Pada daerah tambahan yang diteliti secara intensif untuk perkembangan bahan-bahan yang bersifat kemoprevensi, yang dinyatakan sebagai bahan yang membalik atau menekan kemajuan bahan karsinogenik sebelum membahayakan untuk berkembang menjadi status membahayakan (lihat bagian “Pengaturan dari Lesi Sebelum Membahayakan”, di atas). Peranan dari bahan-bahan tersebut menjadi dua kali lipat : (1) untuk mengobati lesi sebelum membahayakan untuk mencegah evolusinya menjadi karsinoma yang bersifat menyerang, dan (2) untuk mencegah perkembangan sel kanker karsinoma squamosa utama kedua pada pasien yang masih menjalani pengobatan kanker.
Memberikan kemampuan aksebilitasnya terhadap pemeriksaan klinis, leukoplakia telah digunakan untuk memonitor tingkat respon terhadap beberapa bahan-bahan tertentu yang bersifat kemoprevensi dalam percobaan klinik. Dari bahan-bahan yang dievaluasi seperti retinoid, beta karoten, dan derivat vitamin E, retinoid menunjukkan efisiensi yang paling besar terhadap pembersihan leukoplakia. Bagaimanapun, adalah penting untuk dicatat bahwa kembalinya lesi-lesi ini belum ditunjukkan untuk mengurangi resiko perkembangan kanker, dan lesi segera kembali setelah penghentian pengobatan. Asam 13 cis-retinoid , yang lebih umum digunakan untuk mengobati jerawat, telah dipelajari secara ekstensif baik pada pengobatan lesi sebelum membahayakan dan dalam prosese pencegahan dari kanker utama kedua. Dia beraksi melalui peningkatan pengaturan reseptor asam retinoid yang berbeda, RAR-β, yang menurunkan pengaturan yang berhubungan dengan perkembangan kanker kepala dan leher. Hasil-hasil dari percobaan ini telah bercampur.
Walaupun efektif dalam menghilangkan leukoplakia, efek-efek sampingnya membatasi penggunaannya, dan lesi-lesi kembali setelah penggunaan obat tidak dilanjutkan. Tumor utama kedua terjadi dalam 4 hingga 7% dari pasien yang diobati kanker squamosa kepala dan leher dan menjadi perhatian utama yang berhubungan dengan penyebab kematian pada tahap awal kanker. Pencegahan tumor-tumor ini karenanya merupakan hal yang penting. Penelitian terhadap asam 13-cis retinoid telah menunjukkan penurunan kejadian kanker utama kedua tapi tidak berefek pada proses penyembuhan kembali penyakit utama. Ini menjadi landasan bahwa retinoid mencegah perkembangan kanker tapi tidak akan mengobati secara penuh transformasi sel-sel kanker. Disamping itu juga, kelangsungan hidup secara menyeluruh tidak dipengaruhi. Dosis yang dibutuhkan dari retinoid memiliki efek samping, termasuk di dalamnya toksisits mukokutan (pengelupasan kulit dan cheilitis) dan tingginya pengujian-pengujian fungsi hati. Perkembangan dari retinoid generasi kedua boleh jadi melemahkan efek samping ini. Satu penelitian menunjukkan beberapa kejadian yang mengkhawatirkan dari kanker paru-paru utama pada pasien yang diobati dengan beta karoten. Sebagai tambahan, Wang dan rekannya baru-baru ini melaporkan sebuah biofilm retinoin terbaru yang mengizinkan pemberian topikal secara terus menerus ke dalam rongga mulut.
Para peneliti melanjutkan untuk mencari bahan-bahan kemoterapetik dengan profil efek samping yang lebih dapat diterima. Satu dari bahan ini adalah penghambat Bowman-Birk, sebuah protein yang diperoleh dari kedelai yang telah menunjukkan aktivitas klinis dalam melawan leukoplakia tanpa adanya efek samping seperti dari retinoid. Obat-obatan anti inflamasi nonstreoid juga telah sedang diselidiki sejak aktivitas kemoprevensinya ditemukan dalam beberapa penghambatan siklooksigenase-2 (COX-2). Pengaruh COX-2 pada beberapa tingkatan perkembangan membahayakan, seperti apoptosis, angiogenesis, penyebaran, dan penjagaan imun. Gambaran COX-2 telah tercatat dalam resiko tinggi lesi sebelum membahayakan. Sebagai tambahan terhadap peran potensialnya dalam kemoprevensi, penghambat COX-2 menjanjikan dalam pengobatan serangan sel karsinoma squamosa. Walaupun kemoprevensi menawarkan harapan bagi pasien dengan resiko tinggi adanya perkembangan kanker utama kedua dan pengobatan pasien dengan lesi beresiko tinggi (lihat pembahasan lesi sebelum membahayakan, di atas), penggunaannya saat ini terbatas pada percobaan klinis dan pada penggunann diluar etiket. Kerja selanjutnya dibutuhkan untuk membuat sebuah aturan yang aman dan efektif mengenai kemoprevensi.
