Rabu, 12 September 2012

Mengapa Tuhan Menciptakan Payudara Untuk Wanita? (Hasil Penelitian Dari Berbagai Negara)

Tentu saja jawabannya agar para kaum wanita bisa memberikan makanan terbaik untuk bayi mereka yaitu ASI. ketahuilah bunda, bahwa tidak ada wanita yang tidak bisa menyusui bayinya.
Ketika menyusui secara eksklusif tidak lagi menjadi suatu ‘keharusan’, biasanya para ibu dengan mudahnya berpaling pada susu formula. Kegagalan dari para ibu menyusui bukanlah mutlak di tangan para ibu maupun keluarga terdekatnya. Namun, menurut James Acre adalah sebuah kegagalan mutlak dari tenaga kesehatan dalam mengedukasi masyarakat, khususnya keluarga yang memiliki bayi.Hanya di Indonesia, negeri tercinta ini yang memiliki beraneka ragam jenis susu formula berdasarkan usia. Sesungguhnya produk-produk tersebut telah diboikot di negara lain. Lalu bagaimana dengan negeri ini? Begitu mudahnyakah mereka menganggap bangsa ini bodoh, sehingga menjadikan negeri ini target pasar dalam meraup keuntungan? Astaghfirullah al adhim.

Kode Etik Internasional tentang Pemasaran Produk Pengganti ASI (breastmilk substitute) yang dikeluarkan oleh WHO ditujukan untuk memberikan informasi pada orangtua tentang bahaya kesehatan akibat penggunaan susu formula yang tidak tepat. Makalah ini memberikan beberapa contoh hasil penelitian bertahun-tahun tentang pentingnya menyusui serta resiko yang ditimbulkan akibat penggunaan susu formula.

REKOMENDASI WHO

WHO merekomendasikan para ibu untuk menyusui secara ekslusif selama 6 bulan, melanjutkannya dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dari bahan-bahan lokal yang kaya nutrisi sambil tetap memberikan ASI / menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. (World Health Assembly Resolution 54.2, 2001)

RESIKO PEMBERIAN SUSU FORMULA UNTUK BAYI DAN ANAK-ANAK

1.Meningkatkan resiko asma

2.Meningkatkan resiko alergi

3.Menghambat perkembangan kognitif

4.Meningkatkan resiko infeksi saluran pernapasan akut

5.Meningkatkan resiko oklusi pada gigi anak

6.Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi

7.Meningkatkan resiko kurang gizi

8.Meningkatkan resiko kanker pada anak-anak

9.Meningkatkan resiko penyakit kronis

10.Meningkatkan resiko diabetes

11.Meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular (jantung)

12.Meningkatkan resiko obesitas

13.Meningkatkan resiko infeksi saluran pencernaan

14.Meningkatkan resiko kematian pada bayi dan akan-kanak

15.Meningkatkan resiko infeksi telinga dan otitis media

16.Meningkatkan resiko terkena efek samping dari kontaminasi lingkungan

Berikut ini adalah rinciannya :

1. Meningkatkan resiko asma

Sebuah penelitian di Arizona, Amerika Serikat yang menggunakan sampel 1.246 bayi sehat menunjukkan hubungan yang kuat antara menyusui dan gangguan pernafasan pada bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di bawah umur 6 tahun yang tidak disusui sama sekali, akan memiliki resiko gangguan pernafasan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang disusui. (Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez FD. Relationship of infant feeding to recurrent wheezing at age 6 years. Arch Pediatr Adolesc Med 149:758-763, 1995)

Penelitian pada 2.184 anak yang dilakukan oleh Hospital for Sick Children di Toronto, Kanada menunjukkan bahwa resiko asma dan gangguan pernapasan mencapai angka 50% lebih tinggi pada bayi yang diberi susu formula, dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI sampai dengan usia 9 bulan atau lebih. (Dell S, To T. Breastfeeding and Asthma in Young Children. Arch PediatrAdolesc Med 155: 1261-1265, 2001)

Para peneliti di Australia Barat melakukan penelitian terhadap 2602 anak-anak untuk melihat peningkatan resiko asma dan gangguan pernafasan pada 6 tahun pertama. Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI beresiko 40% lebih tinggi terkena asma dan gangguan pernafasan dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan. Para peneliti ini merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan untuk mengurangi resiko terkena asma dan gangguan pernafasan. (Oddy WH, Peat JK, de Klerk NH. Maternal asthma, infant feeding, and the risk for asthma in childhood. J. Allergy Clin Immunol. 110: 65-67, 2002)

Para ahli melihat pada 29 penelitian terbaru untuk mengevaluasi dampak ‘melindungi’ terhadap asma dan penyakit pernapasan atopik lainnya yang diberikan oleh ASI. Setelah menggunakan kriteria penilaian yang ketat, terdapat 15 penelitian yang memenuhi persyaratan untuk dievaluasi, dan ke-15 penelitian tersebut menunjukkan manfaat/efek melindungi yang diberikan oleh ASI dari resiko asma. Para ahli menyimpulkan, tidak menyusui atau memberikan ASI pada bayi akan meningkatkan resiko asma dan penyakit pernafasan atopik. (Oddy WH, Peat JK. Breastfeeding, Asthma and Atopic Disease: An Epidemiological Review of Literature. J Hum Lact 19: 250-261, 2003)

