Jumat, 02 Maret 2007

TIDAK ADA ISTIMEWANYA MENJADI DOKTER

Kata orang menjalani profesi dokter itu…enak, kaya, harta melimpah, selalu dihormati dimana pun, menjanjikan masa depan yang baik……jodohnya mudah……

Pernah suatu ketika saya mengantarkan istri yang mengantri giliran untuk dilayani, saya duduk-duduk dekat kursi customer service. Ketika duduk tersebut saya didekati seorang pegawai dari sebuah perusahaan asuransi yang menawarkan produk-produk asuransi. Kemudian saya menjawab

“mbak lha wong saya masih kredit rumah kok ditawarin asuransi”…

petugas tersebut tersenyum dan temannya yang duduk di dekatnya yang ternyata bagian pelayanan kredit, setelah berbicara panjang lebar dan mengetahui saya dokter dan tahu bagaimana kondisi keuangan saya, akhirnya dia berkata..

“Saat ini kalau ada kredit macet mesti kebanyakan dokter…! Anggota IDI1! Padahal penampilannya kan tahu sendiri…mentereng…meyakinkan…orang kaya. Tetapi kalau IBI2 itu…bagus dalam melunasi utangnya… sehingga pihak bank kami lebih senang memberikan penawaran pinjaman kepada anggota IBI.”

“Kok bisa ya mbak?”

“Iya… mereka para dokter itu…mengambil kredit banyak sekali… mungkin untuk menopang prestige penampilannya...mengambil kredit untuk rumah mewah…mengambil kredit mobil yang patut untuk style dokter…itu pun masih menambah kartu kredit… jadi seringkali tidak diperhatikan bahwa semua itu adalah beban keuangan yang sudah melebihi ambang psikologis… dan jadilah kredit macet.”

“Dengan beban keuangan seperti itu…bagaimana para dokter memerlakukan pasiennya…terutama yang berkaitan dengan keuangan yang masuk ke kantong dokter?” kata saya dalam hati.…………..

Yang tampak di permukaan saat ini, dokter selalu dipersepsi kaya atau full-fulus. Kalau tidak kaya maka dalam masyarakat kita tampaknya ini adalah hal yang tabu. Pengalaman saya juga membuktikan hal-hal yang demikian. Hingga saat ini saya belum mempunyai mobil, walaupun second. Rumah masih kredit. Hingga tulisan ini dibuat, rumah saya lunas dua belas tahun lagi… saat itu saya sudah berusia 45 tahun. Anda heran?

Jangan khawatir! Kalau Anda heran berarti Anda tidak sendiri. Banyak pasien saya yang berkomentar demikian.

“Dokter, panjenengan bersahaja ya… “

“Kenapa pak?”

“Biasanya dokter itu bermobil…., tetapi panjenengan tidak… kendaraan sepeda motor Honda Prima tahun 90-an.. dan helmnya itu… nyuwun sewu butut..”

Memang saya pakai sepeda motor Honda Prima tahun 90-an, sedangkan istri saya memakai Honda Supra tahun 2003. Saya, hingga tulisan ini disusun adalah menginjak tahun ke-7 praktik pribadi. Demikianlah keadaan saya. Helm yang saya pakai berwarna kuning sudah retak-retak…. Sehingga pantaslah seorang pasien dari percakapan nyata di atas tampaknya kasihan dengan kondisi saya…

Sekarang anak saya dua, yang pertama duduk di kelas dua SD sedangkan yang kecil masih berusia 9 bulan. Tapi mengapa kondisi saya masih sedemikian rupa? Maksudnya tidak menunjukkan gejala-gejala atau tanda-tanda saya ini seorang dokter yang sukses, mempunyai mobil, rumahnya megah dsb.……………………..

Saya yakin gambaran sebagian besar dokter saat ini…. sangat mirip-mirip dengan kondisi saya… sebagian besar mereka adalah anak orang biasa….bukan anak seorang Guru Besar Kedokteran Ternama….pengusaha… sehingga bisa memuluskan kariernya di jenjang yang lebih tinggi…. Bapak ibu saya untuk menyekolahkan ketiga putra putrinya menjadi dokter dan dua putranya menjadi insinyur harus menjual rumah yang ditempati….dan saat ini mereka berdua mengontrak rumah…………….

Beberapa waktu yang lalu ketika menghadiri acara pertemuan ilmiah…..sempat ngobrol-ngobrol dengan teman sejawat yang dulu adik kelas.. dia bercerita tentang… biaya-biaya mengambil program spesialis…..

tarifnya adalah sebagai berikut spesialis Obgyn harus mengeluarkan uang minimum 150 jutaan bahkan ada yang berani membayar sampai 500 juta untuk sekedar “uang gedung”. spesialis kulit karena nilai pasarnya sedang naik daun terutama kosmetik… juga mengikuti Obgyn….. Spesialis lainnya rata-rata uang yang dikeluarkan untuk “uang gedung” adalah 50-an juta. SPP per semester…5 – 8 juta…belum lagi biaya “perploncoan” sebagai yunior…membayari club golf, tennis, makan-makan di restoran mewah… semuanya ditanggung oleh yunior. Itu pendidikan dokter tingkat lanjut…

untuk yang dokter umum saja…terutama PTN jalur khusus dan swasta… sama 150-an juta sampai ada yang berani membayar 500 juta…………………

Sementara itu.... banyak kenyataan Lain...

Seorang teman sejawat pernah bercerita pada saya harus berjalan menyusuri hutan dan sepatu dilepas berbecek-becek jalan di atas genangan air dan sungai, untuk mencapai rumah seorang penderita yang tidak mampu berjalan. Keadaan rumah dan sosial ekonomi pasien sangat memrihatinkan….sehingga mana tega menarik jasa dan obat-obatan yang diberikan kepada pasien.

Kakak saya sendiri yang menjadi dokter PTT di Bengkulu mendapatkan daerah yang susah mendapatkan air bersih. Air sumur di rumah dinas,

baru diambil 2 – 3 ember sudah keruh dan tidak bening lagi. Belum lagi,

tidak banyak mendapatkan uang cash, pasien yang berobat mengganti

ongkos obat dengan memberikan seekor ayam jago (lihat Dokter

Peternak Ayam Jago).…………

Profesi Dokter di Indonesia saat ini Ber-Resiko Tinggi mengalami FULUSTRASI…………….

Harus pintar-pintar dalam memasarkan dirinya...
Mak... gelloo...daaaak..


1 IDI = Ikatan Dokter Indonesia

2 IBI = Ikatan Bidan Indonesia