Senin, 15 Februari 2010

Perbanyak orang sehat sedikitkan orang sakit

“Program kesehatan” antar orang berbeda-beda

Pada tahun 1990-an, tiga kota di Inggris Hertfordshire, Preston dan Sheffield menjadi kota yang penting dan mengundang minat yang luar biasa dari para ahli gizi sedunia. Profesor Barker yang mengungkapkan hasil pengamatan penting tersebut dan mengungkapkan sebuah konsep teori penting fetal programe.[1] Inti dari teori ini adalah apa yang terjadi pada anak selama dalam kandungan sangat menentukan “nasib” kesehatannya di kemudian hari.

Hertfordshire, Preston dan Sheffield adalah tiga kota terparah korban pemboman sekutu Nazi dalam perang dunia di Inggris. Akibatnya infrastruktur kota hancur dan rusak parah. Dampak dari rusaknya infrastruktur kota adalah suplai bahan makanan terhambat. Selanjutnya banyak ibu-ibu hamil yang kekurangan makanan, yang berakibat bayi yang dikandung mengalami kekurangan nutrisi selama kehamilan. Pada saat pemboman itu ada ibu hamil masih dalam usia kehamilan trimester pertama, ada yang trimester kedua dan dan ada pula yang trimester ketiga (3 bulan pertama, 3 bulan kedua, dan 3 bulan ketiga). Jadi dapat dikatakan, bersamaan dengan pemulihan distribusi yang memakan waktu sekitar tiga bulan, peristiwa itu berdampak kekurangan gizi pada tiga kelompok; yaitu kekurangan gizi saat hamil trimester pertama, kekurangan gizi pada trimester kedua dan kekurangan gizi pada trimester ketiga.

Yang menarik di Inggris Raya, ternyata walaupun diguncang peperangan, tetapi catatan medis tetap tersimpan dengan sangat baik dan rapi. Sehingga berapa berat badan ibu tiap kontrol mulai hamil hingga melahirkan, berat badan dan panjang badan bayi baru lahir, saat batita, saat balita, masuk TK, masuk SD setiap tahunnya hingga dewasa dan penyakit apa saja yang diderita selama waktu itu terdokumentasi dengan baik sehingga memudahkan penelitian yang dilakukan oleh Profesor Barker.

Secara umum hal luar biasa yang terungkap dari penelitian ini adalah, anak-anak yang dalam kandungan ibunya dalam keadaan kekurangan nutrisi, berakibat ukuran tubuhnya kecil dan berat badan kurang saat lahir, lebih pendek saat pertumbuhan sampai dewasa, setelah dewasa ternyata mengalami penyakit degeneratif seperti stroke, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, dan penyakit kolesterol lebih dini usianya ketimbang anak-anak yang kecukupan nutrisi saat di dalam perut ibu. Jadi, dapat dikatakan umumnya penyakit degeneratif tadi muncul saat memasuki usia 50 tahun lebih, pada kelompok bayi yang dalam kandungannya menderita kekurangan gizi menderita penyakit dalam usia lebih muda lagi yaitu di usia 40 tahun ke bawah. Lebih lanjut bila dirinci, (dapat dilihat pada gambar)

Trimester kehamilan saat kekurangan nutrisi







Berat lahir

Proporsi tubuh



Berat saat satu tahun



Usia dewasa



Kematian

Trimester pertama

->

Stel ulang pertumbuhan



Kurang

Proporsional kecil

->

Kurang

->

Hipertensi

->

Stroke perdarahan

Trimester kedua

->

Defisiensi insulin

->

Kurang

Kurus

->

Normal

->

Hipertensi

Diabetes melitus

->

Penyakit Jantung Koroner

Trimester ketiga

->

Defisiensi hormon pertumbuhan

->

Normal

Pendek

->

Kurang

->

Hipertensi

Kolesterol LDL naik

Fibrinogen naik

->

Penyakit Jantung koroner

Stroke sumbatan

Gambar . Kekurangan nutrisi saat kehamilan menentukan, bentuk dan ukuran tubuh, pola penyakit saat dewasa dan penyebab kematiannya

Dari gambar di atas, kekurangan nutrisi berakibat tubuh melakukan penyesuaian-penyesuaian, tetapi bersifat permanen dan dibawa terus sampai dewasa dan hingga akhir kehidupannya. Penyesuaian yang permanen ini dalam bentuk ukuran-ukuran jaringan yang lebih kecil, jumlah reseptor hormon insulin lebih sedikit, umpan balik fisiologis yang disesuaikan dengan kondisi kekurangan nutrisi saat dalam kandungan.