Porro E, Indinnimeo L, Antognoni G, Midulla F, Criscione S. Early wheezing and breastfeeding (Menyusui dan kejadian sesak napas dini). J Asthma 1993;30:23-8

Burr ML, Limb ES, Maguire JM, Amarah L, Eldridge BA, Layzell JCM, Merret TG. Infant feeding, wheezing, and allergy: a prospective study (Pemberian makan pada bayi, sesak napas, dan alergi : Kajian prospektif). Arch Dis Child 1993;68:724-28

Wright AL, Holberg CJ, Taussig LM, Martinez FD. Relationship of infant feeding to recurrent wheezing at age 6 years (Hubungan antara pemberian makan pada bayi terhadap kejadian sesak napas berulang pada usia 6 tahun). Arch Pediatr Adolesc Med 1995;149:758-63

Oddy WH, Holt PG, Sly PD, Read AW, Landau LI, Stanley FJ, Kendall GE, Burton PR. Association between breastfeeding and asthma in 6 year old children: findings of a prospective birth cohort study (Hubungan antara menyusui dan asma pada anak usia 6 tahun : temuan pada studi lanjutan kelahiran prospektif). Br Med J 1999;319:815-9

Gdlavevich M, Minouni D, Minouni M. Breastfeeding and the risk of bronchial asthma in childhood: a systematic review with meta-analysis of prospective studies (Menyusui dan resiko asmabronkial pada masa kanak-kanak : tinjauan sistematik dengan meta-analisis dari studi prospektif). J Pediatr 2001;139:261-6

2. Meningkatkan resiko alergi

Anak-anak di Finlandia yang mendapatkan ASI lebih lama memiliki resiko lebih rendah untuk terkena penyakit atopik, eksim, alergi makanan dan gangguan pernafasan karena alergi. Pada usia 17 tahun, resiko gangguan pernafasan karena alergi pada mereka yang tidak mendapatkan ASI (atau mendapat ASI dalam jangka waktu pendek) adalah 65%, sementara pada mereka yang disusui lebih lama hanya 42%. (Saarinen UM, Kajosarri M. Breastfeeding as a prophylactic against atopic disease: Prospective follow-up study until 17 years old. Lancet 346: 1065-1069, 1995)

Bayi yang memiliki riwayat asma/gangguan pernafasan karena memiliki riwayat alergi dari keluarganya, diteliti untuk penyakit dermatitis atopik dalam tahun pertama kehidupannya. Menyusui eksklusif selama tiga bulan pertama diakui dapat melindungi bayi dari penyakit dermatitis. (Kerkhof M, Koopman LP, van Strien RT, et al. Risk factors for atopic dermatitis in infants at high risk of allergy: The PIAMA study. Clin Exp Allergy 33: 1336-1341, 2003)

Pengaruh dari konsumsi harian ibu akan vitamin C dan E pada komposisi anti-oksidan di ASI sebagai zat yang melindungi bayi dari kemungkinan terkena penyakit atopik diteliti. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu yang menderita penyakit atopik dipantau selama 4 hari, kemudian diambil sampel ASI dari ibu yang memiliki bayi dengan usia 1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C sehari-hari pada makanan ibu dapat meningkatkan kadar vitamin C pada ASI. Semakin tinggi kadar vitamin C pada ASI dapat menurunkan risiko terkena penyakit atopik pada bayi. (Hoppu U, Rinne M, Salo-Vaeaenaenen P, Lampi A-M, Piironen V, Isolauri E. Vitamin C in breast milk may reduce the risk of atopy in the infant. Eur J of Clin Nutr 59: 123-128, 2005)

Lucas A, Brooke OG, Morley R, Cole TJ, Bamford MF. Early diet of preterm infants and development of allergic or atopic disease: randomized prospective study (Diet awal pada bayi prematur dan perkembangan alergi atau penyakit atopik : studi prospektif acak). Br Med J 1990;300:837-40

Kajosaari M, Saarinen UM. Prophylaxis of atopic disease by six months' total solid food elimination (Profilaksis penyakit atopik dengan penundaan total enam bulan makanan padat). Acta Pediatr Scand 1983;72:411-14

Ellis MH, Short JA, Heiner DC. Anaphylaxis after ingestion of a recently introduced hydrolyzed whey protein protein formula (Anafilaksis setelah penyerapan protein whey terhidrolisasi baru pada protein susu formula bayi). J Pediatr 1991;118:74-7

Saarinen UM, Kajosaari M. Breastfeeding as prophylaxis against atopic disease: prospective follow-up study until 17 years old (Menyusui sebagai profilaksis terhadap penyakit atopik : studi lanjutan hingga usia 17 tahun). Lancet 1995;346:1065-69

Saylor JD, Bahna SL. Anaphylaxis to casein hydrolysate formula (Anafilaksis pada susu formula kasein hidrolisat). J Pediatr 1991;118:71-4

Marini A, Agosti M, Motta G, Mosca F. Effects of a dietary and environmental prevention programme on the incidence of allergic symptoms in high atopic risk infants: three years' followup (Pengaruh program pencegahan lingkungan dan diet terhadap kejadian gejala alergi pada bayi dengan resiko tinggi atopik : lanjutan tiga tahun). Acta Pædiatr 1996;Suppl 414 vol 85:1-19

right AL, Holberg CJ, Martinez FD, Halonen M, Morgan W, Taussig LM. Epidemiology of physician diagnosed allergic rhinitis In childhood (Epidemiologi dari diagnosis alergi rhinitis pada anak-anak). Pediatrics 1994:94:895-901

