Pada artikel sebelumnya, sudah diuraikan tentang pengetahuan dasar sistem reproduksi pada wanita secara normal. Masih bersumber dari artikel The New York Times, uraian kali ini membahas tentang sebab-sebab munculnya ketidaksuburan dalam reproduksi pada wanita.
Sumber artikel : ditranslasikan dari "Infertility in Women" - The New York Times
Photo courtesy by Sean Fisher - "Unconditional"
Image courtesy by A.D.A.M., Inc.
Photo courtesy by Sean Fisher - "Unconditional"
Image courtesy by A.D.A.M., Inc.
SEBAB-SEBAB
Banyak sekali kondisi medis yang berkontribusi pada munculnya ketidaksuburan (infertilitas). Kondisi psikis bisa jadi memicu kondisi medis yang buruk, sehingga secara tidak langsung menyebabkan pula ketidaksuburan. Banyak dari kasus-kasus yang memperlihatkan ketidaksuburan disebabkan secara mendasar oleh ketidaknormalan dalam kondisi medis. Gangguan-gangguan ini dapat merusak organ-organ penting sistem reproduksi seperti dapat merusak Tuba Falopi, mengganggu proses ovulasi, atau menyebabkan komplikasi hormonal.
Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Pelvic inflammatory disease (PID) atau radang panggul, merupakan penyebab paling banyak di dunia ketidaksuburan pada wanita. Terdapat banyak macam dari penyakit PID dengan sumbernya bakteri yang bermacam pula, telah mengganggu kondisi kesehatan dari organ-organ reproduksi, appendix (usus buntu), serta bagian-bagian dari organ usus besar yang berada di area panggul wanita. Area yang paling rawan terkena infeksi adalah di area Tuba Falopi, tempat di mana sel telur matang ditanam untuk dibuahi oleh sperma yang dalam kondisi tertentu disebut sebagai Salpingitis.
Organ-organ sekitar reproduksi pada wanita
Gangguan Salpingitis
Penyakit PID kemungkinan banyak ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda-beda hingga menyebabkan munculnya infeksi, di antaranya:
- Penyakit Seksual Menular (Sexually Transmitted Diseases). Chlamydia trachomatis merupakan organisme yang paling banyak bertanggung jawab terhadap 75% kasus ketidaksuburan pada Tuba Falopi. Sedangkan Gonorrhea menjadi sumber penyebab sisanya.
- Penyakit Pelvic tuberculosis.
- Aborsi yang tidak steril (Nonsterile Abortions).
- Kerusakan/Pecah usus buntu (Ruptured appendix).
Serangan penyakit PID yang parah atau yang berulang-ulang dapat menyebabkan luka/parut (scarring) pada jaringan organ reproduksi, penumpukan abses, dan kerusakan pada Tuba Falopi yang pada akhirnya menjadi penyebab ketidaksuburan pada wanita. Sekitar 20% wanita yang mengidap gejala penyakit PID berujung pada ketidaksuburan.
Penyakit PID juga secara signifikan telah meningkatkan resiko terjadinya Kehamilan Ektopik (Ectopic Pregnancy), yaitu janin berkembang atau diimplantasi bukan pada tempatnya di rahim tetapi di saluran Tuba Falopi. Tingkat keparahan dari infeksi (bukan pada jumlah banyaknya infeksi) menjadi resiko terbesar dari ketidaksuburan pada wanita.
Ectopic Pregnancy (image courtesy by Reinier de Graaf)
Endometriosis
Endometriosis adalah sebuah kondisi dimana sel-sel yang seharusnya tumbuh untuk melapisi rahim tetapi ia tumbuh berkembang di luar rahim, bisa pula tumbuh di area ovarium. Kondisi ini dapat mengganggu kemampuan seorang wanita untuk bisa hamil.
Sekitar 30% kasus-kasus ketidaksuburan disebabkan oleh Endometriosis. Dapat dikatakan jarang Endometriosis hingga menyebabkan ketidakmampuan hamil secara total atau mutlak. Namun bagaimanapun juga Endometriosis punya kontribusi untuk membantu terjadinya hal tersebut.
