Sebenarnya dimana atau apa sih akar permasalahan pembiayaan kesehatan yang sebenarnya itu? Apa yang menyebabkan pelayanan kesehatan mempunyai unsur biaya dan ini memberatkan bagi mereka yang miskin lagi fakir? Setelah tahu adakah peluang bagi kita untuk mencoba meminimalkan risiko-risiko biaya kesehatan itu? Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini mari kita petakan permasalahan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat secara umum tidak terkecuali untuk orang miskin. Apa yang membuat perawatan medis menjadi berbiaya dan mengapa biayanya menjadi besar secara umum ada dua kategori penyebab :
1. Penyebab dari komponen biaya perawatan medis
2. Penyebab dari tingkatan penyakit yang diderita oleh pasien
Komponen biaya perawatan medis
Pada gambar 1 diuraikan gambaran umum komponen biaya perawatan medis yang harus ditanggung oleh pasien. Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa, unsur-unsur komponen yang menentukan jumlah total biaya perawatan medis yang harus ditanggung pasien meliputi :
- Dokter
- Teamworkpenunjang
- Fasilitas rawat inap
- Obat-obatan
- Peralatan medis dan teknologi kedokteran
- Biaya operasional penunggu
Secara lebih detil uraian bagaiamana masing-masing komponen menimbulkan biaya dapat dibaca pada uraian berikut.
1. Dokter
Diantara profesi yang terlibat dalam perawatan medis, profesi dokter lah yang nilai rupiah gajinya paling tinggi. Bisa dimaklumi karena pendidikan dokter membutuhkan waktu yang paling lama dibandingkan dengan profesi kesehatan lainnya, pertama. Selanjutnya, dalam andil terhadap kesembuhan terhadap pasien, profesi dokter dikategorikan langsung berhubungan. Sedangkan profesi rekam medis, radiografer, administrasi dikategorikan tidak berhubungan langsung dengan kesembuhan pasien. Profesi perawat, bidan, fisioterapi juga seperti dokter yakni berhubungan langsung dengan kesembuhan, hanya porsi tanggung jawab dalam tim, dokter mempunyai porsi yang lebih besar dan lebih berat.
Sebagian orang ada yang mempertanyakan mengapa biaya kuliah di fakultas kedokteran yang mahal dan mudah sekali mengaitkannya dengan komersialisasi dunia pendidikan yang tidak baik dampaknya bagi pelayanan dokter di masa datang.
“Belum lagi sekarang banyak FK di PTN yang buka program ekstensi untuk kedokteran yang kriteria masuknya hanya uang sumbangan, saya pernah ketmu bapak2 dipesawat yang baru aja daftarin anaknya dan bayar Rp. 250 jt. Bisa dibayangin seperti apa 10 thn lagi.” [1]
Tidak bermaksud mengadakan pembelaan, kondisi keuangan negara plus budaya korupsi yang masih merajalela dimana mana, membuat fakultas kedokteran negeri harus memikirkan pendapatan tambahan untuk menutup biaya operasional yang dulu disubsidi oleh pemerintahan pusat. Saya masih ingat betul SPP saya saat kuliah dulu (di FK negeri tahun masuk 1991) hanya Rp. 120.000,- per semester, yang pada waktu itu SPP mahasiswa keperawatan di universitas swasta Rp. 600.000,-. Pasca subsidi pemerintah pusat dihapus sejak masa reformasi, berakibat universitas negeri harus memutar otak untuk menutup biaya operasional pendidikan. Apalagi kondisi proses pendidikan di fakultas kedokteran yang padat tenaga ahli, padat bahan-bahan berbiaya tinggi [seperti manekin[2] berharga puluhan juta untuk satu manekin, peralatan laboratorium, bahan reagen-reagen kimia] saling bersinergi satu sama lain mengakumulasikan biaya tinggi untuk proses pendidikan. OK! Orang boleh berdalih “kan staf mulai dari karyawan hingga guru besar digaji pemerintah pusat”, tetapi kenyataan bahwa, bahan-bahan berbiaya tinggi tidak masuk dalam anggaran yang bisa dibiayai oleh dana dari APBN. Akibatnya kembali seperti semula harus mencari tambahan pendapatan biaya sendiri untuk menutup biaya pendidikan. Belum lagi banyak staf yang pensiun dan belum tergantikan, karena sebagian besar alokasi pengangkatan staf di lingkungan departemen pendidikan diprioritaskan untuk pendidikan dasar dan menengah, mau ga mau harus mengangkat staf kontrak yang digaji sendiri di luar anggaran, darimana uang untuk menutup biaya tersebut? Ya akhirnya diambilkan dari dana kelas swadana, demikian kurang lebih yang dikatakan seorang guru besar di lingkungan fakultas kedokteran negeri. Kalau fakultas kedokteran swasta jelas, semuanya tidak ada subsidi dari pemerintah, harus mengadakan sendiri. Dan tentu saja sangat mahal. Pendidikan spesialis pun juga demikian, banyak biaya proses pendidikan yang tidak bisa tidak harus mencari tambahan sendiri, karena tidak ada anggaran yang bisa diambilkan dari anggaran pemerintah.
