.000 (kapitasi/layanan primer) = Rp 18.000.000.
6. Bila imbal jasa dokter ingin Rp 5.000.000 maka kita harus bermanuver di pengeluaran maksimal Rp 13.000.000. Bagaimana?

a. Investasi (sewa, alkes, mebelair) maksimum Rp 100.000.000 --> angsuran 60 bulan, bunga 11% adalah Rp 2.500.000
b. Perawat: Rp 2.000.000
c. Obat, BHP, lab sederhana, maksimum 600 pasien (20%) x Rp 10.000 = Rp 6.000.000
d. lain2 (listrik, air, tel, internet): Rp 2.500.000
e. Total: Rp 13.000.000

7. Bila ada pemasukan tambahan dari FFS: 3 pasien/hari @ Rp 30.000 = 24 hari x Rp 30.000 = Rp 2.000.000
8. Take Home Pay (THP) dokter Rp 5.000.000 + Rp 2.000.000 = Rp 7.000.000 sekitar 45% dari target PB IDI yang THP-nya Rp 15.000.000/bulan.

9. Untuk mencapai target THP PB IDI tersebut, salah satu alternatif mengembangkan add-on services dengan target kelas menengah. Data dari 3.000 penduduk tersebut akan ada 19% (570 orang, kelas menengah baru) yang menginginkan layanan di luar menu BPJS, misalnya: khitan ke dokter, kosmetik/estetik, home care, akupunktur medik.

10. Tidak ada akar, rotan pun jadi yang penting tetap mengabdi bangsa sambil dapat tetap hidup sejahtera. Burung hidup karena sayapnya, manusia hidup karena akalnya.