Abdul Hussein (Abdol Hossein) Sardari Qajar (1895-1981) pada era Perang Dunia II bertugas sebagai konsulat Iran di Perancis sejak 1941, tahun yang sama di mana Nazi Jerman mengagresi Perancis. Saat itu kebetulan di Paris banyak terdapat komunitas Yahudi Iran. Dengan datangnya agresi Jerman, otomatis menjadi ancaman bagi Yahudi Iran.
Untuk melindungi mereka, Sardari berinisiatif memanfaatkan hubungan dekat non-agresi antara Jerman dan Iran untuk mencegah holocaust kaum Yahudi Iran di Perancis.
Hubungan Jerman-Iran sebenarnya sudah terjalin jauh sebelum Perang Dunia I, seperti Perjanjian Kerjasam Komersial antara Pangeran Bismarck dengan Mirza Hussein Khan yang ditandatangani tanggal 6 Juni 1873 di Berlin. Hubungan ini kemudian lebih meningkat lagi di masa pemerintahan Reza Shah Pahlavi (1878-1944) sejak ia mengambil pemerintahan di Iran sekitar tahun 1921-1925.
Salah satu ambisi Pahlavi adalah mengurangi dominasi Inggris di Iran. William Knox D’Archy, seorang miliuner London, pada tahun 1901 berhasil membuat kerja sama dengan Shah Mozzafar ad-Din Shah Qajar, kaisar Persia dari dinasti Qajar, dalam bidang eksplorasi minyak bumi di Iran, dan sejak itu Inggris mulai memonopoli perminyakan Iran.
D’Archy kemudian diakuisisi oleh Burmah Oil Company, perusahaan eksplorasi dari Glasgow, Skotlandia. Tahun 1913 Burmah Oil mengembangkan diri menjadi Anglo-Persian Oil Company (APOC) dengan 50% sahamnya dimiliki Turkish Petroleum Company milik kekaisaran Ottoman Turki.
Monopoli minyak Iran oleh Inggris inilah yang ingin dikurangi oleh Pahlavi, oleh karenanya ia mencari sekutu baru yang potensial dan terpilihlah Jerman. Kedekatan Pahlavi dengan pemerintah Nazi dimulai sejak tahun 1930-an, dan sejak itulah banyak dari kebijakan-kebijakan Pahlavi yang cenderung Pro-Jerman.
Tahun 1931, Pahlavi melarang ijin terbang dari maskapai Royal British Airways untuk melintas di kawasan Iran, dan ijin itu justru diberikan kepada Lufthansa Airways milik Jerman. Di tahun yang sama pula, Inggris dikagetkan kembali dengan pembatalan konsesi eksplorasi perminyakan yang disepakati oleh William Knox D’Archy yang sebenarnya baru berakhir tahun 1961.
Pahlavi mengubah kesepakatan dari perolehan 16% dari keuntungan bersih operasional APOC meningkat menjadi 21%. Baru pada 28 Mei 1933 kesepakatan tercapai setelah Majlis Iran (Parlemen Islam Iran) meratifikasinya dan kedatangan Sir Chadman ke Iran pada bulan April 1933 sebelumnya.
Pada tahun 21 Maret 1935, Pahlavi mulai meresmikan perubahan nama negara dari Persia menjadi Iran. Kebijakan ini dipengaruhi oleh paham ras Arya Nazi Jerman, yang mengatakan bahwa arti dari Iran sendiri adalah "Tanah Bangsa Arya", sedangkan "Persia" atau Fars atau Parseh dinisbatkan dari nama sebuah propinsi di Iran. Konon, ide perubahan nama ini berasal dari usulan dari utusan khusus Hitler, Hjalmar Schacht, seorang Bankir Jerman merangkap Duta Besar Jerman untuk Iran.
Tahun 1939, Jerman resmi berperang dengan Inggris, dan Pahlavi meresponnya dengan menyatakan Iran sebagai negara netral. Namun pada kenyataannya, 50% transaksi perniagaan Iran adalah dengan Jerman pada tahun-tahun tersebut, karena waktu itu Jerman banyak membantu kemajuan Iran dalam komunikasi laut dan udara yang modern dengan negara-negara lainnya.
Bahkan Pahlavi mulai banyak menempatkan agen Nazi dan para ahli Jerman untuk membantu pengembangan di berbagai sektor pembangunan Iran. Sebut saja Mayor von Pashen yang sempat terlibat dengan pelatihan tentara pimpinan Mirza Kuchak Khan yang terkenal dengan Jangal Movement. Selain von Pashen, ada pula Wilhelm Wassmuss, agen intelejen Jerman yang terkenal dengan "German Lawrence" yang juga ikut terlibat dalam gerakan Mirza.