Konsekuensi dari itu semua, mahasiswa yang pintar tetapi tidak mampu mau tidak mau akan semakin tersingkir, karena tidak mampu untuk menyangga biaya kuliah di fakultas kedokteran yang mahal untuk ukuran kantong keluarga mereka. Biaya pendidikan yang tinggi, langsung ataupun tidak langsung berdampak pada tingginya tingkat tuntutan pengembalian “modal” yang telah diinvestasikan selama proses pendidikan. Walaupun sebagian besar dokter tidak seperti itu.
Konsekuensi lainnya, tidak dapat disalahkan pendapat seperti yang ditulis orang diblog mereka dan berkesimpulan ada kesan komersialisasi institusi pendidikan yang tentunya akan sedikit banyak, langsung maupun tidak langsung berpengaruh bagi mentalitas peserta didik, pendidik, institusi pendidikan.
2. Teamworkpenunjang pelayanan
Teamwork dalam pelayanan medis banyak jenis dan orang. Jenis profesional kesehatan yang terlibat meliputi perawat, fisioterapis, bidan, radiografer, tenaga rekam medis, dan gizi. Untuk anggota teamwork non profesional kesehatan [non paramedis] meliputi satuan pengamanan [Satpam], administrasi, tukang parkir, cleaning service, mekanik, dan pesuruh. Dari jenis saja sudah mencerminkan banyak sekali orang yang terlibat.Sebagai gambaran berapa orang yang terlibat dalam perawatan medis dalam satu rumah sakit pada kasus rumah sakit yang didirikan teman saya dokter Rosyid Ridho, yang diberinama Rumah Sakit Amal Sehat di kecamatan Slogohimo kabupaten Wonogiri, provinsi Jawa Tengah. Rumah sakit Amal Sehat ini berkapasitas 70 bed berada di atas lahan dengan luas 14.000 meter persegi dengan luas bangunan 4500 meter persegi. Tenaga pendukung untuk melayani 70 bed pasien, 8 dokter spesialis, 11 dokter umum, total karyawan perawat, paramedis lain [bidan], dan non paramedis berjumlah 170 karyawan. Dapat Anda bayangkan berapa anggaran untuk gaji dokter spesialis, dokter umum dan karyawan yang total ada 189 staf.
3. Fasilitas rawat inap
Fasilitas rawat inap, memang tidak langsung berhubungan dengan kesembuhan pasien. Tetapi mana mungkin kita merawat pasien yang sakit berat dirawat di rumah. Jadi fasilitas rawat inap juga termasuk bagian penting. Fasilitas rawat inap yang biasanya ada adalah kamar, makan bagi yang sakit sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sakitnya, listrik untuk penerangan ruangan dan berbagai kebutuhan alat elektronik medis serta berbagai fasilitas tambahan lain sesuai selera yang biasanya ada chargetambahan [AC, bed untuk penunggu, kamar mandi sendiri, televisi, perlengkapan mandi, koran, dan sebagainya]. Ujung-ujungnya dari komponen ini, sekali lagi juga menghasilkan beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien.
