Selasa, 10 Juli 2007

Alarm Pengganggu

Temen saya namanya Sugiyono SH

Baru enam tahun ini menggeluti profesi sebagai pengacara…prestasinya luar biasa, walopun belum setenar pengacara nasional sekaliber Paris Hotman atau OC Kaligis, tapi saya melihat kecenderungan ke sana nya sangat besar. Konflik sengketa Pilkada pernah ia tangani. Tetapi kasus terbanyak yang ia tangani adalah konflik rumah tangga yang berujung pada perceraian.

Saya tidak menyebabkan orang bercerai, saya hanya menguruskan administrasi orang yang jelas bercerai saja” kata pak Sugiyono

“Ooooo gitu….” Kata saya

“Pak Gi…. Ini di luar topik… saya pengen tanya nih ….pak Gi sendiri anaknya kan empat…ga punya pembantu… terus bagaimana ngurusin anak, ngurus pekerjaan dan ngurus istri…?” tanya saya

“Begini…saya selalu memasang alarm jam beker…saya setel jam 03.00 WIB…biar bisa bangun..” kata pak Gi (saya biasa memanggilnya pak Gi)

“terus…?” tanya saya penasaran ingin tahu cerita selanjutnya

“Ya seringnya saya bangun subuh…” jawab pak Gi enteng

“Lha kok bisa? Kan alarm bekernya bunyi jam 03.00 sedangkan subuh kan jam 4.00 sampai 4.30 pak Gi?” tanya saya

“Alarm aku matikan” jawab pak Gi

“Lha kok dimatikan pak?” tanya saya

“Lha wong mengganggu tenan kok….aku matikan saja…terus tidur lagi” jawab pak Gi enteng..

Wakakakakakakkakakakkak

Glodak tenan

………………………………………….

Saya jadi teringat sebuah artikel di majalah SWA.[1] ; menyebutkan menurut sebuah studi sekitar 80 % orang pada akhir Januari sudah lupa atau kehilangan komitmen untuk menjalankan resolusi atau apa yang mereka rencanakan pada malam tahun baru.

Dan pak Gi tidak sendiri, ternyata 4/5 orang atau hampir semua orang lupa dengan apa yang mereka rencanakan. Banyak orang yang tidak konsisten atau komitmen untuk melaksanakan apa yang telah mereka rencanakan.

Masalah komitmen pada pelaksanaan ini demikian penting, Seperti yang ditulis Stephen R. Covey[2], dalam Principle –centered Leadership bahwa efektivitas suatu keputusan tergantung kepada dua hal yaitu kualitas keputusan itu sendiri dan komitmen bersama dalam menjalani keputusan itu. Artinya sekalipun keputusan itu sempurna karena disusun oleh pakar tingkat dunia, namun komitmen dalam melakukan sangat rendah atau tidak ada komitmen maka keputusan itu tidak ada artinya karena tidak dikerjakan. Karena itu membangun komitmen bersama dengan keteladanan adalah sangat vital sebelum melakukan langkah-langkah manajemen selanjutnya. Intinya ada pada eksekusi. Jadi kesimpulannya eksekusi adalah “the missing link between aspirations and results”.

Jadi kalo ga ada eksekusi sama saja tetap menggantung (missing link) seperti yang dialami oleh pak Gie…


[1] Irwan Rei; Mengukir dan Mengukur Rencana; Majalah SWAsembada,SWA07/XXI/31 Maret – 13 April 2005

[2] Stephen R. Covey, 1996, Principle –centered Leadership Edisi Indonesia Kepemimpinan yang Berprinsip, 1997 Binarupa Aksara