Bloch AM, Mimouni D, Minouni M, Gdalevich M. Does breastfeeding protect against allergic rhinitis during childhood? A meta-analysis of protective studies (Apakah menyusui melindungi dari alergi rhinitis selama masa kanak-kanak? Sebuah meta-analisis studi prospektif). Acta Paediatr 2002;91:275-9

3. Mengurangi/menghambat perkembangan kognitif

Untuk menentukan dampak dari memberikan ASI eksklusif dengan perkembangan kognitif pada bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah, digunakanlah metode “Bayley scale of infant development” ketika bayi berumur 13 bulan dan “Wechler Preschool and Primary Scales of Intelligence” pada anak ketika berumur 5 tahun. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah memberikan ASI secara eksklusif (tanpa tambahan vitamin/supplemen apapun) pada bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah terbukti memberikan keuntungan yang signifikan pada perkembangan kognitif dan pertumbuhan fisik yang lebih baik. (Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Naficy AB, Vik T. Effect of breastfeeding on cognitive development of infants born small for gestational age. Arch Pediatr Adolesc 156: 651-655, 2002)

Menyusui terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang, karena memiliki pengaruh positif pada pendidikan dan perkembangan kognitif di masa kanak-kanak, tegas sebuah penelitian di Inggris. Analisis regresi yang dilakukan pada sebuah penelitian menyatakan bahwa menyusui secara signifikan berkorelasi positif dengan pendidikan dan kecerdasan. (Richards M, Hardy R, Wadsworth ME. Long-tern effects of breast-feeding in a national cohort: educational attainment and midlife cognition function. Publ Health Nutr 5: 631-635, 2002)

439 anak sekolah di Amerika Serikat yang lahir antara tahun 1991 – 1993 serta memiliki berat badan lahir rendah (di bawah 1,500 gram) diberikan beberapa jenis tes kognitif. Hasilnya, anak-anak yang memiliki berat badan lahir rendah dan tidak pernah disusui cenderung memiliki nilai/hasil tes yang rendah pada tes IQ, kemampuan verbal, kemampuan visual dan motorik dibandingkan mereka yang disusui/mendapatkan ASI. (Smith MM, Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, Kuhn L. Influence of breastfeeding on cognitive outcomes at age 6-8 year follow-up of very low-birth weight infants. Am J Epidemiol 158:1075-1082, 2003)

Penelitian pada anak-anak yang lahir dari keluarga miskin di Filipina membuktikan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI sampai umur 12-18 bulan memiliki nilai yang lebih tinggi pada “nonverbal intelligence test”. Efek seperti ini akan lebih besar dampaknya pada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (1.6 dan 9.8 poin lebih tinggi). Para peneliti menyimpulkan, bahwa memberikan ASI/menyusui dalam jangka waktu yang lama sangatlah penting, apalagi setelah mengenalkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), terutama untuk bayi berat badan lahir rendah. (Daniels M C, Adair L S. Breast-feeding influences cognitive development of Filipino children. J Nutr. 135: 2589-2595, 2005)

(review): Andraca I, Uauy R. Breastfeeding for optimal mental development (Menyusui mendorong perkembangan mental yang optimal). Simopoulos AP, Dutra de Oliveira JE, Desai ID (eds): Behavioral and Metabolic Aspects of Breastfeeding (Aspek Perilaku dan Metabolik dari Menyusui). World Rev Nutr Diet. Basel, Karger, 1995;78:1-27

(review): Gordon N. Nutrition and cognitive function (Nutrisi dan Fungsi Kognitif). Brain and Development 1997;19:165-70

Morrow-Tlucak M, Haude RH, Ernhart CB. Breastfeeding and cognitive development in the first 2 years of life (Menyusui dan perkembangan kognitif pada usia 2 tahun pertama). Soc Sci Med 1988;26:635-9

Taylor B, Wadsworth J. Breastfeeding and child development at five years (Menyusui dan perkembangan pada usia 5 tahun). Dev Med Child Neurol 1984;26:73-80

Lucas A, Morley R, Cole TJ, Lister G, Leeson-Payne C. Breastmilk and subsequent intelligence quotient in children born preterm (Menyusui dan angka kecerdasan anak yang lahir kurang bulan). Lancet 1992;339:261-4

Nettleton JA. Are n-3 fatty acids essential nutrients for fetal and infant development (Apakah asam lemak n-3 nutrisi esensial untuk perkembangan janin dan bayi). J Am Diet Assoc 1993;93:58-64

Rogan WJ, Gladen BC. Breastfeeding and cognitive development (Menyusui dan perkembangan kognitif). Early Hum Dev 1993;31:181-93

Silver LB, Levinson RB, Laskin CR, Pilot LJ. Learning disabilities as a probable consequence of using chloride-deficient infant formula (Probabilitas gangguan belajar sebagai konsekuensi penggunaan sufor rendah klorida). J Pediatr 1989;115:97-9

Willoughby A, Moss HA, Hubbard VS, Bercu BB, Graubard BI, Vietze PM, et al. Developmental outcome in children exposed to chloride deficient formula (Perkembangan pada anak yang mengkonsumsi susu formula rendah klorida). Pediatrics 1987;79:851-7

