Perang salib II (1146-1148)
Setelah kejatuhan Yerusalem dan kemunduran Islam, tahun 1128 menjadi sebuah titik balik. Sultan Rum di Asia Kecil Turki menunjuk Imaduddin Zangi sebagai Atabeg Mosul dan Aleppo. Zangi menerima tanggung jawab itu , ia meminta Sultan untuk memberinya otoritas mutlak atas seluruh Suriah dan Irak Utara, yang kemudian membuat penduduk di kedua wilayah tersebut untuk mendukung secara penuh operasi-operasi militer yang akan dilakukan.
Pada bulan November 1144, pasukan Zangi mengepung Edessa yang sedang dikuasai oleh orang Kristen. Edessa kemudian menyerah dan Zangi menghancurkan pemerintahan Kristen. Ini adalah sebuah kemenangan yang mengharumkan nama Zangi sekaligus menjadi pahlawan Islam. Jatuhnya Edessa adalah kekalahan yang menyakitkan bagi orang Kristen, baik yang berada di barat maupun timur.
Kabar tentang kejatuhan Edessa mengejutkan orang-orang Kristen di Eropa Barat. Paus Eugenius dan Raja Perancis Louis VII menyerukan perang salib baru. Seruan ini kemudian didukung oleh Bernard, kepala biara dari Clairvaux. Saat itu Bernard bisa kita anggap orang yang paling berkuasa secara de facto di Eropa. Raja Perancis berada di bawah pengaruhnya, sedangkan Paus Eugenius adalah anggota dari ordo religius yang dipimpinnya. Pamor kekuasaanya begitu kuat karena kefasihannya yang kharismatik.
Sebagai respon, Paus Eugenus III memanggil Perang Salib baru, yang diserukan di Prancis dan Jerman oleh St. Bernard dari Clairvux. Raja Perancis, Louis VIII, dan istrinya, Eleanor dari Aquitaine, segera merespon, meskipun Kaisar Jerman, Conrad III, harus dibujuk terlebih dahulu.
Kaisar Byzantine saat itu, Manuel Comnenus, juga mendukung perang salib, meskipun dia tidak menyumbangkan pasukannya. Kaum Kristen merasa harus melawan balik. Penaklukan Edessa oleh Zangi dipandang sebagai langkah pertama bagi penaklukan Islam di Eropa. Edessa hanyalah sebagai awal. Pihak Kristen mulai sadar di tahun-tahun belakangan ini bahwa kemenangan Zangi adalah bukti akan besarnya kekuatan Islam yang tak akan bisa dikalahkan. Kaum Kristen merasa begitu terancam dan Bernard menggambarkan bahwa saat itu adalah titik balik dalam sejarah.
Meskipun pada suatu waktu Perang Salib ini melibatkan pasukan terbesar, Perang Salib kedua ini tidak diikuti oleh antusiasme seperti antusiasme pada Perang Salib yang pertama, karena pada saat itu Yerusalem masih dikuasai Kristen. Jalannya kampanye kedua ini juga dipenuhi kepentengan-kepentingan dari pihak yang terlibat, yang kesemuanya menghambat kemajuan. Terjalnya perjalanan juga semakin menambah kesulitan.
Raja Jerman yang bernama Conrad adalah salah satu pemimpin tentara salib jilid kedua ini. Conrad adalah raja yang sudah tua dan mempunyai permasalahan dengan kesehatannya. Ia telah melaksanakan perang membela gereja dengan melawan kaum paganis Slav dan Wend di Eropa Timur. Selain itu Conrad juga telah memerangi musuh-musuh Paus di Italia. Pada akhir Mei 1147, pasukan besar Conrad berangkat melalui Eropa Timur menuju Konstantinopel.
Orang-orang Eropa terpana melihat besarnya pasukan yang mencapai 20.000 orang. Bersama Conrad, ikut juga pasukan raja budak dari Bohemia dan Polandia. Para bangsawan Jerman dipimpin oleh Frederick dari Swabia. dan bersumpah untuk menguasai Byzantium yang dipimpin oleh kaisar Manuel.
Pada 8 Juni, giliran pasukan Perancis berangkat. Louis adalah seorang pemuda berumur 26 tahun saat itu dan merupakan pewaris tahta Perancis. Istri Louis, Eleanour, juga ikut serta. Eleanor adalah salah seorang pemilik tanah terbesar di Eropa yang berada di selatan Perancis.
Lebih setahun kemudian, pada Februari 1148, tentara salib yang telah lelah berjuang untuk memasuki pelabuhan Byzantium di Attalia. Mereka harus memutuskan apakah tetap melalui jalur darat, dilanjutkan melalui laut atau membelah pasukan sebagian lewat darat dan sebagian lewat laut. Kesulitan yang mereka hadapi jauh lebih sulit daripada para pendahulu mereka.