Kalau dibuat perumpamaan, seperti pabrik mobil. Pabrik mobil “yang nutrisinya cukup” akan menghasilkan mobil dalam ukuran besar, sampai komponen-komponennya seperti silinder, karburasi, voltage yang dibutuhkan, kapasitas tanki, kapasitas mesin dalam membakar bensin dan sebagainya sesuai “ukuran kebutuhan” bentuk fisiknya yang besar. Kondisi ini akan berbeda dengan pabrik mobil “yang nutrisinya kecil” menghasilkan mobil dengan satu set ukurannya yang berukuran kecil.

Bisa menangkap kan maksud perumpamaan ini?

Yang jadi masalah adalah, ketika mobil yang berukuran kecil ini dalam perjalanan selanjutnya dipaksakan menerima “nutrisi” mobil yang berukuran besar, mobil berukuran kecil ini akan “tenggelam” dalam kelebihan bensin dan oli, sehingga mesin mobil kecil ini jadi cepat rusak.

Kondisi inilah yang mirip terjadi dengan bayi-bayi yang mengalami kekurangan nutrisi dalam kandungan, tetapi dalam perjalanan hidup selanjutnya mengalami kemakmuran. Tubuhnya akan “tenggelam” dalam kelebihan nutrisi, jauh melebihi kapasitas kemampuan kerja sel tubuh untuk merubah nutrisi menjadi kerja dan membuat tubuh mengalami pertumbuhan dan perkembangan serta penggantian sel-sel yang rusak. Akibatnya masa kemunduran (degenerasi) berjalan lebih cepat.

Karena itu dalam konteks Indonesia, mereka yang dalam kandungan ibu mengalami kekurangan nutrisi serius, seperti dijumpai pada orang-orang yang lahir pada zaman revolusi kemerdekaan (1945 – 1948) atau zaman pemberontakan G 30 S PKI (1965) dan zaman reformasi (1997/1998), dijumpai saat lahir kecil dan kurus maka akan rentan mengalami penyakit degeneratif dini yaitu pada usia 40 – 50 tahun. Pencegahannya adalah mengusahakan agar pola nutrisi mendekati seperti dalam kandungan ibu, karena mereka sel-sel tubuh beserta fungsinya di-stel untuk keadaan kekurangan nutrisi. Jauh lebih hati-hati mereka yang lahir dengan ukuran dan berat kecil dalam pengelolaan dietnya ketimbang mereka yang lahir dengan ukuran dan berat badan yang normal.

Jadi untuk kepentingan perencanaan kesehatan, salah satu faktor yang harus menjadi dasar pertimbangan adalah melihat kembali bagaimana ukuran tubuh kita saat lahir dulu yang mencerminkan “progam kesehatan” yang ditakdirkan untuk kita di kemudian hari. Baiknya kita menanya-nanya bagaimana kondisi kesehatan ibu kita saat mengandung diri kita. Dari sana, kita menata ulang pola makan dan kerja kita sebisa mungkin kita tata mendekati pola kondisi saat kita dalam kandungan dulu.

Perbanyak orang sehat sedikitkan orang sakit hanya bisa dihasilkan secara berjamaah

Memperbanyak orang sehat dan menyedikitkan orang sakit tidak bisa ditangani sendiri oleh dokter beserta kru profesional kesehatan lainnya. Sebagai contoh, teman saya seorang dokter kepala puskesmas di daerah perkebunan teh. Beliau bercerita kepada saya, banyak pekerja teh yang mengalami patah tulang karena kecelakaan saat menuruni tanah yang terjal dan licin. Dapat dikatakan bahwa pekerjaan pemetik daun teh mempunyai risiko patah tulang. “Lalu adakah cara untuk menguranginya?” tanya saya padanya. “Sebenarnya ada, membuat undak-undakan yang landai pada daerah-daerah strategis yang sering terjadi kecelakaan” jawab beliau. “Apakah puskesmas bisa membuat itu bu?” tanya saya padanya. “Tentu tidak” jawabnya spontan. “Lalu?” saya bertanya. “Bisanya kita hanya ‘memprovokasi’ camat, lurah dan warga untuk mewujudkannya” jelas beliau.

