Tujuan Vaksinasi adalah meniru proses penularan penyakit alami dengan kaidah tiruan. Vaksin itu sendiri adalah suntikan yang mengandung berbagai jenis racun yang dimasukan kedalam tubuh. Jika anda menyangka vaksin dapat membasmi kuman atau bebas dari kuman, dugaan anda meleset
.Vaksin dihasilkan dari kuman (atau bagian dari tubuh kuman) yang menyebabkan penyakit. Sebagai contoh vaksin campak dihasilkan dari virus campak, vaksin polio dihasilkan dari virus polio, vaksin cacar dihasilkan dari virus cacar, dll. Perbedaanya terletak pada cara pembuatan vaksin tersebut.
Terdapat 2 jenis vaksin, hidup dan mati. Untuk membuat vaksin hidup, virus hidup dilemahkan dengan melepaskan virus kedalam tisu organ dan darah binatang (seperti ginjal monyet dan anjing, embrio anak ayam, protein telur ayam dan bebek, serum janin sapi, otak kelinci, darah babi atau kuda dan nanah cacar sapi) beberapa kali (dengan proses bertahap) hingga kurang lebih 50 kali untuk mengurangi potensinya. Sebagai contoh virus campak dilepaskan kedalam embrio anak ayam, virus polio menggunakan ginjal monyet, dan virus Rubela menggunakan sel-sel diploid manusia (bagian tubuh janin yang digugurkan). Sedangkan vaksin yang mati dilemahkan dengan pemanasan, radiasi atau reaksi kimia.
Kuman yang lemah ini kemudian dikuatkan dengan Adjuvan (perangsang anti bodi) dan stabilisator (sebagai pengawet untuk mempertahankan khasiat vaksin selama disimpan). Hal ini dilakukan dengan menambah obat, antibiotik dan bahan kimia beracun kedalam campuran tersebut seperti: neomycin, streptomycin, natrium klorida, natrium hidroksida, alumunium hidroksida, alumunium fospat, sorbitol, gelatin hasil hidrolisis, formaldehid, formalin, monosodium glutamat, pewarna merah fenol, fenoksietanol (anti beku), kalium difospat, hidrolysate kasein pankreas babi, sorbitol dan thimerosal (raksa). (Menurut Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS juga menurut Psician’s Desk Reference).
Campuran virus atau bakteri, bahan kimia beracun dan bagian tubuh binatang yang berpenyakit inilah yang disuntikan kedalam tubuh anak atau orang dewasa ketika mendapatkan vaksinasi. Menurut CDC AS, bahan tambahan dicampurkan ke dalam vaksin untuk meningkatkan reaksi imun, mencegah pencemaran mikroba dan memperkuat formula vaksin, serta untuk memastikan vaksin tersebut stabil, bebas kuman dan aman. Namun benarkah anggapan ini?
Bagaimana Vaksin Dihasilkan?
Macam-macam vaksin:
- Vaksin DPT (Difteria, Pertusis dan Tetanus)
- Vaksin DtaP (Difteria, Tetanus, dan Acellular Pertusis)
- Vaksin MMR (Campak, Gondok dan Rubela)
- Vaksin Polio hidup oral (OPV)
- Vaksin Polio tidak aktif (IPV)
- Vaksin Hepatitis B
- Vaksin Hib
- Vaksin Varicellazostrer (Cacar Air)
- Vaksin Cacar
Dalam buku The Consumer’s Guide to Childhood Vaccines, Barbara Loe Fisher, pendiri dan presiden pusat informasi vaksin nasional (yang didirikan untuk mencegah kerusakan tubuh dan kematian akibat vaksin melalui pendidikan umum) menjelaskan proses pembuatan vaksin sebagai berikut :
Vaksin Cacar : Perut anak sapi dicukur kemudian diberikan banyak torehan pada kulitnya. Kemudian virus cacar diteteskan pada torehan itu dan dibiarkan bernanah selama beberapa hari. Anak sapi tersebut dibiarkan berdiri dengan kepala terikat supaya tidak dapat menjilati perutnya. Kemudian anak sapi itu dikeluarkan dari kandang dan dibaringkan diatas meja. Perutnya memborok dan bernanah, nanahnya diambil lalu dijadikan serbuk. Serbuk itu adalah bahan vaksin cacar, virus yang kebetulan terdapat pada anak sapi terbawa kedalamnya. (Walene James, Pengarang Immunization: The Reality Beyond the Myth)
Reaksi Tubuh Terhadap Vaksin
Apabila ramuan vaksin tersebut memasuki aliran darah anak. Tubuhnya akan segera bertindak untuk menyingkirkan racun tersebut melalui organ ekresi atau melalui reaksi imun seperti demam, bengkak atau ruam pada kulit. Apabila tubuh anak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, tubuh anak mungkin akan berhasil menyingkirkan vaksin tersebut dan mencegahnya terjangkit kembali dimasa yang akan datang. Akan tetapi jika tubuh anak tidak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, vaksin beracun akan bertahan dalam tisu tubuh.
