Minggu, 12 Mei 2013

Dokter sebagai entitas pelayanan kesehatan


Dokter adalah profesional mandiri sama dengan notaris, lawyer, arsitek.

Kita ambil contoh: Notaris. Notaris bekerja di suatu ruangan/kantor secara fisik ada meja, kursi, AC, listrik, air, internet, filing, brankas, komputer dlsb.

Ada Asosiasi Developer, mau kontrak untuk menggunakan jasa notaris. Kepada siapa dia akan berkontrak? tentu akan kontrak dengan notaris.

Kalau sekarang para developer tersebut ingin kontrak dengan asosiasinya, siapa yang akan diajak berunding? Pastilah akan diskusi dengan INI (Ikatan Notaris Indonesia).

Seandainya kantor notaris tersebut dimiliki oleh seseorang. Kemudian orang2 yang memiliki kantor2 ini bergabung menjadi Asosiasi Pemilik Kantor Notaris (misal namanya: Aspekan). Mana yang berhak negosiasi dengan Asosiasi Developer tadi, apakah Aspekan? atau INI? Pastilah jawabannya INI.

Pertanyaannya: dalam hal dokter, apakah BPJS nego dengan dokter/IDI ataukah dengan asosiasi pemilik fisik klinik (asosiasi fasilitas kesehatan)?


Permenkes 28 thn 2011 klinik di definisikan sbb :
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis

Definisi tersebut baiknya diperkuat sehingga tidak menimbulkan celah mencerabut dokter dari akarnya, sama seperti memisahkan petani dari
tanahnya, mendegradasikannya hanya sekedar buruh tani. Bila dibiarkan akan
kebablasan seperti sekarang menjadi suatu industri laba yang menggiurkan (Rp 250 Trilyun, tahun ini) dan mengasingkan dari fungsi sosialnya. Fungsi
sosial tak lebih dari lip service.

Patut dipertimbangkan definisi ulang:  "Klinik adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan
oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin *serta dimiliki* oleh seorang tenaga medis *untuk mengabdikan tugas profesinya*".

Katanya, di Belanda 89% klinik layanan primer dimiliki dokternya. Kalau
tidak ada pemihakan,  ala pengaturan yang pro-kapital begini, bisa2 klinik
akan 100% tidak dimiliki dokter yang bekerja/mengabdi disitu lagi.