Sementara itu di puskesmas lainnya yang agak perkotaan, dimana angka kejadian demam berdarah di tempatnya termasuk tinggi. Demam berdarah memang bukan penyakit asli orang Indonesia. Ia diimpor bersama nyamuk pembawa (vektor) dari Afrika tepatnya daerah sekitar Mesir. Nama ilmiah nyamuk vektor Aedes Aegypti mencerminkan nama aslinya Egypt = mesir. Terbawa ke Indonesia bersama dengan kapal-kapal yang singgah di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kejadian demam berdarah pertama kali muncul di kota pelabuhan itu. Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah, kebersihan antara orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Ada yang disiplin dalam membersihkan dan merapikan rumahnya, sementara itu sebagian yang lain malas dalam bersih-bersih terutama daerah kos-kosan. Karenanya sering dijumpai obat panu dari berbagai merek di kamar-kamar kos tersebut. Akibatnya, walaupun sebagian orang sudah berusaha dengan maksimal pemukimannya bersih dari sarang nyamuk, terbukti dari pemantauan jentik dinyatakan bebas jentik, tetapi tetangga sebelahnya yang jorok adalah produsen terbesar nyamuk aedes aegypti. Selanjutnya virus dengue sebagai penyebab demam berdarah dan virus Chikungunya yang bersarang di dalam tubuh nyamuk itu dengan leluasa berterbangan “menebar pesona” yang menakutkan bagi kesehatan dan keselamatan jiwa warga dalam satu blok pemukiman yang masih dalam jangkauan terbang sang nyamuk ini. Jadi mewujudkan lingkungan yang sehat adalah tanggung jawab setiap orang, bukan orang lain.

Seorang dokter umum, teman sejawat yang juga berprofesi sebagai dosen, pernah bercerita bahwa dalam penelitiannya, pekerja yang bekerja di bagian mesin ternyata lebih berisiko menderita gangguan tuli dan angka perceraiannya relatif lebih tinggi ketimbang bagian lainnya seperti administrasi maupun customer service. Usut punya usut ternyata tingkat kebisingan di bagian mesin ini melebihi 80 dB. Sambil bercanda, beliau mengatakan “kayaknya penyebab perceraian adalah dampak suara bising dalam jangka panjang mengakibatkan impotensi disamping ketulian yang permanen”. Lagi-lagi menunjukkan fakta kepada kita bahwa banyak panyakit yang sebenarnya banyak dihindari. Pada kasus tuli permanen ini, sebenarnya pengusaha tidak saja mementingkan uang yang dihasilkan dari pabriknya, tetapi juga memikirkan kesehatan dan kesejahteraan batin para pekerja, dengan menganggarkan peredam suara mesin, sehingga orang bisa bekerja dengan nyaman dan dalam jangka panjang memberikan kesehatan yang optimal.

Satu lagi contoh bahwa banyak penyakit sebenarnya bisa dicegah dan tidak bisa diselesaikan oleh dokter dan kru profesional kesehatan saja, tetapi butuh melibatkan pihak lain untuk menyelesaikan masalah tersebut. Suatu ketika dalam waktu satu minggu di dalam waktu yang berbeda, saya kedatangan lima orang dengan penyakit yang sama yaitu sakit panu atau dalam bahasa medis tinea versicolor. Satu pertanyaan saya yang jawaban mereka sama, padahal mereka tidak bersamaan memeriksakan penyakitnya kepada saya, “bapak kerja di tempat yang panas hingga berkeringat banyak?” jawab mereka “ya, tempat kerja kami tidak ada ventilasi, atap dan dinding bagian atas dari seng”. Saya mengatakan kepada mereka dengan kalimat yang sama, tetapi waktu dan orang berbeda, “mohon bapak agar meminta kepada pemilik bengkel tempat bapak bekerja agar menyediakan, angin-angin, sehingga panas bisa mengalir bersama mengalirnya udara lewat angin-angin tersebut. Penyebab penyakit bapak adalah karena ventilasi di tempat kerja bapak kurang baik. Keringat berlebihan merupakan faktor yang disukai oleh jamur penyebab penyakit yang diderita bapak. Tidak ada sebab yang lain”.

Beberapa bulan sesudahnya, salah seorang diantara mereka memeriksakan lagi ke tempat praktik saya dengan penyakit yang lain. Saya bertanya, “gimana pak sakit kulitnya sudah sembuh?” “Sudah dok, setelah ventilasi diperbaiki, penyakit jamur kulit yang kami derita itu tidak kambuh lagi”

Alhamdulillah, penyakit sembuh karena kita semua secara berjamaah yang mengatasinya.




[1] Barker, D. J. P.and Clark, P. M.: 1997; Fetal undernutrition and disease in later life; Reviews of Reproduction (1997) 2, 105–112