Minggu, 03 Juni 2007

“SERIBU KALI LIMA BELAS = LIMA BELAS RIBU”

Orangnya sudah separoh baya, tapi tingkahnya sebaya dengan anak remaja. Orang-orang memanggilnya Tobil. Rambutnya tidak di semir hitam, sehingga kombinasi putih uban dan rambut hitam dalam porsi yang berimbang menghasilkan warna abu-abu. Suatu ketika di warung makan…

“wuuutss” tangannya menyabet lalat dan kena… kemudian memasukkan lalat itu ke dalam kantung plastik. Satu… dua….tiga……

“Satu… dua ….tiga….empat…..lima….enam…..tujuh….delapan….sembilan….sepuluh. … sebelas….dua belas……tiga belas…empat belas….lima belas” dia bergumam

Tingkahnya yang aneh menangkapi lalat itu jadi perhatian banyak orang, tidak saja pelanggan warung, tetapi juga orang-orang pasar yang lalu lalang.

“seribu dikalikan lima belas sama dengan lima belas ribu…… di bawa ke tempatnya Pak Hendro aja ah dapat lima belas ribu rupiah…..” gumam beliau yang bisa didengarkan oleh setiap orang yang ada di sekitarnya.

Semua orang yang berada di situ, sudah tahu siapa pak Hendro, orang barusan disebut Tobil. Pak Hendro adalah pengusaha yang dekat dengan banyak orang kecil.

……………………………………..

Setelah peristiwa itu…pak Hendro kebanjiran orang yang berkepentingan untuk menukarkan lalat yang bisa ditukar uang @ lalat = Rp. 1.0000,-. Pak Hendro jelas tidak terima dengan perlakuan ini.

“Saya ga pernah menerima orang jualan lalat @ Rp. 1.000,-. Siapa bilang saya menerima pembelian lalat @ Rp. 1.000,-.?” Tanya pak Hendro dengan nada berang.

“T o b i l” kata orang-orang yang sudah terlanjur membawa berbungkus-bungkus lalat.

“Sialan”

…………………………………………

Kali ini, orang ramai-ramai mendatangi rumah pak Hendro, dengan pakaian resmi, lengkap. Para bapak-bapak ada yang memakai jas kalau dia berhaluan mode nasional. Ada pula bapak-bapak yang memakai baju batik koleksi pribadi terbaik yang dimiliki kalau dia berhaluan Jawa original alias tulen. Ibu-ibu pun juga mengikuti bapak-bapaknya ada yang memakai kebaya, ada yang memakai pakaian berstandard mode internasional. Tak lupa pula mengiringi berhamburan aroma wangi yang ditebarkan oleh masing-masing orang, semuanya ingin menampilkan sisi terbaik penampilan fisik yang dimiliki.

Akan tetapi……

Mereka mendapati….

Rumah pak Hendro tidak ada apa-apa. Maksudnya, tidak ada gelagat yang menunjukkan bahwa diri dan keluarganya mempunyai hajat besar. Maksudnya lagi… mempunyai hajat sesuai dengan undangan yang telah beredar di kalangan hadirin. Yaitu pak Hendro sedang punya hajat menikahkan putrinya.

Para hadirin seperti sedang dipermalukan…

Semua yang datang kecewa, heran dan tidak tahu marah dengan siapa. Mengapa mereka semua berada di sana. Mengapa mereka semua jadi kerjaan seseorang. Dan ternyata mereka akhirnya bisa mengetahui bahwa semua ini adalah hasil kerjaan si Tobil. Mereka saling cocok mencocokkan, siapa yang ngasih undangan.

Ternyata semuanya berhubungan dengan si Tobil. Baddallaa..

“Sialan… Tobil”

………………………………………………………

Mencoreng muka itu jauh lebih mudah dari pada membangun nama baik. Pepatah mengatakan air susu satu belanga atau satu bak bisa rusak hanya oleh nila setitik. Sebaliknya membangun nama baik butuh proses yang lama. Kalo kita melihat bagaimana prosesnya nabi Muhammad SAW diberikan gelar oleh kaumnya, ternyata memakan waktu puluhan tahun, jauh sebelum beliau ini diangkat rasul oleh Allah SWT.

Dalam dunia bisnis pun juga demikian. Perusahaan Toyota bisa memiliki nama besar setelah sampai pada generasi kedua. Perusahaan-perusahaan besar lain, seperti Unilever, Honda, General Electric dan juga Astra International, juga membutuhkan waktu puluhan tahun. Nama baik terbangun dalam hitungan decade. Bukan hasil sulap menyulap semalam langsung jadi, tetapi, diisi perjuangan untuk menghasilkan konsistensi mutu dan hasil kerja yang baik secara keras, begitu dan begitu serta terus dan terus menerus, dalam hitungan dekade baru orang memberikan pengakuan nama baik.

Pakar pemasaran Al-Ries mengatakan brand (nama baik) is not build in one night but it build in decade.

Jadi bagaimana si Tobil bisa membangun nama baik suatu ketika dia sadar, sementara orang makin lama makin tersadarkan dia sebagai orang yang suka ngerjain ato suka membangun nama buruk buat dirinya sendiri.

NAMA BAIK ITU HARUS DIBANGUN