4. Obat-obatan
Komponen obat merupakan komponen vital bagi kesembuhan pasien sekaligus andalan utama bagi institusi pelayanan medis setelah dokter dan staf profesional kesehatan. Obat yang dikonsumsi oleh pasien, tidak dapat dipungkiri keberadaannya dalam perlengkapan pelayanan medis adalah hasil panjang riset-riset di bidang farmakologi sebelumnya. Untuk “menelurkan” satu jenis obat membutuhkan waktu setidaknya sepuluh tahun untuk memastikan obat itu aman [tidak beracun], efek samping yang dapat diterima sebagian besar pasien, serta efektif untuk menyembuhkan penyakit. proses yang dilalui meliputi, uji coba pada hewan, termasuk menguji efektivitas dan efek samping pada hewan coba, kemudian kepada peneliti sendiri dan sukarelawan untuk memastikan keamanan obat, selanjutnya pada pasien terbatas dalam setting rumah sakit yang lengkap fasilitasnya, kemudian pada pasien yang lebih luas, selanjutnya dilepas di pasar. Proses panjang ini, tentu saja membutuhkan biaya yang besar dan belum tentu berhasil. Tidak sedikit perusahaan farmasi yang bangkrut karena sudah “habis-habisan” bertaruh, ternyata obat yang mereka unggulkan dalam riset tersebut “gagal” setelah uji klinik, atau bahkan setelah uji pasar terbatas. Karena risiko yang besar itu, maka hukum di negara barat membenarkan hak monopoli bagi pabrik farmasi yang menemukan obat baru selama sepuluh tahun sebagai kompensasi keberanian mengambil risiko riset obat baru.
Khusus di negara kita, sudah kita maklumi bahwa obat itu mahal, tetapi masih lagi ditambah dengan pajak pertambahan nilai [ppn 10%] yang dibebankan kembali pada pasien.
5. Peralatan medis dan teknologi kedokteran
Komponen ini juga tidak kalah andil dalam menambah mahalnya pelayanan medis yang diterima oleh pasien. Komponen peralatan medis dan teknologi kedokteran mempunyai kemiripan pola dengan obat dalam hal penelitian dan pengembangannya.
Satu unit peralatan medis bisa berharga mulai dari puluhan juta sampai miliaran rupiah. Jadi bila pihak rumah sakit memutuskan investasi peralatan medis yang mahal ini harus berhitung masa penyusutan barang, berapa kali alat itu harus digunakan dan dalam waktu berapa lama agar investasi itu bernilai dan menghasilkan pengembalian sesuai dengan yang diharapkan.
6. Biaya operasional penunggu
Komponen ini bisa dikatakan sebagai komponen informal atau tidak resmi. Dikatakan demikian karena seringkali tidak terhitung dan di luar kalkulasi si pelaku. Walaupun demikian bila dihitung-hitung ternyata ini bukanlah pengeluaran yang sedikit dari sudut pandang keluarga pasien. Mereka harus mengeluarkan biaya parkir, uang makan untuk mereka sendiri [khusus untuk uang makan seringkali standar harga rumah sakit melebihi standar harga di sekitar pada umumnya atau lebih mahal], dan uang transport dari rumah menuju rumah sakit pulang pergi. Bila keluarga memilih fasilitas yang ada kenyamanan bagi si penunggu, seperti extra bed untuk penunggu, tentu ada charge tambahan yang lagi-lagi masuk ke dalam komponen tagihan saat pasien keluar dari rumah sakit.
Dari uraian 6 item di atas, akhirnya dapat dilihat ternyata komponen biaya bagi pasien yang “mencicipi” layanan medis di rumah sakit sangat banyak dan high cost. Karena itu wajar bila ternyata akumulasi biaya yang harus ditanggung oleh pasien dan keluarganya bukanlah perkara yang remeh bagi golongan sosial ekonomi ke bawah. Untuk fasilitas yang standar saja, bagi mereka sangat “tinggi” untuk dijangkau, apalagi dengan berbagai fasilitas tambahan yang seringkali jauh dari unsur kemampusembuhan bagi pasien yang sakit dan dirawat.
[2] Boneka untuk latihan keterampilan medis seperti memasang infus, menjahit kulit robek, persalinan dan sebagainya