Lukmanul Hakim sang ahli bijak berkata, Ada tiga bagian dari tubuh manusia yang kelak akan diwariskan kepada tiga pewaris:
- Sepertiga untuk Allah
- Sepertiga untuk Belatung
- Sepertiga untuk Manusia
Rohnya akan dikembalikan kepada Allah S.W.T.
Apa yang telah menjadi ciptaannya maka ia telah menjadi miliknya dan sudah pasti berhak untuk menuntutnya kembali. Oleh karena itu di dalam al-Qur’an kita pasti akan banyak menemukan Allah S.W.T. selalu menyebut-nyebut bahwa kita akan dikembalikan kepada-Nya karena memang Allah Ta’ala yang menciptakan kita sehingga berhak untuk menuntut kembali apa yang telah menjadi ciptaan-Nya.
Setiap hari bahkan setiap hembusan nafas, kita akan selalu menghadapi dua kemungkinan, hidup ataukah mati. Sebuah gambaran bagaimana sebenarnya Allah S.W.T. di setiap waktunya “menggenggam” nyawa kita tergambar dari firman-Nya dalam al-Qur’an terserah kepada kehendak-Nya apakah nyawa tersebut akan dikembalikan kepada jasadnya atau tidak sama sekali:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” [Q.S. az-Zumar 39:42]
Jasadnya akan dimakan belatung-belatung saat dikuburkan.
Apa yang akan dikuburkan dalam tanah kelak ketika kita mati hanyalah jasad yang terbungkus dengan kain kafan putih. Sedangkan harta, jabatan, kekuasaan, anak dan istri, tidak akan menemani kita di dalam kubur, melainkan mereka akan diwariskan kepada yang masih hidup. Saat di dalam tanah pun, kain kafan dan jasad kita akan dilumat habis oleh belatung-belatung sehingga yang tersisa hanyalah tulang-belulang. Saat kita sudah menjadi tulang-belulang, siapapun sudah tidak akan mengenalinya lagi bahkan takut untuk melihatnya apalagi menyentuhnya. Oleh karena itu, ketampanan, kecantikan, keperkasaannya, keindahan tubuhnya ternyata pada akhirnya menjadi milik belatung-belatung juga.
Amalannya akan menjadi milik manusia itu sendiri.
Satu-satunya yang tersisa menjadi milik manusia adalah amalannya. Bahagia dan sengsara di alam kubur dan akhirat kelak tergantung dari amalan baiknya. Perjuangan berat dan melelahkan selama hidup di dunia demi kehidupan duniawi akan terasa sia-sia belaka bila ternyata pada akhirnya tidak menghasilkan amalan baik yang bisa membuat sukses hidupnya di alam kubur dan di akhirat kelak yang lebih abadi.
Disadur dari kitab "Nashaihul ‘Ibad" - Imam Nawawi al-Bantani