Timbunan racun ini dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes pada anak-anak, asma, penyakit neurologi, leukimia, bahkan kematian mendadak. Ratusan laporan mencatat efek samping jangka panjang yang buruk terkait vaksin seperti penyakit radang usus, autisme, esenfalitis kronis, skelerosis multipel, artritis reumatoid dan kangker. Sebagian vaksin juga diketahui menyebabkan efek samping jangka pendek yang serius. Pada tanggal 12 Juli 2002, Reuters News Service melaporkan hampir 1000 pelajar sekolah dilarikan ke rumah sakit setelah disuntik vaksin Ensefalitis di timur laut negeri Cina. Para pelajar itu mengalami demam, lemas, muntah dan dalam beberapa kasus terkena serangan jantung setelah divaksinasi.
Kerusakan Tubuh Akibat Vaksin
• Menurut analisa bebas dari data yang dikeluarkan Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) di AS, pada tahun 1996 terdapat 872 peristiwa buruk yang dilaporkan kepada VAERS, melibatkan anak-anak dibawah 14 tahun yang disuntik vaksin Hepatitis B. Anak-anak tersebut dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit karena mengalami masalah kesehatan yang mengancam nyawa. Sebanyak 48 anak dilaporkan meninggal setelah mendapatkan suntikan vaksin tersebut.
• Informasi kesehatan juga dipenuhi contoh yang mengaitkan vaksin dengan timbulnya penyakit. Vaksin telah dikaitkan dengan kerusakan otak, IQ rendah, gangguan konsentrasi, kemampuan belajar kurang, autisme, neurologi.
• Vaksin gondok dan campak yang diberikan pada anak-anak misalnya telah menyebabkan kerusakan otak, kanker, diabetes, leukimia, hingga kematian (sindrom kematian bayi mendadak).
• Kajian tahun 1992 yang diterbitkan dalam The American Journal of Epidemiology menunjukan tingkat kematian anak-anak meningkat hingga 8 kali pada jangka waktu 3 hari setelah mendapat suntikan vaksin DPT.
• Kajian awal oleh CDC AS mendapati anak yang menerima vaksin Hib berisiko 5 kali lebih mudah mengidap penyakit tersebut dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tersebut.
• Pada tahun 1977, Dr Jonas Salk (Penemu vaksin Polio salk) mengeluarkan pernyataan bersama ilmuan lain bahwa 87% dari kasus Polio yang terjadi sejak tahun 1970 adalah akibat dari vaksin Polio.
• Di AS sebelum tahun 1980 terdapat 1 dari 10.000 anak menderita autisme. Pada tahun 2002 Institut Kesehatan Negeri AS mencatat peningkatan angka tersebut menjadi 250 dari 10.000. Kini persatuan orang tua penderita autisme Amerika memperkirakan peningkatan kasus autisme ± 10% per tahun. Vaksin yang mengandung raksa diyakini sebagai penyebabnya.