Wing CS. Defective infant formulas and expressive language problems: a case study (Studi kasus: kerusakan susu formula bayi dan masalah bicara dan bahasa). Language, Speech and Hearing Services in Schools 1990;21:22-7

Crawford MA. The role of essential fatty acids in neural development: implications for perinatal nutrition (Peranan asam lemak esensial pada perkembangan syaraf: Implikasi untuk nutrisi perinatal). Am J Clin Nutr 1993;57(suppl):703S-10S

Temboury MC, Otero A, Polanco I, Arribas E. Influence of breastfeeding on the infant's intellectual development (Pengaruh menyusui pada perkembangan kecerdasan bayi). J Pediatric Gastroenterol Nutr 1994;18:32-36

Pollock JI. Longterm associations with infant feeding in a clinically advantaged population of babies (Hubungan jangka panjang pemberian makan pada populasi bayi dengan kondisi klinis baik). Dev Med Child Neur 1994;36:429-40

Makrides M, Neumann MA, Byard RW, Simmer K, Gibson RA. Fatty acid composition of brain, retina and erythrocytes in breast and formula fed infants (Komposisi asam lemak pada otak, retina, dan eritrokit pada bayi yang mengkonsumsi ASI dan susu formula). Am J Clin Nutr 1994;60:189-94

Anderson GJ, Connor WE, Corliss JD. Docosohexaenoic acid is the preferred dietary n-3 fatty acid for the development of the brain and retina (Asam dokosolexanoat sebagai asam lemak n-3 pilihan untuk perkembangan otak dan retina). Pediatr Res 1990;27:87-97

Neuringer M, Connor WE, Lin DS, Barstad L, Luck S. Biochemical and functional effects of prenatal and postnatal fatty acid deficiency on retina and brain in rhesus monkeys (Pengaruh biokimia dan fungsional dari kekurangan asam lemak prenatal dan antenatal terhadap retina dan otak pada monyet resus). Proc Natl Acad Sc USA 1986;83:4021-5

Florey C Du V, Leech AM, Blackhall A. Infant feeding and mental and motor development at 18 months of age in first born singletons (Makanan bayi dan perkembangan mental dan motorik pada usia 18 bulan pada anak pertama/sulung). Int J Epidem 1995;24 (Suppl 1):S21-6

Wang YS, Wu SY. The effect of exclusive breastfeeding on development and incidence of infection in infants (Pengaruh menyusui eksklusif terhadap perkembangan dan kejadian infeksi pada bayi). JHL 1996;12:27-30

Greene LC, Lucas A, Livingstone BE, Harland PSEG, Baker BA. Relationship between early diet and subsequent cognitive performance during adolescence (Hubungan antara makanan pertama dan performa kognitif pada remaja). Biochem Soc Trans 1995;23:376S

Riva E, Agostoni C, Biasucci G, Trojan S, Luotti D, Fiori L, et al. Early breastfeeding is linked to higher intelligence quotient scores in dietary treated phenylketonuric children (Menyusu usia dini dihubungkan dengan tingkat kecerdasan lebih tinggi pada anak dengan diet khusus penyakit PKU). Acta Pædiatr 1996;85:56-8

Niemelä A, Järvenpää A-L. Is breastfeeding beneficial and maternal smoking harmful to the cognitive development of children? (Apakah menyusui bermanfaat dan ibu merokok berbahaya bagi perkembangan kognitif anak?) Acta Pædiatr 1996;85:1202-6



Rodgers B. Feeding in infancy and later ability and attainment: a longitudinal study (Pemberian makan pada bayi dan kemampuan dan pencapaian di masa depannya: Kajian longitudinal). Devel Med Child Neurol 1978;20:421-6



Horwood LJ, Fergusson DM. Breastfeeding and later cognitive and academic outcomes (Menyusui dan pencapaian akademik dan kognitif di kemudian hari). Pediatrics 1998;101:p. e9



Paine BJ, Makrides M, Gibson RA. Duration of breastfeeding and Bayley's mental developmental Index at 1 year of age (Durasi menyusui dan indeks perkembangan mental Bayley pada usia 1 tahun). J Paediatr Child Health 1999;35:82-5



Fergusson DM, Beautrais AL, Silva PA. Breastfeeding and cognitive development In the first seven years of life (Menyusui dan perkembangan kognitif pada 7 tahun pertama). Soc Sci Med 1982;16:1705-8



Vestergaard M, Obel C, Henriksen TB, Sørensen HT, Skajaa E, Østergaard J. Duration of breastfeeding and developmental milestones during the latter half of Infancy (Durasi menyusui dan tahapan perkembangan selama 6 bulan kedua usia bayi). Acta Paediatr 1999;88:1327-32



Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Naficy AB, Vik T. Effect of breastfeeding on cognitive development of infants born small for gestational age (Pengaruh menyusui pada perkembangan kognitif bayi yang lahir kecil untuk usia gestasi). Acta Paediatr 2002;91:267-74



Lanting CI, Fidler V, Huisman M, Touwen BCL, Boersma ER. Neurological differences between 9 year old children fed breastmilk or formula milk as babies (Perbedaan neurologis antara anak usia 9 tahun yang diberi ASI atau susu formula saat bayi). Lancet 1994;344:1319-22



Lanting CI, Patandin S, Weisglas-Kuperus N, Touwen BCL, Boersma ER.Breastfeeding and neurological outcome at 42 months (Menyusui dan perkembangan syaraf pada usia 42 bulan). Acta Paediatr 1998;87:1224-9



