Rabu, 01 April 2009

Karakter Aneh Kader PKS


Kalau pada tulisan PKS target 20 % saya sudah berjanji tidak akan menulis artikel tentang PKS lagi. Kecuali terjadi suatu hal luar biasa yang perlu saya tanggapi secara menyeluruh lewat sebuah tulisan. Sebisa mungkin tanggapan yang datang akan saya layani di kolom komentar. Tetapi beberapa hari terakhir ini ada beberapa oknum (atau satu orang oknum?) yang perilakunya cukup membuat saya tergelitik untuk menulis lagi artikel tentang PKS.

Sebelumnya, saya ingin menjelaskan mengapa saya tidak berminat untuk membahas tentang PKS lagi? (kecuali terpaksa, sesuai dengan kondisi diatas) Ada beberapa alasan yang dapat saya uraikan menjadi beberapa poin antara lain :

1.Saya tidak lagi menghitung PKS sebagai variabel penentu masa depan bangsa ini. Argumennya? Tidak etis saya terangkan di artikel ini dan ujung-ujungnya nanti dituduh memfitnah. Saya bukan ingin menjelek-jelekkan PKS, saya hanya ingin menunjukkan keprihatinan saya akan “persepsi mutlak” karakter yang melanda mayoritas kader PKS, utamanya yang bergabung dari tahun 2004 sampai sekarang.

2.PKS saya nilai sudah anti kritik yang merupakan salah ciri utama kematian dari sebuah gerakan yang berangkat dan berdasar pada nilai seperti gerakan ikhwanul muslimin. Sebuah gerakan dengan landasan ideologis apapun, ketika meminggirkan peran dialogis dan argumentatif hanya akan mengantarkan mereka menuju jurang kehancuran yang makin dalam tanpa disadari atau tidak. Harus diakui, PKS bukannya melenyapkan peran dialogis dan kritik. Dalam halaqah-halaqahnya relatif masih ditemui tradisi itu, tetapi umumnya ujung diskusi tersebut akan bermuara pada pernyataan “antum harus tsiqah dan wajib taat”, “berhusnudzhanlah, karena hal ini sudah melalui syuro orang yang lebih paham daripada kita” dll. Tanggapan struktur PKS yang dinakhodai oleh segelintir qiyadahnya terhadap kritikan kadernya sendiri umumnya berpola sebagai berikut :
  • Kalau ada kadernya yang sedikit kritis disebut sebagai kader tidak tsiqoh dan tidak taat
  • Kalau ada berita apapun yang tidak enak langsung disebut fitnah
  • Lalu kalau ternyata benar, disebut ghibah, kemudian dilabeli membongkar aib
  • Setelah itu, kalau masih terus gencar bertanya disebut hasad dan barisan sakit hati
  • Kalau masih bertanya juga, disebutlah bahwa jamaah ini bukan jamaah malaikat tapi jamaah manusia. Kalau memang PKS jamaah manusia, maka seharusnya dan selayaknya ditegakkan aturan manusia seadil-adilnya! Bukan melegitimasi kekhilafan yang terjadi. Jadi kalau ada orang/sekelompok orang mengingatkan jangan marah atau merasa paling benar kalau dinasehati seperti itu dan membalas dgn hujjah di atas, kita bukan jama'ah malaikat..terus maunya disebut jama'ah apa? Karena jamaah manusialah, maka PKS harus siap bertanggungjawab. Apalagi PKS itu partai politik resmi yang terdaftar! Bukan yayasan abal-abal.
  • Akhir-akhir ini ada lagi senjata baru, yaitu : NAJWA atau bisik-bisik. Pendapat saya, istilah ini tidak tepat. FKP atau Forum Kader Peduli bukan bisik-bisik lagi, tapi mereka datangi fraksi, kirimi petisi ke bos besar, buat kajian yang terbuka buat siapa saja. Mereka sangat ingin diajak dialog, tapi bukannya diajak dialog yang obyektif, malah mereka dipanggil satu persatu untuk diadili. Masih pantas disebut bisik-bisik? Mau lihat contoh Najwa yang asli? Contoh fakta: sewaktu Ustad Anis Matta dan Bang Fahri Hamzah melakukan fait-accomply ke mana-mana bahwa iklan Soeharto sudah kesepakatan internal, sudah dibahas secara mendalam. Tapi dibantah oleh ustad Hidayat NW dan Ustad Tif, itu baru layak disebut bernajwa!
3.PKS sebagai parpol tidak masuk dalam rencana hidup saya. Saya tidak punya kepentingan apapun dengan PKS. Mau PKS menang, kalah, dapat 20 persen, dapat 1 persen, mau nungging, mau merangkak, mau berlari, dan lain-lain. Sama sekali tidak berimplikasi pada kehidupan pribadi saya baik secara ekonomi, sosial, politik dll. Saya tidak mendapat titipan agenda dari parpol manapun untuk menggembosi PKS, saya tidak akan mendapat penghargaan kalau kritikan saya berhasil membusukkan PKS, sebaliknya, saya tidak pernah berharap dengan menulis artikel-artikel ini saya akan mendapat bargaining politik, lantas ditawari masuk ke struktur politik PKS. Bukan itu tujuan saya, wong saya bukan aktivis politik praktis, dan tidak pernah berniat masuk ke politik praktis. Sewaktu dahulu saya ikut ngaji di PKS, lama baru saya ketahui (kurang lebih setahun) bahwa ternyata tarbiyah yang saya ikuti ternyata adalah turunan langsung dari sebuah partai politik. Lantas saya bertemu dengan Kak Uce yang mempunyai pribadi mempesona, dan sayapun tertarik bergabung. Semata-mata karena ingin mencari islam yang benar, setelah sewaktu SMU dahulu sangat gemar membaca majalah-majalah hidayatullah. Saya lalu makin terkagum-kagum dengan konsep pergerakan Hasan Al Banna, sampai sekarangpun kekaguman saya tidak pernah luntur. Sewaktu saya keluar dari jamaah PKS, saya menjalin korespondensi email dengan beberapa ustad-ustad FKP. Oleh beliau-beliau saya diajak buat ta’lim dan sejenisnya di Makassar. Tapi setelah saya pikir-pikir, jikalau saya bergabung dengan FKP, tentu saja akan menambah luka ukhuwah yang makin menganga dengan mantan rekan seperjuangan saya di PKS Sul-Sel. Dan bukan tidak mungkin, tuduhan dan ghibah keji akan menimpa diri ini. Sehingga saya mengambil keputusan, cukup memberikan dukungan moral dan terus mengikuti perkembangan. Saya bukan bagian resmi dari FKP, tapi saya adalah simpatisan dan pendukung mereka, sebagai harakatul inkadz gerakan Ikhwanul Muslimin Indonesia. Apalagi dengan fakta bahwa, sebelum keluar dari PKS saja, saya bisa mendapatkan perlakuan tidak adil, apalagi setelah keluar, emang bisa kedengaran? Hehehe.