• Menurut Boyd Haley, pengurus program kimia Universitas Kentucky dan pakar logam beracun ”Thimerosal mampu meresap diprotein otak, ia sangat beracun bagi syaraf dan enzim” Haley pun terlibat dalam penelitian pada bulan Agustus tahun 2003, mendapati banyaknya kandungan raksa pada penderita autisme, yang dapat dianalisa melalui kadar raksa pada rambut mereka yang berarti etil raksa dari thimerosal telah meresap kedalam otak dan organ tubuh lainnya sangat bepotensi menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan mengganggu fungsi ginjal.
• Menurut San Jose Mercury News (6 Juli 2002), seorang dari sepuluh anak-anak dan remaja AS mengalami kelemahan fisik dan mental, menurut pengamatan tahun 2000 terdapat pertambahan mendadak angka kecacatan pada penduduk usia muda. Sedangkan pada tahun sebelumnya data menunjukan peningkatan kecacatan pada anak-anak.
• Sampai usia 2 tahun, anak-anak Amerika dilaporkan telah menerima 237 mikrogram raksa melalui vaksin. Kadar ini melebihi ambang batas yang ditetapkan Organisasi Perlindungan Alam AS yaitu 1/10 mikrogram per hari.
• Sebuah penemuan di Amerika menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B mengandung 12 mcg raksa (30 kali lipat dari ambang batas), DtaP dan Hib mengandung 50 mcg raksa (60 kali lipat dari ambang batas) dan Polio mengandung 62,5 mcg raksa (78 kali lipat dari ambang batas).
• Di AS hari ini kasus asma, diabetes dan penyakit auto imun pada usia anak telah meningkat 20 kali lipat dari tahun sebelumnya. Gangguan konsentrasi telah meningkat 3 kali lipat.
• Setiap tahun 25.000 bayi Amerika mengalami kematian mendadak. Vaksinasi adalah penyebab terbesar kematian mendadak. Jepang telah meningkatkan usia penerima vaksin sehingga 2 tahun kemudian angka kematian mendadak turun drastis di negara itu (Cherry, et al, 198
• Swedia menghentikan vaksinasi batuk rejan pada tahun 1979 karena ternyata wabah penyakit ini terjadi pada anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi. Setelah itu penyakit ini menjadi penyakit ringan tanpa kasus kematian. Hal ini secara nyata menunjukan bahwa vaksin sebenarnya menyebarkan penyakit.
• Pada tahun 1975, Jerman menghentikan kewajiban vaksin Pertussis, dan jumlah anak yang mengalami penyakit itu turun drastis. Pada tahun 2000 jumlahnya turun sampai 10%.
Bukti diatas menjadikan vaksinasi layak dipertanyakan. Fakta-fakta menjelaskan bahwa vaksin tidak meningkatkan kesehatan anak-anak. Tetapi anehnya vaksin terus-menerus dibuat dan diwajibkan kepada masyarakat.
Kuman yang lemah ini kemudian dikuatkan dengan Adjuvan (perangsang anti bodi) dan stabilisator (sebagai pengawet untuk mempertahankan khasiat vaksin selama disimpan). Hal ini dilakukan dengan menambah obat, antibiotik dan bahan kimia beracun kedalam campuran tersebut seperti: neomycin, streptomycin, natrium klorida, natrium hidroksida, alumunium hidroksida, alumunium fospat, sorbitol, gelatin hasil hidrolisis, formaldehid, formalin, monosodium glutamat, pewarna merah fenol, fenoksietanol (anti beku), kalium difospat, hidrolysate kasein pankreas babi, sorbitol dan thimerosal (raksa). (Menurut Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS juga menurut Psician’s Desk Reference).
Campuran virus atau bakteri, bahan kimia beracun dan bagian tubuh binatang yang berpenyakit inilah yang disuntikan kedalam tubuh anak atau orang dewasa ketika mendapatkan vaksinasi. Menurut CDC AS, bahan tambahan dicampurkan ke dalam vaksin untuk meningkatkan reaksi imun, mencegah pencemaran mikroba dan memperkuat formula vaksin, serta untuk memastikan vaksin tersebut stabil, bebas kuman dan aman. Namun benarkah anggapan ini?