4. Meningkatkan resiko infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

Anak-anak di Brazil yang tidak disusui/mendapatkan ASI beresiko 16,7 kali lebih tinggi terkena pneumonia dibandingkan anak-anak yang semasa bayinya disusui secara eksklusif. (Cesar JA, Victora CG, Barros FC, et al. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: Nested casecontrolled study. BMJ 318: 1316-1320, 1999)



Untuk menentukan faktor-faktor resiko dalam mendeteksi ISPA pada balita, sebuah rumah sakit di India membandingkan 201 kasus dengan 311 kunjungan pemeriksaan. Menyusui adalah salah satu dari sekian faktor yang dapat menurunkan tingkat risiko ISPA pada balita. (Broor S, Pandey RM, Ghosh M, Maitreyi RS, Lodha R, Singhal T, Kabra SK. Risk factors for severe acute lower respiratory tract infection in under-five children. Indian Pediatr 38: 1361-1369, 2001)



Beberapa sumber yang digunakan untuk meneliti hubungan antara menyusui dan resiko ISPA pada bayi yang lahir cukup bulan. Analisis dari data-data yang diteliti menunjukkan pada negara-negara berkembang, bayi yang diberikan susu formula mengalami 3 kali lebih sering gangguan pernafasan yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih. (Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach LR. Breastfeeding and the risk of hospitalization for respiratory disease in infancy. Arch Pediatr Adolesc Med. 157: 237-243, 2003)



Pullan CR, Toms GL, Martin AJ, Gardner PS, Webb JKG, Appleton DR. Breastfeeding and respiratory syncytial virus infection (Menyusui dan kejadian infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Br Med J 1980;281:1034-6



Chiba Y, Minagawa T, Mito K, Nakane A, Suga K, Honjo T, Nakao T. Effect of breastfeeding on responses of systemic interferon and virus-specific lymphocyte transformation with respiratory syncytial virus infection (Pengaruh menyusui pada respon interferon sistemik dan transformasi spesifik-virus limfosit dengan infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). J Med Virology 1987;21:7-14



Wright AL, Holberg CJ, Martinez FD, Morgan WJ, Taussig LM. Breastfeeding and lower respiratory tract illness in the first year of life (Menyusui dan penyakit saluran pernapasan bagian bawah pada usia 1 tahun). Br Med J 1989;299:946-9



Pisacane A, Graziano L, Zona G, Granata G, Dolezalova H, Cafiero M, et al. Breastfeeding and acute lower respiratory infection (Menyusui dan infeksi saluran pernapasan bagian bawah akut). Acta Pædiatr 1994;83:714-18



Beaudry M, Dufour R, Marcoux S. Relation between infant feeding and infections during the first six months of life (Hubungan antara pemberian makan pada bayi dan infeksi selama 6 bulan pertama kehidupan). J Pediatr 1995;126:191-7



Okamoto Y, Ogra PL. Antiviral factors in human milk: implications in respiratory syncytial virus infection (Faktor antivirus dalam susu manusia: implikasi terhadap infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Acta Pædiatr Scand Suppl 1989;351:137-43



Downham MAPS, Scott R, Sims DG, Webb JKG, Gardner PS. Breastfeeding protects against respiratory syncytial virus infections (Menyusui memberikan perlindungan terhadap infeksi virus syncytial pada saluran pernapasan). Br Med J 1976;2:274-6



Yue Chen. Synergistic effect of passive smoking and artificial feeding on hospitalization for respiratory illness in early childhood (Pengaruh sinergis dari merokok pasif dan pemberian pengganti air susu ibu terhadap kejadian penyakit saluran pernapasan selama masa kanak-kanak). Chest 1989;95:1004-07



Wilson AC, Forsyth JS, Greene SA, Irvine L, Hau C, Howie PW. Relation of infant diet to childhood health: seven year follow-up of cohort of children in Dundee infant feeding study (Hubungan antara asupan bayi dengan kesehatan masa kanak-kanak: tindak lanjut tujuh tahun setelahnya atas anak-anak pada kajian pemberian makan bayi di Dundee). Br Med J 1998;316:21-5 (hasil penelitian juga menunjukkan tekanan darah yang lebih tinggi pada anak-anak yang diberikan susu formula)



César JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control study (Pengaruh menyusui terhadap resiko pneumonia selama periode pasca-neonatal di Brazil: studi kontrol-kasus tersarang). Br Med J 1999;318:1316-20



Pisacane A, Impagliazzo N, De Caprio C, Criscuolo L, Inglese A, da Silva MCMP. Breastfeeding and tonsillectomy (Menyusui dan tonsilektomi). BMJ. 1996 Mar 23;312(7033):746-7



López-Alarcón M, Villalpando S, Fajardo A. Breastfeeding lowers the frequency and duration of acute respiratory infection and diarrhea in infants under 6 months of age (Menyusui dapat mengurangi frekuensi dan durasi infeksi saluran pernapasan akut dan diare pada bayi di bawah 6 bulan). J Nutr 1997;127:436-43