Dari pengalaman pahit sebelumnya, Kaisar Manuel tahu dengan kedatangan tentara salib di wilayah Byzantium akan mengundang pasukan Turki Saljuk yang masih segar untuk menyerang. Manuel tak ingin terlibat masalah ini. Karena itu Manuel membuat perjanjian dengan Mas’ud, Sultan Rum atau Turki Saljuk sebelum tentara salib sampai di Byzantium.
Pada 20 Juli, pasukan Conrad telah sampai di Konstantinopel . Menurut mereka, orang-orang Byzantium dan Kaisar Manuel telah berkhianat. Tak heran jika Manuel tidak membantu tentara salib ini. Pasukan Conrad telah menjarah Byzantium bahkan Conrad sendiri mengancam akan menduduki Byzantium. Jadi tak ada alasan Byzantium untuk membantu tentara salib walau mereka sama-sama beragama Kristen.
Pada tanggal 19 Maret 1148, pasukan Louis telah tiba di pelabuhan St. Simeon. Kaisar Conrad jatuh sakit dan harus kembali ke Konstantinopel. Conrad kemudian dirawat dengan penuh kasih oleh Kaisar Manuel, seorang kaisar yang pernah diancam Conrad sebelumnya. Maka sekarang hanya Louis, pemimpin satu-satunya yang berhasil mencapai Antiokhia dan disambut secara hangat oleh Pangeran Raymund penguasa Antiokhia.
Pangeran Raymund mempunyai harapan yang besar dengan adanya tentara salib ini. Raymund yang merasa terancam dengan perkembangan Nuruddin dan terus mengawasinya. Kota muslim Aleppo hanya berjarak 50 mil dari Antiokhia. Sebuah serangan mendadak tentara salib ke Aleppo diusulkan Raymund kepada Louis. Namun Louis menolak usulan ini. Louis bersikeras ia sedang melakukan perjalanan ziarah dan tidak dapat menyerang secara besar-besaran sebelum berdoa di makam suci.
Karenaa tidak mampu untuk sampai ke Edessa, para Prajurit Salib berkonsentrasi untuk mengambil alih Damaskus. Setelah Louis melakukan ziarah, pada Juli 1148, kemudian diputuskan tentara salib dan tentara kerajaan Yerusalem menyerang Damaskus, satu-satunya sekutu kaum Frank di timur di tengah-tengah wilayah kekuasaan Islam yang mulai bangkit. Serangan ini menguatkan Nuruddin. Ketika melihat Damaskus dikepung oleh tentara salib bekas sekutunya, Amir Damaskus kemudian meminta bantuan Nuruddin. Dengan begitu, aliansi Nuruddin justru lebih kuat daripada sebelumnya.
Tentara Salib memilih untuk menyerang Damaskus dari timur, dimana kebun akan memberi mereka makanan konstan. Mereka tiba pada tanggal 23 Juli, dengan pasukan Yerusalem di garis depan, diikuti dengan Louis dan lalu Conrad sebagai penjaga belakang. Orang Muslim bersiap untuk serangan dan langsung menyerang pasukan yang maju menuju perkebunan. Pasukan Salib mampu melawan mereka dan mengejar mereka kembali ke Sungai Barada dan menuju Damaskus; setelah tiba diluar tembok kota, mereka langsung menyerang Damaskus. Damaskus telah meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin dari Mosul.
Pengepungan Damaskus adalah sebuah kegagalan besar, yang hanya mampu mengepung beberapa hari saja. Pada mulanya tentara salib mengalami kemajuan dengan menaklukkan sebagian perkebunan buah di luar kota. Kemudian kaum Frank Yerusalem mengusulkan untuk memindah posisi tentara salib di bawah benteng agar tentara muslim tidak dapat berlindung di pohon-pohon. Ternyata posisi ini justru fatal bagi tentara salib dan mereka menuduh kaum Frank Yerusalem telah menerima suap dari Nuruddin. Di saat yang kacau itu, pasukan bantuan Nuruddin datang. Kaum Frank Yerusalem berusaha membujuk tentara salib untuk mengakhiri pengepungan. Tentara salib mundur kembali Pertama Conrad, lalu sisa dari pasukan, memilih untuk mundur ke Yerusalem.
Kegagalan dari Perang Salib kedua begitu mematahkan semangat, dan banyak di Eropa merasa bahwa Kekaisaran Byzantine merupakan halangan dalam mencapai kesuksesan. Kegagalan ini juga merupakan tiupan moral yang kuat bagi Pasukan Muslim yang telah berhasil secara sebagian mengurangi kekalahan mereka di Perang Salib pertama.
Posisi dari negara bagian para Prajurit Salib saat itu lemah, dan di tahun tahun selanjutnya mereka dikelilingi oleh kekuatan Muslim yang telah berkonsolidasi yang diikuti oleh hancurnya Kalifah Fatimid di Mesir.