Bagaimana Vaksin Dihasilkan?
Macam-macam vaksin:
- Vaksin DPT (Difteria, Pertusis dan Tetanus)
- Vaksin DtaP (Difteria, Tetanus, dan Acellular Pertusis)
- Vaksin MMR (Campak, Gondok dan Rubela)
- Vaksin Polio hidup oral (OPV)
- Vaksin Polio tidak aktif (IPV)
- Vaksin Hepatitis B
- Vaksin Hib
- Vaksin Varicellazostrer (Cacar Air)
- Vaksin Cacar
Dalam buku The Consumer’s Guide to Childhood Vaccines, Barbara Loe Fisher, pendiri dan presiden pusat informasi vaksin nasional (yang didirikan untuk mencegah kerusakan tubuh dan kematian akibat vaksin melalui pendidikan umum) menjelaskan proses pembuatan vaksin sebagai berikut :
Vaksin Cacar : Perut anak sapi dicukur kemudian diberikan banyak torehan pada kulitnya. Kemudian virus cacar diteteskan pada torehan itu dan dibiarkan bernanah selama beberapa hari. Anak sapi tersebut dibiarkan berdiri dengan kepala terikat supaya tidak dapat menjilati perutnya. Kemudian anak sapi itu dikeluarkan dari kandang dan dibaringkan diatas meja. Perutnya memborok dan bernanah, nanahnya diambil lalu dijadikan serbuk. Serbuk itu adalah bahan vaksin cacar, virus yang kebetulan terdapat pada anak sapi terbawa kedalamnya. (Walene James, Pengarang Immunization: The Reality Beyond the Myth)
Reaksi Tubuh Terhadap Vaksin
Apabila ramuan vaksin tersebut memasuki aliran darah anak. Tubuhnya akan segera bertindak untuk menyingkirkan racun tersebut melalui organ ekresi atau melalui reaksi imun seperti demam, bengkak atau ruam pada kulit. Apabila tubuh anak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, tubuh anak mungkin akan berhasil menyingkirkan vaksin tersebut dan mencegahnya terjangkit kembali dimasa yang akan datang. Akan tetapi jika tubuh anak tidak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, vaksin beracun akan bertahan dalam tisu tubuh.
Timbunan racun ini dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes pada anak-anak, asma, penyakit neurologi, leukimia, bahkan kematian mendadak. Ratusan laporan mencatat efek samping jangka panjang yang buruk terkait vaksin seperti penyakit radang usus, autisme, esenfalitis kronis, skelerosis multipel, artritis reumatoid dan kangker. Sebagian vaksin juga diketahui menyebabkan efek samping jangka pendek yang serius. Pada tanggal 12 Juli 2002, Reuters News Service melaporkan hampir 1000 pelajar sekolah dilarikan ke rumah sakit setelah disuntik vaksin Ensefalitis di timur laut negeri Cina. Para pelajar itu mengalami demam, lemas, muntah dan dalam beberapa kasus terkena serangan jantung setelah divaksinasi.
Kerusakan Tubuh Akibat Vaksin
• Menurut analisa bebas dari data yang dikeluarkan Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) di AS, pada tahun 1996 terdapat 872 peristiwa buruk yang dilaporkan kepada VAERS, melibatkan anak-anak dibawah 14 tahun yang disuntik vaksin Hepatitis B. Anak-anak tersebut dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit karena mengalami masalah kesehatan yang mengancam nyawa. Sebanyak 48 anak dilaporkan meninggal setelah mendapatkan suntikan vaksin tersebut.
• Informasi kesehatan juga dipenuhi contoh yang mengaitkan vaksin dengan timbulnya penyakit. Vaksin telah dikaitkan dengan kerusakan otak, IQ rendah, gangguan konsentrasi, kemampuan belajar kurang, autisme, neurologi.
• Vaksin gondok dan campak yang diberikan pada anak-anak misalnya telah menyebabkan kerusakan otak, kanker, diabetes, leukimia, hingga kematian (sindrom kematian bayi mendadak).