5. Meningkatkan resiko oklusi gigi pada anak

Salah satu keuntungan menyusui adalah membuat gigi anak tumbuh rapih dan teratur. Penelitian yang dilakukan pada 1.130 balita (usia 3-5 tahun) untuk mengetahui dampak dari tipe pemberikan makanan dan aktivitas menghisap yang tidak tepat terhadap pertumbuhan gigi yang kurang baik. Aktivitas menghisap yang kurang baik (menghisap botol) memberikan dampak yang substansial pada kerusakan gigi/oklusi gigi pada anak. Terjadinya ”posterior cross-bite” pada gigi anak lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang menggunakan botol susu serta anak-anak yang suka ‘mengempeng’. Persentase terkena cross-bite pada anak ASI yang menyusu langsung 13% lebih kecil dibandingkan mereka yang menyusu dari botol. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin awal bayi menyusu dari botol dua kali lebih besar besar terkena risiko maloklusi/kerusakan pada gigi dibandingkan bayi yang menyusu langsung/tidak menyusu dari botol. (Viggiano D. et al. Breast feeding, bottle feeding, and non-nutritive sucking; effects on occlusion in deciduous dentition. Arch Dis Child 89:1121-1123, 2004)



Labbock MH, Hendershot GE. Does breastfeeding protect against malocclusion? An analysis of the 1981 child health supplement to the national health interview survey (Apakah menyusui melindungi dari maloklusi? Sebuah analisis pada 1981 suplemen kesehatan anak untuk survei wawancara kesehatan nasional). Am J Prev Med 1987;3:227-32



Palmer B. The influence of breastfeeding on the development of the oral cavity: A commentary (Pengaruh menyusui terhadap perkembangan rongga mulut: suatu komentar). J Hum Lact 1998;14:93-8



Erickson PR, Mazhari E. Investigation of the role of human breastmilk in caries development (Penelitian terhadap peranan air susu ibu pada perkembangan karies). Pediatr Dent 1999;21:86-90



6. Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi

Pada kasus tercemarnya susu formula dengan Enterobacter Sakazakii di Belgia, ditemukan 12 bayi yang menderita Necrotizing Enetrocolitis (NEC) dan 2 bayi yang meninggal setelah mengkonsumsi susu formula yang tercemar bakteri tersebut. (Van Acker J, de Smet F, Muyldermans G, Bougatef A. Naessens A, Lauwers S. Outbreak of necrotizing enterocolitis associated with Enterobactersakazakii in powdered infant formulas. J Clin Microbiol 39: 293-297, 2001)



Sebuah kasus di Amerika Serikat menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 20 hari meninggal dunia karena menderita panas, tachyardia¸dan mengalami penurunan fungsi pembuluh darah setelah diberikan susu formula yang tercemar bakteri E-Sakazakii di NICU. (Weir E, Powdered infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii. CMAJ 166, 2002)



Koo WWK, Kaplan LA, Krug-Wispe SK. Aluminum contamination of infant formulas (Kontaminasi aluminium pada susu formula bayi). J Parenteral Enteral Nutrition 1988;12:170-3



Davidsson L, Cederblad Å, Lönnerdal B, Sandström B. Manganese absorption from human milk, cow's milk and infant formulas in humans (Penyerapan mangan dari air susu ibu, susu sapi dan susu formula bayi pada manusia). Am J Dis Child 1989;143:823-7



Dabeka RW, McKenzie AD. Lead and cadmium levels in commercial infant foods and dietary intake by infants 0-1 year old (Tingkat logam dan kadmium pada makanan bayi komersil dan asupan pada bayi 0-1 tahun). Food Additives and Contaminants 1988;5:333-42



Mytjens HL, Roelofs-Willemse H, Jaspar GHJ. Quality of powdered substitutes for breastmilk with regard to members of the family Enterobacteriaceæ (Kualitas bubuk pengganti susu ibu berkaitan dengan famili Enterobactericea). J Clin Microbiol 1988;26:743-6



Biering G, Karlsson S, Clark NC, Jonsdottir KE, Ludvigsson P, Steingrimsson O. Three cases of neonatal meningitis caused by Enterobacter sakazakii in powdered milk (Tiga kasus meningitis neonatal yang disebabkan oleh Enterobacter sakazakii pada susu bubuk). J Clin Microbiol 1989;27:2054-6



Westin JB. Ingestion of carcinogenic N-nitrosamines by infants and children (Penyerapan bahan karsinogenik N-nitrosamina oleh bayi dan anak-anak). Arch Environmental Health 1990;45:359-63



Schwarz KB, Cox JM, Sharma S, Clement L, Witter F, Abbey H, et al. Prooxidant effects of maternal smoking and formula In newborn Infants (Pengaruh prooksidan dari ibu merokok dan susu formula pada bayi baru lahir). J Pediatr Gastroenterol Nutr 1997;24:68-74



7. Meningkatkan resiko kurang gizi/gizi buruk

Pada tahun 2003 ditemukan bayi yang mengkonsumsi susu formula berbahan dasar kedelai di Israel harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit akibat encephalopathy. Dua diantaranya meninggal akibat cardiomyopathy. Analisis dari kasus ini menyebutkan bahwa tingkat tiamin pada susu formula tidak dapat diidentifikasikan. Pada bayi yang mengkonsumsi susu formula berbasis kedelai sering ditemukan gejala kekurangan tiamin, yang harus ditangani oleh terapi tiamin. (Fattal-Valevski A, Kesler A, Seal B, Nitzan-Kaluski D, Rotstein M, Mestermen R, Tolendano-Alhadef H, Stolovitch C, Hoffman C. Globus O, Eshel G. Outbreak of Life-Threatening Thiamine Deficiency in Infants in Israel Caused by a Defective Soy-Based Formula. Pediatrics 115: 223-238, 2005)



