Sabtu, 27 Agustus 2011

Bung Hatta, Bapak Perekonomian Rakyat

Pada tahun 1934, Bung Hatta sebagai salah seorang pendiri Republik Indonesia menulis “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya”. Tulisan Bung Hatta ini telah menjadi dasar konsep ekonomi kerakyatan sebagai tandingan untuk mengenyahkan sistem ekonomi kolonial Belanda yang didukung/dibantu oleh kaum aristokrat dalam sistem feodalisme di dalam negeri dan pihak-pihak swasta asing tertentu sebagai komprador pihak kolonial Belanda. Usaha untuk mengenyahkan sistem kolonial ini adalah landasan utama perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Orang yang memahami sejarah ekonomi Indonesia harus mengetahui bahwa penjajahan Belanda di Indonesia di bidang ekonomi berintikan modal kolonial (koloniaal-kapitaal) yang bermula dari kolonialisme VOC dan cultuurstelsel, pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1870 sampai beroperasinya investasi swasta asing lainnya dari benua Barat (Hatta, 1931).

Reformasi sosial melalui organisasi koperasi telah dilaksanakan di negara-negara Skandinavia sehingga sistem ekonomi di negara-negara ini sering disebut sebagai suatu sistem ekonomi kapitalisme rakyat atau sistem sosialis Skandinavia. Dan organisasi koperasi melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang diperhitungkan dalam konstelasi ekonomi atas nama rakyat. Inilah yang jelas dikehendaki dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Rakyat, selain mempunyai kedaulatan dalam sistem politik, juga punya kedaulatan dalam sistem ekonomi.

Sebagai contoh bagaimana organisasi koperasi telah melakukan peranan besar dalam sistem ekonomi yang berasaskan kedaulatan rakyat, baiklah di sini diberikan peranan koperasi dalam sistem ekonomi Swedia, yaitu salah satu negara Skandinavia. Koperasi pertanian mendominasi kegiatan pasar-pasar swalayan besar di mana para petani langsung menjual produk-produk pertanian ke konsumen. Koperasi pertanian menduduki posisi yang penting dalam produksi produk-produk kayu, industri memproses makanan (food-processing), industri pulp dan kertas, industri kimia, perbankan, asuransi dan industri bahan-bahan dan alat-alat pertanian (Pestoff, 1991). Hal yang sama terjadi di Jepang melalui kegiatan Zennoh (koperasi pertanian).

Demi menghindarkan eksploitasi terhadap petani misalnya, koperasi membentuk asosiasi-asosiasi yang bertanggung jawab untuk melakukan pembelian secara kolektif untuk para anggota koperasi. Sebagai asosiasi, organisasi ini yang bertindak atas nama berbagai koperasi bertanggung jawab untuk melakukan pembelian barang-barang keperluan petani. Asosiasi-asosiasi koperasi ini dengan posisi tawar yang kokoh dan menentukan mengatur pembelian barang-barang yang diperlukan petani dalam suasana yang kompetitif dan dengan biaya murah (Pestoff, 1991).

Tulisan: Sritua Arief