Endometriosis adalah suatu kondisi non-kanker di mana sel-sel yang biasanya melapisi rahim (endometrium), tetapi malah juga tumbuh di bagian tubuh lainnya (warna merah), menyebabkan nyeri dan pendarahan yang tidak teratur.
Sel-sel yang tumbuh di luar lapisan rahim akan membentuk Kista Endometrial yang akan menyebabkan ketidaksuburan melalui beberapa kondisi:
- Jika pertumbuhannya muncul di saluran Tuba Falopi, maka ia akan menghalangi jalan masuknya sel telur matang.
- Jika pertumbuhannya muncul di ovarium, maka ia akan menghalangi dirilisnya atau dilepaskannya sel telur dari ovarium.
- Penyakit Endometriosis yang parah pada akhirnya akan membentuk rangkaian luka atau parutan pada jaringan organ antara ovarium, tuba falopi, dan rahim, sehingga dapat menghalangi transfer sel telur menuju tuba falopi.
Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) adalah sebuah kondisi di mana ovarium terlalu banyak memproduksi hormon Androgen (hormon-hormon kelaki-lakian), khususnya hormon Testosterone. Sebanyak 6% wanita mengalami kasus PCOS ini. Selain itu PCOS berdampak pula dengan munculnya amenorrhea atau oligomenorrhea (menstruasi yang tidak teratur atau kehilangan siklus menstruasi).
Bila ovarium terlalu banyak memproduksi hormon-hormon androgen (seperti testosterone), maka wanita tersebut akan tumbuh kembang dengan karakteristik kelaki-lakian. Gejala kecenderungan perubahan ini dikenal pula dengan istilah Virilization. Kecenderungan ini dapat pula berdampak pada pola perkembangan bulu-bulu rambut pada tubuh, muncul amenorrhea (kehilangan siklus menstruasi), hingga perubahan dalam bentuk tubuh. Ketidakseimbangan pada ovarium ini dapat menyebabkan tumor pada ovarium atau kelenjar adrenal, atau yang disebut penyakit Polycystic Ovarian.
Seorang wanita dalam kondisi PCOS, produksi hormon-hormon androgen meningkat tinggi saat kondisi hormon LH dalam kadar tinggi sedangkan hormon FSH dalam kadar rendah. Sehingga kantung-kantung Follicles yang ada di ovarium menjadi terhalangi untuk memproduksi sel telur matang.
Karena tidak bisa memproduksi sel telur matang, kantung-kantung Follicle menjadi membengkak dipenuhi dengan cairan hingga membentuk Kista. Setiap kali sebuah sel telur terperangkap dalam kantung Follicles, kista-kista lainnya terbentuk pula dan ovarium pun menjadi membengkak, terkadang hingga mencapai seukuran sebutir buah anggur. Tanpa adanya proses ovulasi, maka hormon progesteron pun menjadi tidak lagi diproduksi, sedangkan hormon estrogen dalam kondisi tetap normal.
Jumlah kadar hormon-hormon Androgen yang tinggi (hyperandrogenism) dapat pula menyebabkan obesitas, tumbuhnya bulu-bulu pada wajah wanita (sebagaimana pada pria), munculnya jerawat, namun tidak semua wanita yang mengidap PCOS mengalami gejala-gejala tersebut.
PCOS juga menimbulkan resiko tinggi terhadap resistensi insulin yang diasosiasikan dengan Diabetes Tipe 2. Hampir setengah pasien wanita pengidap PCOS kedapatan juga mengidap Diabetes.
Premature Ovarian Failure (Menopose Dini)
Premature Ovarian Failure (ovarium yang prematur) adalah penipisan dini kantung-kantung Follicle sebelum usia 40 tahun yang dalam banyak kasus cenderung mengarah kepada menopause dini. Kasus ini sedikitnya telah mempengaruhi 1% wanita dan biasanya diawali dengan menstruasi yang tidak teratur yang mungkin terus berlanjut selama bertahun-tahun.