8. Meningkatkan resiko kanker pada anak

Pusat Studi Kanker Anak di Inggris melakukan penelitian terhadap 3.500 kasus kanker anak dan hubungannya dengan menyusui. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengurangan tingkat resiko terkena leukemia dan kanker lain apabila seorang anak memperoleh ASI ketika bayi. (UK Childhood Cancer Investigators. Breastfeeding and Childhood Cancer. Br J Cancer 85: 1685-1694, 2001)



Studi pada 117 kasus acute lymphotic leukemia yang dilakukan di United Arab Emirates menunjukkan bahwa menyusui secara eksklusif selama 6 bulan atau lebih akan meminimalkan resiko terkena kanker leukemia dan lymphoma (getah bening) pada anak. (Bener A, Denic S, Galadari S. Longer breast-feeding and protection against childhood leukaemia and lymphomas. Eur J Cancer 37: 234-238, 2001)



Tidak menyusui adalah salah satu penyebab terbesar kanker pada ibu. Suatu penelitian mengemukakan tingkat kerusakan genetis yang signifikan pada bayi usia 9-12 bulan yang sama sekali tidak disusui. Para peneliti menyimpulkan bahwa kerusakan genetis berperan penting dalam pembentukan kanker pada anak atau setelah anak-anak tsb tumbuh dewasa. (Dundaroz R, Aydin HA, Ulucan H, Baltac V, Denli M, Gokcay E. Preliminary study on DNA in non-breastfed infants. Ped Internat 44: 127-130, 2002)



Sebuah penelitian yang menggunakan bukti-bukti atas dampak menyusui pada risiko terkena leukemia mempelajari 111 kasus yang 32 diantaranya mengemukakan hal tersebut. Dari 32 kasus ini dipelajari 10 kasus utama dan ditemukan 4 kasus yang mengemukakan hubungan antara menyusui dan leukemia. Kesimpulan yang diambil adalah: semakin lama menyusui/memberikan ASI pada bayi, semakin kecil risiko terkena leukemia. Mereka mencatat, diperlukan dana sebesar USD 1,4M tiap tahunnya untuk mengobati anak-anak yang terkena leukemia. (Guise JM et al. Review of case-controlled studies related to breastfeeding and reduced risk of childhood leukemia. Pediatrics 116: 724-731, 2005)



Schwartzbaum JA, George SL, Pratt CB, Davis B. An exploratory study of environmental and medical factors potentially related to childhood cancer (Studi terhadap faktor lingkungan dan medis yang potensial berhubungan dengan kanker pada anak-anak). Med pediatr Oncol 1991;19:115-21



Davis MK, Savitz DA. Graubard BI. Infant feeding and childhood cancer (Pemberian makanan pada bayi dan kanker pada masa kanak-kanak). Lancet 1988;2:365-8



Freudenheim JL, Marshall JR, Graham S, Laughlin R, Vena JE, Bandera E, et al. Exposure to breastmilk in infancy and the risk of breast cancer (Pemberian air susu pada bayi dan resiko kanker payudara). Epidemiology 1994;5:324-31



Shu XO, Linet MS, Steinbuch M, Wen WQ, Buckley JD, Neglia JP, Potter JD et al. Breastfeeding and the risk of childhood acute leukemia (Menyusui dan resiko leukemia akut pada anak-anak). J Nat Cancer Institute 1999;91:1765-72



Davis MK. Review of the evidence for an association between Infant feeding and childhood cancer (Kajian terhadap bukti adanya hubungan antara pemberian makan pada bayi dan kanker pada masa kanak-kanak). Int J Cancer 1998;Supplement II:29-33



9. Meningkatkan resiko penyakit kronis

Penyakit kronis dapat dipicu oleh respon auto-imun tubuh anak ketika mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. Ivarsson dan tim-nya melakukan penelitian terhadap pola menyusui 627 anak yang terkena penyakit kronis dan 1.254 anak sehat untuk melihat dampak menyusui pada konsumsi makanan yang mengandung protein gluten serta resiko terkena penyakit kronis. Secara mengejutkan ditemukan bukti bahwa 40% anak-anak bawah umur dua tahun (baduta) yang disusui/mendapatkan ASI berisiko lebih kecil terhadap penyakit kronis, walaupun mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. (Ivarsson, A. et al. Breast-Feeding May Protect Against Celiac Disease Am J Clin Nutr 75:914-921, 2002)



Rasa terbakar pada saat BAB dan penyakit Crohn adalah penyakit gastrointestinal kronis yang sering terjadi pada bayi susu formula. Suatu meta-analisis pada 17 kasus yang mendukung hipotesis bahwa menyusui mengurangi resiko penyakit Crohn dan ulcerative colitis. (Klement E, Cohen RV, Boxman V, Joseph A, Reif s. Breastfeeding and risk of inflammatory bowel disease: a systematic review with meta-analysis. Am J Clin Nutr 80: 1342-1352, 2004)