4.Saya merasa, banyak orang yang lebih baik pemahamannya, lebih baik amalannya, lebih baik ibadahnya daripada saya di jamaah PKS. Saya merasa tidak pantas memberi kritik dan nasehat kepada mereka.

Nah, kalau memang sudah tidak berminat kok ditulis juga? Ini merupakan sebuah kontemplasi yang panjang buat saya dalam 2 bulan terakhir ini. Saya lalu bertanya-tanya ke hati saya sendiri. Buat apa saya kritik PKS? Apa untungnya? Jangan-jangan sentimen pribadi nih? Lama saya bertanya jawab dengan diri saya sendiri. Kemudian sampailah saya pada beberapa kesimpulan yang membulatkan saya untuk menulis lagi sebuah artikel tentang PKS. Kesimpulan itu adalah :

1.Saya ingin menjadi bagian dari manusia terbaik yang disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 110 : “Kalian adalah umat terbaik yang ditampilkan kepada umat manusia, karena kalian menyuruh perbuatan ma'ruf dan mencegah perbuatan munkar serta beriman kepada Allah.” Jadi, tidak mutlak menunggu amalan sempurna dahulu, tidak harus menanti amalan banyak, baru bisa memberi nasehat.

2.Hikmah itu bisa datang dari siapa saja. Bahkan iblispun ketika ditangkap oleh Abu Hurairah sanggup memberikan hikmah, yang banyak kita gunakan saat ini, yaitu ayat kursi. Dengan diri ini yang bertabur maksiat, semoga tulisan saya dapat memberi inspirasi kepada pembaca yang ditulis berdasarkan fakta riil di lapangan.