Dalam kondisi ini, kadar hormon FSH berada dalam kondisi yang tinggi sebagaimana memasuki masa-masa transisi menuju menopose (Perimenopause). Kegagalan ovarium yang prematur secara signifikan menyebabkan ketidaksuburan, dan wanita-wanita yang mengalami kondisi ini hanya berpeluang 5-10% untuk bisa hamil kembali tanpa melalui perawatan medis fertilitas.
Penyebab munculnya kegagalan ovarium yang prematur di antaranya:
- Penurunan produktivitas dan kinerja kelenjar Pituitary, kelenjar Thyroid, dan hormon-hormon Adrenal.
- Kelainan genetik seperti Turner syndrome dan fragile X syndrome.
- Efek samping terapi kanker seperti radiasi dan kemoterapi.
- Kegagalan Autoimmune seperti Diabetes Tipe 1, Systemic Lupus erythematosus, Autoimmune Hypothyroidism, penyakit Addison, termasuk beresiko tinggi untuk terjadinya menopose dini.
Uterine Fibroids
Tumor Fibroid jinak yang muncul di rahim umum terjadi pada wanita yang berusia 30 tahunan. Ukuran Fibroid yang besar dapat menyebabkan ketidaksuburan karena rusaknya lapisan rahim akibat terhalangnya saluran Tuba Falopi, atau karena diakibatkan oleh bentuk rongga rahim yang mengalami distorsi bentuk atau perubahan posisi pada leher rahim (cervix).
Pada kondisi tertentu, tumor Fibroid mungkin tidak selalu harus diangkat bilamana tidak menyebabkan nyeri, perdarahan yang berlebihan, atau pertumbuhannya yang pesat (ganas).
Elevated Prolactin Levels (Hyperprolactinemia)
Prolactin adalah sebuah hormon yang diproduksi oleh kelenjar Pituitary di otak, ia berfungsi menstimulasi pertumbuhan payudara dan produksi air susu berkenaan di masa kehamilan. Jumlah kadar hormon Prolactin yang tinggi (dikenal dengan kondisi Hyperprolactinemia), dapat mengakibatkan menekan produksi hormon Gonadotropin sehingga dapat menghambat proses ovulasi.
Hyperprolactinemia pada wanita yang sedang tidak hamil atau yang sedang menyusui, dapat disebabkan karena tidak aktifnya kelenjar Thyroid atau munculnya Pituitary adenoma yaitu tumor jinak yang mengeluarkan hormon Prolactin. Beberapa obat-obatan termasuk kontrasepsi oral dan beberapa jenis obat Antipsychotic, dapat pula memicu tingginya produksi hormon Prolactin.
Sesuatu sekresi atau yang dikeluarkan oleh payudara yang tidak ada hubungannya dengan kondisi saat hamil atau menyusui (yang dikenal dengan Galactorrhea) termasuk tanda-tanda gejala dari tingginya produksi hormon Prolactin dan direkomendasikan untuk segera diperiksakan.
Struktur Bermasalah Menyebabkan Hambatan
Kelainan bawaan (Inborn Abnormalities) pada saluran alat kelamin dapat pula menyebabkan kemandulan. Mullerian agenesis adalah sebuah malformasi (salah formasi) yang spesifik di mana tidak ada vagina atau rahim berkembang. Bahkan dalam kasus-kasus seperti ini, beberapa wanita bisa menjadi ibu dengan menjalani fertilisasi in vitro serta dengan menanamkan sel telur matangnya yang sudah dibuahi pada rahim wanita lain yang bersedia dan mampu untuk menampung kehamilan (surrogate mother).
Pada kondisi tertentu, pelapis (bands) pada parutan jaringan parut yang terikat bersama pasca bedah perut atau panggul atau karena infeksi (adhesions), dapat membatasi pergerakan indung telur (ovarium) dan tuba falopi, sehingga dapat pula menyebabkan ketidaksuburan (infertilitas). Sebagai contoh adalah kasus gejala Asherman (asherman syndrome) yaitu parutan pada rahim yang dapat menyebabkan hambatan (obstructions) dan munculnya amenorrhea kedua. Hal ini mungkin disebabkan karena pembedahan, cedera yang terjadi berulang-ulang, atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.
ARTIKEL TERKAIT :