Untuk memperjelas dampak dari pemberian MPASI yang terlalu dini (contoh: dampak dari menyusui dibandingkan tidak menyusui; lama menyusui; dampak menyusui dan hubungannya dengan pemberian makanan yang mengandung protein gluten) pada resiko penyakit kronis, para peneliti melihat kembali literatur tentang menyusui dan penyakit kronis. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang menderita penyakit kronis hanya mendapatkan ASI/disusui dalam jangka waktu pendek. Sementara anak-anak yang disusui lebih lama resiko terkena penyakit kronis ini 52% lebih rendah. Para peneliti mendefinisikan 2 mekanisme perlindungan yang diberikan ASI, yaitu: (1) melanjutkan pemberian ASI/menyusui menghambat penyerapan gluten pada tubuh, (2) ASI melindungi tubuh dari infeksi intestinal. Infeksi dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh bayi sehingga gluten dapat masuk ke dalam lamina propria. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa IgA dapat menurunkan respon antibody terhadap gluten yang dicerna. (Akobeng A K et al. Effects of breast feeding on risk of coeliac disease: a systematic review and meta-analysis of observational studies. Arch DisChild 91: 39-43, 2006)



10. Meningkatkan resiko diabetes

Untuk memastikan hubungan antara konsumsi susu sapi (dan susu formula bayi berbahan dasar susu sapi) dan respon antibodi bayi pada protein susu sapi, peneliti di Italia mengukur respon antibodi pada 16 bayi ASI dan 12 bayi usia 4 bulan yang mengkonsumsi susu formula. Bayi susu formula meningkatkan antibodi beta-casein yang bisa menyebabkan diabetes type 1, dibandingkan dengan bayi ASI. Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan beresiko lebih rendah terhadap diabetes type 1, karena ASI dapat mencegah pembentukan anti-bodi beta-casein. (Monetini L, Cavallo MG, Stefanini L, Ferrazzoli F, Bizzarri C, Marietti G, Curro V, Cervoni M, Pozzilli P, IMDIAB Group. Bovine beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants: their relevance in Type 1 diabetes. Hormone Metab Res 34: 455-459, 2002)



Studi yang dilakukan pada 46 suku Indian Kanada yang menderita diabetes tipe II dicocokkan dengan 92 jenis control penyakit diabetes. Kemudian dibandingkanlah resiko pre dan post-natal dari suku Indian yang disusui dan yang tidak disusui. Menariknya, ditemukan suatu fakta baru bahwa ASI dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes tipe II. (Young TK, Martens PJ, Taback SP, Sellers EA, Dean HJ, Cheang M, Flett B. Type 2 diabetes mellitus in children: prenatal and early infancy risk factors among native Canadians. Arch Pediatr Adolesc Med 156: 651-655, 2002)



Penggunaan susu formula, makanan pengganti ASI dan susu sapi yang lebih dini pada bayi, adalah factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena diabetes tipe I ketika dewasa. Sebayak 517 anak Swedia dan 286 anak Lithuania usia 15 tahun yang didiagnosa menderita penyakit diabetes tipe I dibandingkan dengan pasien non-diabets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memberikan ASI secara eksklusif sekurangnya 5 bulan dan dilanjutkan sampai usia 7 atau 9 bulan (dengan MP-ASI) dapat mengurangi resiko terkena diabetes. (Sadauskaite-Kuehne V, Ludvigsson J, Padaiga Z, Jasinskiene E, Samuel U. Longer breastfeeding is an independent protective factor against development of type I diabetes mellitus in childhood. Diabet Metab Res Rev 20: 150-157, 2004)



Data yang didapatkan dari 868 anak penderita diabetes asal Cekoslovakia dan 1466 kunjungan dar pasien yang terkena diabetes, mengkonfirmasi bahwa resiko terkena diabetes tipe I dapat dikurangi dengan memperpanjang lama/periode menyusui. Menyusui bayi selama 12 bulan atau lebih mengurangi risiko terkena diabetes tipe I secara signifikan. (Malcove H et al. Absence of breast-feeding is associated with the risk of type 1 diabetes: a case-control study in a population with rapidly increasing incidence. Eur J Pediatr 165: 114-119, 2005)



Working Group on Cow's Milk Protein and Diabetes Mellitus of the American Academy of Pediatrics. Infant feeding practices and their possible relationship to the etiology of diabetes mellitus (Kelompok kerja AAP: untuk protein susu sapi dan diabetes melitus. Praktek pemberian makan pada bayi dan kemungkinan hubungan dengan etiologi diabetes melitus). Pediatrics 1994;94:752-4



Karjalainen J, Martin JM, Knip M, Ilonen J, Robinson BH, Savilahti E, et al. A bovine albumin peptide as a possible trigger of insulin-dependent diabetes mellitus (Kemungkinan peptida albumin sapi sebagai pencetus diabetes melitus ketergantungan insulin). N Eng J Med 1992;327:302-7 (Editorial: 1992:327:348-9)



Mayer EJ, Hamman RF, Gay EC, Lezotte DC, Savitz DA, Klingensmith J. Reduced risk of IDDM among breastfed children (Penurunan resiko diabetes melitus ketergantungan insulin pada bayi yang disusui). Diabetes 1988;37:1625-32



Virtanen SM, Räsänen L, Ylönen K, Aro A, Clayton D, Langlholz B, et al. Early introduction of dairy products associated with increased risk of IDDM in Finnish children (Pengenalan awal produk susu dihubungkan dengan meningkatnya resiko diabetes melitus ketergantungan insulin pada anak-anak Finlandia). Diabetes 1993;42:1786-90



>