3.Keutamaan berjamaah yang dibahas dibanyak hadits. Saya merasa bahwa salah satu konstribusi saya kepada jamaatul minal muslimin (contoh: IM, HT, JT dll) yang merupakan metamorfosis transisi dari dan ke jamaah muslimin, adalah dengan menulis artikel seperti ini. Walaupun mungkin agak pahit, tetapi minimal saya memberi sedikit sumbangan kepada jamaah muslimin yang sama-sama kita nantikan kelahirannya. Dimana baiat kepadanya wajib! Dan tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya!

4.Ikhwanul Muslimin adalah pergerakan islam kontemporer yang sangat saya hormati dan kagumi. Sejelek apapun PKS, dia tetap merupakan subordinat otonom yang dibawahi langsung tandhim ‘alami IM. Selama belum mendapat sangsi nyata dari tandhim ‘alami, maka selama itu pulalah perhatian saya akan tetap kepada PKS. Bahkan seburuk-buruknya PKS, dia tetap Partai Kupilih Selalu (ikut2-an bikin singkatan PKS/Partai Kebanyakan Singkatan hehe). Karena alternatif golput jauh lebih besar mudharatnya. Tapi untuk mempromosikan? No way! Gak tega tawarinnya ke orang-orang.

5.Seminggu terakhir ada sms dari orang aneh, yang tidak mau menyebutkan identitasnya. Saya tidak tahu apa maksud dan tujuannya. Ketika saya tunjukkan dalil fakta dan nash, dia hanya berkelit dan menjawab asal. Lalu muncul lagi komentar dari seseorang bernama sastrawan hijau diblog saya. Yang anehnya, juga tidak jelas identitasnya (sudah tradisi kader PKS? Semoga tidak…). Memberi komentar bernada taklid, mengaku obyektif tapi sudah mengklaim bahwa ustad fulan PASTI salah sebagaimana klaim MRnya. Waduh, geleng-geleng kepala saya! Dan semakin bulatlah azzam saya untuk menulis lagi artikel tentang PKS.

6.Mayoritas kader PKS (tidak seluruhnya) dihinggapi “persepsi mutlak” yang menurut saya sangat berbahaya ketika PKS akan menjadi what so called the ruling party. Dimana saya akan menjelaskan dalam urutan poin pembahasan tersendiri.


Diatas saya sudah sebutkan rawannya “persepsi mutlak” yang menjadi karakter lapangan mayoritas kader PKS. Karakter ini sangat berbahaya menurut saya, apalagi salah satu goal atau tujuan PKS adalah ingin menjadi partai pemenang. Kenapa saya sebut berbahaya? Karena karakter ini dibungkus dengan doktrin ideologi agama. Dimana kita semua tahu, agama merupakan barang yang sangat sensitif, dan tidak sedikit orang yang rela menyabung nyawa karenanya. Maka, jikalau karakter ini terlanjur membentuk persepsi kader PKS saat ini. Ketika telah berkuasa, sangat berpotensi pemerintahan yang terbentuk akan lebih bersifat diktator daripada orde baru maupun orde lama. Adapun “persepsi mutlak” karakter kader PKS secara umum adalah :