Memberikan kemampuan aksebilitasnya terhadap pemeriksaan klinis, leukoplakia telah digunakan untuk memonitor tingkat respon terhadap beberapa bahan-bahan tertentu yang bersifat kemoprevensi dalam percobaan klinik. Dari bahan-bahan yang dievaluasi seperti retinoid, beta karoten, dan derivat vitamin E, retinoid menunjukkan efisiensi yang paling besar terhadap pembersihan leukoplakia. Bagaimanapun, adalah penting untuk dicatat bahwa kembalinya lesi-lesi ini belum ditunjukkan untuk mengurangi resiko perkembangan kanker, dan lesi segera kembali setelah penghentian pengobatan. Asam 13 cis-retinoid , yang lebih umum digunakan untuk mengobati jerawat, telah dipelajari secara ekstensif baik pada pengobatan lesi sebelum membahayakan dan dalam prosese pencegahan dari kanker utama kedua. Dia beraksi melalui peningkatan pengaturan reseptor asam retinoid yang berbeda, RAR-β, yang menurunkan pengaturan yang berhubungan dengan perkembangan kanker kepala dan leher. Hasil-hasil dari percobaan ini telah bercampur.
Walaupun efektif dalam menghilangkan leukoplakia, efek-efek sampingnya membatasi penggunaannya, dan lesi-lesi kembali setelah penggunaan obat tidak dilanjutkan. Tumor utama kedua terjadi dalam 4 hingga 7% dari pasien yang diobati kanker squamosa kepala dan leher dan menjadi perhatian utama yang berhubungan dengan penyebab kematian pada tahap awal kanker. Pencegahan tumor-tumor ini karenanya merupakan hal yang penting. Penelitian terhadap asam 13-cis retinoid telah menunjukkan penurunan kejadian kanker utama kedua tapi tidak berefek pada proses penyembuhan kembali penyakit utama. Ini menjadi landasan bahwa retinoid mencegah perkembangan kanker tapi tidak akan mengobati secara penuh transformasi sel-sel kanker. Disamping itu juga, kelangsungan hidup secara menyeluruh tidak dipengaruhi. Dosis yang dibutuhkan dari retinoid memiliki efek samping, termasuk di dalamnya toksisits mukokutan (pengelupasan kulit dan cheilitis) dan tingginya pengujian-pengujian fungsi hati. Perkembangan dari retinoid generasi kedua boleh jadi melemahkan efek samping ini. Satu penelitian menunjukkan beberapa kejadian yang mengkhawatirkan dari kanker paru-paru utama pada pasien yang diobati dengan beta karoten. Sebagai tambahan, Wang dan rekannya baru-baru ini melaporkan sebuah biofilm retinoin terbaru yang mengizinkan pemberian topikal secara terus menerus ke dalam rongga mulut.
Para peneliti melanjutkan untuk mencari bahan-bahan kemoterapetik dengan profil efek samping yang lebih dapat diterima. Satu dari bahan ini adalah penghambat Bowman-Birk, sebuah protein yang diperoleh dari kedelai yang telah menunjukkan aktivitas klinis dalam melawan leukoplakia tanpa adanya efek samping seperti dari retinoid. Obat-obatan anti inflamasi nonstreoid juga telah sedang diselidiki sejak aktivitas kemoprevensinya ditemukan dalam beberapa penghambatan siklooksigenase-2 (COX-2). Pengaruh COX-2 pada beberapa tingkatan perkembangan membahayakan, seperti apoptosis, angiogenesis, penyebaran, dan penjagaan imun. Gambaran COX-2 telah tercatat dalam resiko tinggi lesi sebelum membahayakan. Sebagai tambahan terhadap peran potensialnya dalam kemoprevensi, penghambat COX-2 menjanjikan dalam pengobatan serangan sel karsinoma squamosa. Walaupun kemoprevensi menawarkan harapan bagi pasien dengan resiko tinggi adanya perkembangan kanker utama kedua dan pengobatan pasien dengan lesi beresiko tinggi (lihat pembahasan lesi sebelum membahayakan, di atas), penggunaannya saat ini terbatas pada percobaan klinis dan pada penggunann diluar etiket. Kerja selanjutnya dibutuhkan untuk membuat sebuah aturan yang aman dan efektif mengenai kemoprevensi.