Belakangan, menurut Constanze Wendt dari Lembaga Ilmu Kesehatan di Heidelberg, sebagaimana dirilis situs kapanlagi, dalam sejumlah kasus, mengonsumsi antibiotik secara tepat bisa mempengaruhi bakteri usus dan dapat memicu diare. Reaksi alergi kulit juga dapat terjadi jika obat oles yang mengandung antibiotik digunakan dalam jangka waktu yang panjang.
Mengonsumsi alkohol saat sedang menggunakan antibiotik, ingat Wendt, juga sangat berbahaya. “Itu dapat memicu komplikasi pada hati sebagai dampak penggunaan alkohol,” terangnya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, April lalu, sempat membahas kasus resisten obat dalam konferensi di Beijing. WHO berpesan, penyakit berbahaya telah menyebar ke seluruh benua dan meningkat dengan cepat. Diperlukan langkah tepat bagi pasien penderita resisten obat,” ingat WHO.
Kendati demikian, badan dunia untuk kesehatan ini memprediksi, hanya 1 persen kasus pasien resisten menerima perawatan yang tepat tahun lalu. “Kami berjuang keras mengatasi pasien resisten obat,” kata CDC epidemiologi, Dr Laurie Hicks, kepada Associated Press.
Associated Press juga merilis temuan wabah penyakit resisten obat antibiotik di beberapa negara. Seperti di Kamboja, para ilmuwan mengkonfirmasi munculnya kasus pasien resisten obat malaria. Kasus ini bisa mengancam upaya pengobatan penyakit yang telah membunuh 1 juta orang setiap tahun.
Di Afrika, ditemukan kasus baru dalam pengobatan HIV. Para ilmuwan dilaporkan menemui kesulitan mengobati strain HIV yang terdeteksi pada 5 persen pasien baru. Tingkat resistensi obat HIV yang telah membunuh 30 persen pasien HIV di seluruh dunia, juga cenderung meningkat. (ETA)
Sumber: Liputan6.com
Mengonsumsi alkohol saat sedang menggunakan antibiotik, ingat Wendt, juga sangat berbahaya. “Itu dapat memicu komplikasi pada hati sebagai dampak penggunaan alkohol,” terangnya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, April lalu, sempat membahas kasus resisten obat dalam konferensi di Beijing. WHO berpesan, penyakit berbahaya telah menyebar ke seluruh benua dan meningkat dengan cepat. Diperlukan langkah tepat bagi pasien penderita resisten obat,” ingat WHO.
Kendati demikian, badan dunia untuk kesehatan ini memprediksi, hanya 1 persen kasus pasien resisten menerima perawatan yang tepat tahun lalu. “Kami berjuang keras mengatasi pasien resisten obat,” kata CDC epidemiologi, Dr Laurie Hicks, kepada Associated Press.
Associated Press juga merilis temuan wabah penyakit resisten obat antibiotik di beberapa negara. Seperti di Kamboja, para ilmuwan mengkonfirmasi munculnya kasus pasien resisten obat malaria. Kasus ini bisa mengancam upaya pengobatan penyakit yang telah membunuh 1 juta orang setiap tahun.
Di Afrika, ditemukan kasus baru dalam pengobatan HIV. Para ilmuwan dilaporkan menemui kesulitan mengobati strain HIV yang terdeteksi pada 5 persen pasien baru. Tingkat resistensi obat HIV yang telah membunuh 30 persen pasien HIV di seluruh dunia, juga cenderung meningkat. (ETA)
Sumber: Liputan6.com