  • Ketika kader PKS diingatkan, bahkan dengan mengacu ke dalil yang shahih sekalipun, muncul balasan, "jangan jadi komentator tapi beramallah", "memang antum sudah beramal apa?", “ayo amal, amal, amal!”. dll. Na'udzubillah, ini kelakukan menyimpang, merasa berhak mempertanyakan amal orang, dan merasa sudah banyak beramal. Seolah-olah orang diluar PKS itu sedikit kerjanya, bahkan tidak beramal sama sekali. Saya tidak akan pernah terpancing untuk menyebut-nyebut amal saya dengan ungkapan bodoh seperti diatas.
Cukuplah taujih robbani kepada kita semua :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya (Al Baqarah: 264).
  • Masih berhubungan dengan karakter pertama. Kader PKS seakan merasa mereka adalah sebuah 'perseroan terbatas' yang bersifat proprietary, sehingga merasa berhak memutuskan apapun tanpa melihat aspek 'perasaan' publik, hal mana terlihat jelas dalam berbagai kebijakannya selama ini. Padahal perlu dicatat dan diingat bahwa sebuah partai politik adalah sebuah 'perseroan terbatas' yang sudah go public. Layaknya sebuah perusahaan yang besar karena go public, mereka juga harus mempertanggungjawabkan kebijakan-kebijakan pentingnya kepada publik. Menjelaskan apa latar belakang sebuah kebijakan diambil.Tetapi sayang seribu sayang, ungkapan yang paling sering muncul untuk menanggapi konsep ini adalah: kami adalah pemain bola dan anda adalah penonton, dan penonton tahu apa sih? Selain teriak tidak karuan dari tribun penonton! Sekali lagi, industri sepakbola masa kini merupakan sebuah industri yang “share cost and profit” antara klub, suporter, dan publik. Dimana peran suporter bukan saja terletak pada sorak sorai mereka di dalam stadion, tetapi suporter juga turut andil dalam permodalan, berbagi untung rugi dengan cara membeli saham, membeli merchandise dan sebagainya. Tentu saja analogi ini hanya sekedar permisalan yang lahir dari kepala saya yang iseng. Tetapi secara umum logika pemain bola vs supporter untuk digunakan sebagai penangkis jawaban terhadap konstituen kritis sudah sangat baheula. Kecuali, logika manajemen sepakbola yang digunakan adalah logika klub sepakbola tarkam alias antar kampung, maka jawaban ini sangat manjur! Apakah manajemen PKS yang professional, bersih dan peduli itu adalah manajemen tarkam? Hanya kader PKS sendiri yang bisa menjawabnya.
  • Amal dakwah hanya seputar kegiatan kepartaian. Ini adalah fakta! Dari banyak diskusi dan pengamatan saya terhadap sepak terjang kader PKS selama ini. Banyak saya temukan persepsi bahwa ketika seorang kader tarbiyah hanya berdakwah di kampus, yayasan atau tandhzim lain diluar partai, maka itu dianggap belum atau tidak sempurna berdakwahnya. Dianggap belum paham manhaj. Dakwah sangat terbatas pada kegiatan direct selling, baksos, pasang spanduk, dll. Seolah-olah dakwah ikhwah di HT, JT, salaf, WI tidak afdol. Naudzubillah! Rasul SAW tidak duduk menjadi anggota Dewan Darun Nadwah (DPRnya orang Quraisy). Tapi Rasulullah tetap bisa berdakwah. Para ulama salaf juga demikian, banyak dari kalangan ulama salaf yang tidak menjadi bagian dari pemerintah dan majelis Ummat seperti Imam Ahmad bin Hambal tapi beliau masih bisa berdakwah. Banyak saudara-saudara muslim lain yang juga berjuang agar pornografi dimusnahkan di luar parlemen, bukan hanya dari dalam parlemen.
  • Materi-materi pembinaan yang sangat nampak membekas selama ini hanya seputar qiyadah-jundiah semata. Hanya mengandalkan kesetiaan (taat dan tsiqoh), tanpa mau lagi menggunakan anugerah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sangat besar, yaitu iman dan akal. Sehingga yang terjadi, mereka membenarkan apapun dari qiyadahnya, berbaik sangka pada apapun yang datang dari qiyadahnya, berburuk sangka kepada orang yang kelihatan 'memusuhi jamaahnya', ikut memusuhi orang yang dimusuhi oleh qiyadahnya (sudah banyak asatidz sabiquunal awwalun yang berbeda pandangan muraqib amm yang terkena hal ini), bahkan tidak segan memfitnah orang-orang yang berbeda pendapat atau memberi peringatan kepada qiyadahnya.
  • Masih berhubungan dengan poin sebelumnya, karakter mayoritas kader PKS saat ini adalah ketidakseimbangan tabayyun. Apapun yang diperoleh dari qiyadahnya cenderung diterima tanpa reserve mendalam terlebih dahulu. Ketika dikatakan si A bermasalah, barisan sakit hati, tidak paham manhaj dll. Maka mayoritas kaderpun akan mengiyakan tanpa pernah berusaha sedikitpun untuk tabayyun. Tetapi ketika ada kebijakan PKS yang aneh di ranah publik, dan ada yang mempertanyakan. Maka diwajibkan baginya untuk tabayyun ke struktur PKS. Dan bisa ditebak, hasilnya, kalau tidak berhasil dibungkam, maka si tabayyuners akan diasingkan secara terang-terangan atau terselubung, cepat atau lambat.
  • Anggapan sempit bahwa kemenangan PKS adalah kemenangan dakwah? Harus disadari bersama bahwa kemenangan yang sesungguhnya bukanlah semata-mata ditentukan oleh berapa banyak kekuasaan dan jabatan itu bisa diraih dan dikuasai serta berapa banyak anggota yang duduk di DPR maupun di DPRD. Akan tetapi, hakikat kemenangan adalah ketika kita berpihak pada nilai-nilai keislaman tersebut walaupun secara kasat mata belum banyak kekuasaan yang dicapai dan diraih. Tetapi, ketika para dai yang politisi ini mendapatkan jabatan dan kekuasaan tersebut dengan cara-cara yang baik dan benar, maka itulah sejatinya hakikat kemenangan. Nah, sebelum lebih jauh, tahu gak sih kita semua apa itu kemenangan dakwah? Jawab :
Ketika tujuan dakwah sudah tercapai. Apa tujuan dakwah? Baca Quran.
Tujuan dakwah:
1. Penegakan kalimat tauhid (An Nahl: 36, Al Anbiyaa': 25, Az Zumar:11)
2. Berhukum pada hukum Allah (AlMaa'idah: 44, Yusuf:40,AsSyuura:13).