• Kajian tahun 1992 yang diterbitkan dalam The American Journal of Epidemiology menunjukan tingkat kematian anak-anak meningkat hingga 8 kali pada jangka waktu 3 hari setelah mendapat suntikan vaksin DPT.
• Kajian awal oleh CDC AS mendapati anak yang menerima vaksin Hib berisiko 5 kali lebih mudah mengidap penyakit tersebut dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tersebut.
• Pada tahun 1977, Dr Jonas Salk (Penemu vaksin Polio salk) mengeluarkan pernyataan bersama ilmuan lain bahwa 87% dari kasus Polio yang terjadi sejak tahun 1970 adalah akibat dari vaksin Polio.
• Di AS sebelum tahun 1980 terdapat 1 dari 10.000 anak menderita autisme. Pada tahun 2002 Institut Kesehatan Negeri AS mencatat peningkatan angka tersebut menjadi 250 dari 10.000. Kini persatuan orang tua penderita autisme Amerika memperkirakan peningkatan kasus autisme ± 10% per tahun. Vaksin yang mengandung raksa diyakini sebagai penyebabnya.
• Menurut Boyd Haley, pengurus program kimia Universitas Kentucky dan pakar logam beracun ”Thimerosal mampu meresap diprotein otak, ia sangat beracun bagi syaraf dan enzim” Haley pun terlibat dalam penelitian pada bulan Agustus tahun 2003, mendapati banyaknya kandungan raksa pada penderita autisme, yang dapat dianalisa melalui kadar raksa pada rambut mereka yang berarti etil raksa dari thimerosal telah meresap kedalam otak dan organ tubuh lainnya sangat bepotensi menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan mengganggu fungsi ginjal.
• Menurut San Jose Mercury News (6 Juli 2002), seorang dari sepuluh anak-anak dan remaja AS mengalami kelemahan fisik dan mental, menurut pengamatan tahun 2000 terdapat pertambahan mendadak angka kecacatan pada penduduk usia muda. Sedangkan pada tahun sebelumnya data menunjukan peningkatan kecacatan pada anak-anak.
• Sampai usia 2 tahun, anak-anak Amerika dilaporkan telah menerima 237 mikrogram raksa melalui vaksin. Kadar ini melebihi ambang batas yang ditetapkan Organisasi Perlindungan Alam AS yaitu 1/10 mikrogram per hari.
• Sebuah penemuan di Amerika menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B mengandung 12 mcg raksa (30 kali lipat dari ambang batas), DtaP dan Hib mengandung 50 mcg raksa (60 kali lipat dari ambang batas) dan Polio mengandung 62,5 mcg raksa (78 kali lipat dari ambang batas).
• Di AS hari ini kasus asma, diabetes dan penyakit auto imun pada usia anak telah meningkat 20 kali lipat dari tahun sebelumnya. Gangguan konsentrasi telah meningkat 3 kali lipat.
• Setiap tahun 25.000 bayi Amerika mengalami kematian mendadak. Vaksinasi adalah penyebab terbesar kematian mendadak. Jepang telah meningkatkan usia penerima vaksin sehingga 2 tahun kemudian angka kematian mendadak turun drastis di negara itu (Cherry, et al, 198
• Swedia menghentikan vaksinasi batuk rejan pada tahun 1979 karena ternyata wabah penyakit ini terjadi pada anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi. Setelah itu penyakit ini menjadi penyakit ringan tanpa kasus kematian. Hal ini secara nyata menunjukan bahwa vaksin sebenarnya menyebarkan penyakit.
• Pada tahun 1975, Jerman menghentikan kewajiban vaksin Pertussis, dan jumlah anak yang mengalami penyakit itu turun drastis. Pada tahun 2000 jumlahnya turun sampai 10%.
Bukti diatas menjadikan vaksinasi layak dipertanyakan. Fakta-fakta menjelaskan bahwa vaksin tidak meningkatkan kesehatan anak-anak. Tetapi anehnya vaksin terus-menerus dibuat dan diwajibkan kepada masyarakat.