Keberadaan para sdm Jerman inilah yang kemudian membuat gusar Inggris yang dianggap dapat menjadi ancaman bagi APOC, kepetingan minyak Inggris di Iran. Diperparah lagi ketika Jerman membatalkan Molotov–Ribbentrop Pact yang menggantinya dengan peluncuran Unternehmen Barbarossa (Operation Barbarossa) yang mengagresi Rusia pada tanggal 22 Juni 1941.
Kondisi tersebut akhirnya menggiring pada kejatuhan kekuasaan Reza Shah Pahlavi, di mana Rusia dan Inggris bersekutu untuk mengagresi Iran antara 25 Agustus – 17 September 1941, dan mencapai puncaknya Inggris membantu Muhammad Reza Pahlavi menggulingkan tahta Reza pada 16 September 1941. Sedangkan Reza Shah Pahlavi diasingkan ke Johannesburg, Afrika Selatan yang waktu itu menjadi kolonial Inggris, dan terus berdomisli di sana hingga ia meninggal pada 26 Juli 1944.
Kedekatan hubungan Iran-Jerman inilah yang kemudian dimanfaatkan Abdul Hussein Sardari untuk melobi Nazi Jerman di Paris agar mau mencoret koloni Yahudi Iran yang ada di Paris dari daftar holocaust. Sekalipun dengan berat hati dan melalui proses yang sangat sulit, Sardari akhirnya bisa memulangkan para Yahudi Iran ini pulang ke Iran.
Dari kanan ke kiri: Anoshiravan Sepahbody, ketua delegasi Iran di League of Nations, bersama staf: Abdol-Hossein Sardari, Ali Motamedi, dan Abdollah Entezam, saat di kota Bern, Swiss, 1930.
Melihat keberhasilan penyelamatan yang dilakukan Sardari, ia kemudian banyak mendapat permintaan untuk deportasi ke Iran dari Yahudi-yahudi lainnya yang bukan asli Iran. Sebelumnya, kebijakan Sardari menyelamatkan Yahudi Iran didasari atas persaudaraan satu negeri. Sedangkan untuk kasus permintaan pertolongan dari para Yahudi non Iran akhirnya dipenuhinya dengan dasar dorongan hati nurani dalam dirinya.
Dijuluki "SCHINDLER OF IRAN"
Dari sinilah Abdul Hussein Sardari mendapat julukan "Schindler of Iran" karena ia telah memberikan paspor Iran untuk para Yahudi non Iran agar mereka terselamatkan dari Nazi Jerman di Paris. Kebijakan ini didasarkan pula oleh sikap spiritualitas Reza Shah Pahlavi yang saat itu sangat toleran dan memberikan kebebasan beragama pada pemeluk Yahudi di Iran.
Dari kanan ke kiri: (1) Abolhassan Hakimi (2) Abdol Hossein Sardari saat menjadi angota Sekretariat League of Nations (3) Ketua Delegasi Iran di League of Nations, Anoshiravan Khan Sepahbodi (4) Abdollah Entezam (5) Abbasgohli Khan Gharib (6) Perdana Menteri Iran saat itu, Mohammad-Ali Foroughi (7) istri Abolhassan Hakimi (8) Movassagh-al-Dowleh Khajeh Nouri. Swiss, 1931
Menurut Prof. Fariborz Mokhtari dari National Defense University di Washington D.C., mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 Yahudi Iran berikut Yahudi Non Iran yang berhasil diselamatkan Sardari dari kekejaman Nazi di Perancis.
Oleh karena itulah, pasca Perang Dunia II, bukannya mendapat penghargaan yang layak, melainkan Sardari justru menghadapi tuduhan pemalsuan ribuan paspor, oleh karena itu ia mengundurkan diri dari Kementerian Luar Negeri Iran dan kemudian bergabung dengan Iranian Oil Company di tahun 1950, dan meninggal di London tahun 1981.
Atas upaya penyelamatannya tersebut, selain masuk dalam nominasi Yad Vashem, Sardari pun banyak mendapat penghargaan dari beberapa organisasi Yahudi di Amerika Serikat, di antaranya Simon Wiesenthal Center dan Nessah Educational and Cultural Center.
Kisah penyelamatan Yahudi oleh Sardari telah diabadikan pada tahun 2007 dalam sebuah serial televisi Iran yang menjadi sangat populer, Madare Sefr Darajeh (Zero Degree Turn).
ARTIKEL TERKAIT:
- Muslim Yang Jadi Pahlawan Holocaust di Israel
- SAIDE ARIFOVA, Muslimah Crimea Penyelamat Yahudi Crimea
- VESELI, pionir keluarga muslim Albania di monumen Yad Vashem
- KHALID ABDUL WAHAB, pionir muslim Arab di monumen Yad Vashem
- SELAHATTIN ULKUMEN, Muslim Penyelamat Yahudi Pulau Rhodes
- NAMIK KEMAL YOLGA, Muslim Turki Penyelamat Yahudi Paris
- NECDET KENT, Muslim Turki Penyelamat Yahudi Marseilles