Perang salib VI (1228-29)
Paus Innocent III telah mengijinkan Kaisar Frederick II (1194-1250) untuk menunda partisipasinya di Perang Salib IV supaya dia bisa mengatasi masalah di Jerman. Penerus Innocent III, Gregory IX, kesal terhadap penundaan terus menerus Frederick memperingatkan Frederick untuk memenuhi janjinya. Saat sang Kaisar menunda lagi dengan alasan sakit Paus langsung meng-ekskomunikasi dia. Saat Frederick akhirnya berangkat, dia berperang dalam kondisi ter-ekskomunikasi.
Situasi aneh ini mengawali suatu perang salib yang aneh. Sebagian karena ekskomunikasi dari Frederick sedikit orang yang mendukung dia sehingga dia tidak mampu menggalang kekuatan militer yang besar.
Kaisar Frederick II secara pribadi memimpin perang salib VI. Tapi tanpa pertempuran yang berarti dan berdasarkan pengalaman berdialog dengan Muslim di Pulau Sicilia serta kekuatan militer yang tidak besar. Ia pun berdialog, berunding lagi dengan Muslim yaitu Sultan Mesir Malik Al Kamil yang juga keponakan Shalahuddin, akhirnya disepakati perjanjian damai.
Yerusalem tetap dikuasai oleh Muslim tapi Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan) dan Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa AS) diberikan kepada pihak Kristen Eropa. Frederick II yang masih ter-ekskomunikasi, kemudian dimahkotai sebagai Raja Yerusalem di Gereja kuburan Kristus dalam suatu upacara non-religius (Karena Yerusalem dilarang oleh Gereja untuk melakukan upacara religius akibat status Frederick II yang masih ter-ekskomunikasi). Tahun selanjutnya Frederick II diterima kembali ke Gereja. Namun dia tidak mampu memerintah dengan sukses Kerajaan Yerusalem dari jauh karena baron lokal menolak untuk bekerja sama dengan wakilnya di Yerusalem.
Tahun 1239 dan 1241 ada dua Perang Salib kecil yang dilakukan oleh Thibaud IV dari Champagne dan Roger dari Cornwall. Dua upaya di Syria ini tidak mencapai kesuksesan sama sekali.