Negara atau khilafah itu hanyalah sasaran antara.

Cara menegakkannya: sudah ditegaskan dengan cara seruan hikmah (AnNahl: 125).
Bonusnya: Allah menjanjikan kekuasaan di muka bumi bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholeh (An Nuur: 55)

Tantangannya: jalan dakwah memang bukan jalan dengan karpet merah (Al An'aam: 10, Al An'aam: 34), bukan pula jalan yang bertabur harta "ganimah hasil musyarokah" (Al An'aam: 90, Huud: 29).

Nah! Yang jadi pertanyaan, katakanlah PKS menang dengan sekian persen, apakah tidak akan ada lagi kasus seperti dukun ponari? Tidak ada lagi praktik-praktik paranormal? Atau ketika PKS menang syariat islam langsung tegak? Tidak ada lagi penentangan terhadap hukum Allah? Dll? Terlalu jauh kayaknya. Saya kira doktrin ini agak berlebihan, kemenangan politik bukanlah kemenangan dakwah! Tujuan utama dakwah adalah agar tidak ada lagi orang, makhluk di muka bumi ini yang menduakan nama Allah. Itulah tujuan para nabi diutus dari zaman Adam AS sampai Muhammad SAW! Berkuasa HANYA efek samping.
  • Anggapan bahwa kalau tidak ada PKS maka parlemen akan rusak. Dunia parlemen tanpa PKS seolah-olah akan dikuasai kekuatan sekuler.Tanpa obyektif berfikir, sebegitu mudahnya kah ummat islam dengan segenap ormasnya bisa 'dikerjain mentah2'? Apa iya juga kalau tidak ada ikhwah PKS diparlemen maka tatanan akan di 'rusak' dan dikuasai oleh non muslim? Sampai-sampai berfikiran kalau PKS tidak ada maka 'dunia kiamat'. Perlu diingat, PKS hanyalah satu diantara sekian banyak jama'ah minal muslimin di Indonesia. PKS hanyalah ijtihad tandhim IM Indonesia, yang bisa bubar sewaktu-waktu. Salah satu contoh klaim adalah perjuangan RUU Pornografi. Apa iya kalau tidak ada ikhwah PKS, RUU pornografi tidak akan lolos? Kesimpulan yang naif. Atas dasar fakta dan data apa sehingga bisa dijustifikasi seperti itu? Seharusnya kita sedikit membuka mata, yang namanya RUU pornografi yang mengajukan adalah pemerintah yang notabene digawangi menteri Dr. Mutia Hatta, dan digodok rame2 berbagai unsur. Bahkan sesungguhnya disahkannya UU Pornografi (meski banyak sekali hal-hal yg masih jauh dari Syariat Islam) karena dorongan dari luar parlemen yang begitu besar, bukan dari dalam parlemen. Perjuangan tentang UU Pornografi bukan hanya milik PKS. Tuty Alawiyah ketika menjabat menteri di Kabinet Habibie pernah mengajukan, meski ditolak. DPR tidak akan mensahkan, jika tidak ada dorongan masyarakat. Sehingga pada dasarnya RUU Pornografi merupakan rangkaian dari perjuangan bertahun-tahun, dan bukan cuma milik PKS. Itu cuma satu contoh, masih banyak contoh yang lain.
Demikian karakter kader PKS yang akhir-akhir ini sering saya temui. Semoga dapat menjadi bahan renungan buat kita semua, semoga dapat menjadi nasehat yang berhikmah. Terutama nasehat kepada diri saya pribadi.
Wallahu Ta’ala A’lam.