Dokter, saya hendak menikah dalam waktu dekat namun masih mengganjal di pikiran saya apakah calon pasangan saya membawa sifat thalasemia atau tidak? Karena saya mengetahui bahwa 2 dari 4 orang anak laki-laki kakak perempuan calon pasangan saya menderita thalasemia yang setiap bulannya harus rutin transfusi darah.
Riwayat keluarga saya dan dia dari generasi sebelumnya tidak ada yang menderita thalasemia, namun setahu saya 2 orang saudara kandungnya yang kembar meninggal saat usia bayi dan tidak jelas sebabnya apa.
Bagaimana kemungkinan perkiraan penyakit tersebut apakah keturunan saya nanti akan membawa atau menderita thalasemia? Dan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan sebelum menikah? Terima kasih.
Ayu (Perempuan Lajang, 25 Tahun), rahayu_sidq@gmail.com
Tinggi Badan 165 cm dan Berat Badan 53 kg
Jawaban
Berdasarkan gen penyebabnya ada 2 macam penyakit Thalassemia yang sering terjadi dalam populasi manusia, β-Thalassemia (disebabkan mutasi dalam gen β-Globin; kromosom 11) dan α-Thalassemia (disebabkan mutasi dalam gen α-Globin; kromosom ##). Keduanya diwariskan pada keturunan berikutnya secara autosomal recessive (lihat “Apakah Anak Bisa Normal Jika Menikahi Keluarga Albino?”).
Thalassemia, terutama β-Thalassemia, adalah salah satu penyakit genetik yang banyak dijumpai pada orang-orang Asia. Dalam pola pewarisan autosomal recessive terlihat bahwa penderita β-Thalassemia hanya dapat dilahirkan dari pasangan dimana keduanya adalah pembawa (carrier), kecuali terjadi suatu fenomena yang sangat jarang, di mana mutasi terjadi secara spontan selama pembentukan embrio.
Dari penjelasan yang diberikan terlihat bahwa kakak perempuan calon pasangan Anda kemungkinan besar adalah pembawa (carrier). Dengan demikian, paling tidak salah satu orang tua calon pasangan Anda juga merupakan pembawa.
Jika demikian situasinya, maka terdapat 50% kemungkinan bahwa calon pasangan Anda juga merupakan pembawa. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Anda juga pembawa?
Jika Anda dan calon pasangan Anda pembawa β-Thalassemia, maka terdapat 25% kemungkinan anak yang dilahirkan akan menderita β-Thalassemia, 50% kemungkinan menjadi pembawa juga, dan 25% kemungkinan sehat bukan pembawa.
Jika Anda bukan pembawa dan calon pasangan Anda pembawa, maka terdapat ~0% kemungkinan anak yang dilahirkan menderita thalassemia, 50% kemungkinan menjadi pembawa, dan 50% kemungkinan sehat bukan pembawa.
Terlihat bahwa sekalipun calon pasangan Anda adalah pembawa, jika anda sendiri bukan pembawa maka kemungkinan anak yang dilahirkan menderita β-Thalassemia mendekati nol. Tidak dapat dikatakan sama sekali nol, sebab masih terdapat kemungkinan sangat kecil terjadi mutasi spontan. Dalam hal ini, kemungkinannya sangat kecil dan sama saja dengan kemungkinan populasi lain secara umum.
Untuk mengetahui status pembawa atau bukan hanya dapat diketahui melalui uji genetika molekuler untuk mendeteksi mutasi pada gen β-Globin. Pertama perlu diidentifikasi terlebih dahulu, adakah di antara anggota keluarga yang jelas menderita β-Thalassemia (melalui pemeriksaan klinik dan uji lab non-genetik).
Jika ada, maka dilakukan pemeriksaan uji genetika molekuler untuk mendeteksi mutasi yang terjadi. Setelah ditemukan, baru dapat diperiksa apakah ada anggota keluarga lain yang membawa mutasi yang sama.
dr. Teguh Haryo Sasongko, PhD
Riwayat keluarga saya dan dia dari generasi sebelumnya tidak ada yang menderita thalasemia, namun setahu saya 2 orang saudara kandungnya yang kembar meninggal saat usia bayi dan tidak jelas sebabnya apa.
Bagaimana kemungkinan perkiraan penyakit tersebut apakah keturunan saya nanti akan membawa atau menderita thalasemia? Dan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan sebelum menikah? Terima kasih.
Ayu (Perempuan Lajang, 25 Tahun), rahayu_sidq@gmail.com
Tinggi Badan 165 cm dan Berat Badan 53 kg
Jawaban
Berdasarkan gen penyebabnya ada 2 macam penyakit Thalassemia yang sering terjadi dalam populasi manusia, β-Thalassemia (disebabkan mutasi dalam gen β-Globin; kromosom 11) dan α-Thalassemia (disebabkan mutasi dalam gen α-Globin; kromosom ##). Keduanya diwariskan pada keturunan berikutnya secara autosomal recessive (lihat “Apakah Anak Bisa Normal Jika Menikahi Keluarga Albino?”).
Thalassemia, terutama β-Thalassemia, adalah salah satu penyakit genetik yang banyak dijumpai pada orang-orang Asia. Dalam pola pewarisan autosomal recessive terlihat bahwa penderita β-Thalassemia hanya dapat dilahirkan dari pasangan dimana keduanya adalah pembawa (carrier), kecuali terjadi suatu fenomena yang sangat jarang, di mana mutasi terjadi secara spontan selama pembentukan embrio.
Dari penjelasan yang diberikan terlihat bahwa kakak perempuan calon pasangan Anda kemungkinan besar adalah pembawa (carrier). Dengan demikian, paling tidak salah satu orang tua calon pasangan Anda juga merupakan pembawa.
Jika demikian situasinya, maka terdapat 50% kemungkinan bahwa calon pasangan Anda juga merupakan pembawa. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Anda juga pembawa?
Jika Anda dan calon pasangan Anda pembawa β-Thalassemia, maka terdapat 25% kemungkinan anak yang dilahirkan akan menderita β-Thalassemia, 50% kemungkinan menjadi pembawa juga, dan 25% kemungkinan sehat bukan pembawa.
Jika Anda bukan pembawa dan calon pasangan Anda pembawa, maka terdapat ~0% kemungkinan anak yang dilahirkan menderita thalassemia, 50% kemungkinan menjadi pembawa, dan 50% kemungkinan sehat bukan pembawa.
Terlihat bahwa sekalipun calon pasangan Anda adalah pembawa, jika anda sendiri bukan pembawa maka kemungkinan anak yang dilahirkan menderita β-Thalassemia mendekati nol. Tidak dapat dikatakan sama sekali nol, sebab masih terdapat kemungkinan sangat kecil terjadi mutasi spontan. Dalam hal ini, kemungkinannya sangat kecil dan sama saja dengan kemungkinan populasi lain secara umum.
Untuk mengetahui status pembawa atau bukan hanya dapat diketahui melalui uji genetika molekuler untuk mendeteksi mutasi pada gen β-Globin. Pertama perlu diidentifikasi terlebih dahulu, adakah di antara anggota keluarga yang jelas menderita β-Thalassemia (melalui pemeriksaan klinik dan uji lab non-genetik).
Jika ada, maka dilakukan pemeriksaan uji genetika molekuler untuk mendeteksi mutasi yang terjadi. Setelah ditemukan, baru dapat diperiksa apakah ada anggota keluarga lain yang membawa mutasi yang sama.
dr. Teguh Haryo Sasongko, PhD