Sabtu, 23 Juni 2007
Men's Brain vs Women's Brain
s
Otak Wanita :
Didominasi kebutuhan untuk komitmen, adanya keahlian dalam komunikasi, berakibat borosnya pulsa untuk telefon, sms, atopun untuk YM dan sejenisnya. kegemaran berat pada baju dan sepatu. makanan favorit coklat. punya lie detector, keahlian mendengarkan OK
tambahan sendiri : semakin wanita suka pedes berarti semakin dia judes... he he he becanda
Otak Pria
Didominasi oleh pikiran-pikiran tentang SEX, kebutuhan untuk dominan, terlihat dari kegemarannya pegang remote control --> gambaran kebutuhan untuk mengendalikan, suka bertindak sembrono, terbukti yang gemar mabok, main judi dan main perempuan...
Gambar di dapat dari bukunya Hermawan Kartajaya judulnya Mom marketing dan Marketing pada Metrosexual
(judul pastinya mohon lihat di toko buku Gramedia...maklum postingnya spontanitas...jadi seingatnya)
Dokter Juga Manusia
Mempunyai kehidupan pribadi dan keluarga yang harus dijaga privasinya. Namun ada yang mengganjal dalam hati saya, selama saya praktek walaupun masih tujuh tahun, sudah lebih dari sepuluh kali saya menerima “curhat” dari pasien yang sedang mengalami broken home.
Mulai dari suami atau istrinya selingkuh, jarang pulang rumah, suami berjudi, anak-anak mulai ada yang menjadi peminum dan sebagainya dan sebagainya.
Dokter yang perceraiannya baru diurus oleh teman pengacara tadi adalah senior jauh di atas saya. Mestinya sudah jauh lebih banyak pasangan-pasangan dari pasien-pasiennya yang berkonsultasi mengenai masalah keluarga yang dialami.
Ternyata dia sendiri mengalami masalah yang sama dengan yang dialami oleh pasien-pasiennya.
Lalu kepada siapakah dokter-dokter berkonsultasi ketika dia mempunyai masalah pribadi?
Kepada siapakah dokter-dokter berkonsultasi ketika dia mempunyai masalah kecanduan obat? Kepada siapakah dokter-dokter berkonsultasi ketika dia mempunyai masalah dengan keluarga? Sementara orang-orang di sekitar sudah menganggap dokter berada di posisi atas, sehingga layak sebagai tempat konsultasi. Inilah ironisnya, ketika dokter mempunyai masalah pribadi atau masalah keluarga yang sangat privat, dokter kesulitan menemukan orang, tempat, serta ruang untuk menumpahkan dan mencoba mengurai segala permasalahan yang ada. Bahkan ada dokter senior yang meninggal bunuh diri karena menghadapi masalah keluarga yang sangat pelik, sementara dia sendiri diposisikan oleh lingkungannya sebagai orang yang matang secara pribadi, mental, psiko religiusnya…..
Dalam taraf tertentu, dokter dipersepsi sebagai “sosok heroik” yang serba bisa, serba ada waktu untuk menolong, “sosok malaikat” yang selalu longgar hatinya, yang selalu memberikan yang terbaik ketika diminta memberikan pertolongan dan sebagainya dan sebagainya. Padahal hati kita emosi dan moodnya naik turun, iman juga naik turun, kelonggaran dan kelapangan hati juga naik turun. Pernah be-te, bad mood, sedang sempit, habis dirundung banyak masalah……..tuntutan di luar
Karena itu seperti lagunya grup band Serieus, ingin kuteriakkaaaaaaaaaan …………… “rocker [DOKTER] juga manusia…… punya rasa….punya hati..!!!
Don’t take care it… sekedar ungkapan hati….
Senin, 18 Juni 2007
Seratus persen kosong
Sebut saja namanya Endar. Dia siswi kelas 3 SMA swasta. Kalo sore, dia ikut membantu orang tuanya melayani para mas mas mahasiswa yang konon kabarnya di dunia orang kampung manis-manis. Walopun banyak sekali yang rata-rata bahkan di bawah rata-rata.
KAUM LAKI-LAKI ITU GA
Kembali ke cerita…
Disamping warung PKL pak Bejo ada gudang…ga tahu gudang apa isinya. Yang jelas gudang itu kalo pas jam tayang warung PKL pak Bejo selalu tertutup. Ketika zaman reformasi, gudang itu agar aman dari jarahan masa, sengaja diberi tulisan dari cat minyak berwarna putih kontras dengan warna dasar pintu hijau daun tua besar-besar, bunyinya……100% KOSONG… dengan harapan para penjarah tidak masuk ke gudang itu. Dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan gudang itu aman dari jarahan masa di bulan Mei 1998.
Di suatu sore, seperti biasa…segerombolan pemuda mahasiswa…kelihatannya satu kos. Mereka akrab sekali.
“Met gimana kamu belum punya pasangan…kamu katrowk banget sih” ledek Yanuar kepada temannya yang bernama Slamet.
“Kamu belum tahu..sih, aku datang ke sini dalam proses PDKT” elak Slamet.
“PDKT sama Endar..maksudmu?” tanya Udin.
“Sssst… kamu sudah tahu…kalo Endar itu sudah ada yang punya!” timpal Heri meyakinkan.
“Kalian salah semua….Endar itu belum ada yang punya!” bentak Slamet dengan suara yang masih normal, sehingga tidak terdengar keluar komunitas mereka.
“Lho…kamu tahunya dari mana?” kembali Yanuar meledek.
“Itu…kalian bisa baca
GLODAK!
Baddalaaa tenaan!!!
“Wakakakakakakakakkaakkk” derai tawa meledak bersama-sama seperti semburan pasir yang memburai dari sumber mata air yang sangat deras.
……………………………………………
Mengetahui keadaan sebenarnya adalah sebuah seni atau bisa dikatakan sebuah intuisi. Karena kita terbiasa dididik secara analitis. Sering kali mind set pikiran kita menjadi terpola, bahwa segala sesuatu bisa dianalisis dan kita pasti bisa membuat keputusan-keputusan. Harus ada data-data yang lengkap dan complicated untuk membuat sebuah keputusan yang excellent. Dalam dunia kedokteran, untuk menentukan adanya sepsis (infeksi kuman yang tersebar merata di seluruh pembuluh darah, harus dilakukan kultur, untuk memastikan terjadinya sepsis oleh bakteri tertentu misalnya). Dan metoda kultur ini membutuhkan waktu 24 jam. Sementara pasien dalam keadaan kritis.
Atau adanya appendicitis (radang usus buntu) yang mengalami komplikasi abses juga harus dibantu dengan alat USG. Dan kenyataannya harus menunggu waktu mendapatkan hasil rujukan dokter radiology. Atau di daerah terpencil, USG cuman satu, yang membutuhkan banyak sekali. Sementara kekhawatiran komplikasi berkejaran dengan waktu agar tidak menyebar dan bertambah berat.
Ternyata…..
Ketika saya Co-Ass dulu, seorang dokter ahli bedah digestive yang senior..
“Ini Suf…kamu raba..kamu rasakan ujung jarimu… terasa lunak
Saya pun mengikuti apa yang beliau lakukan.. ujung jari telunjuk…meraba dan sedikit memberikan tekanan pada titik Mc Burney (titik tempat usus buntu berada).
“???” perasaan sama saja tuh, dengan permukaan kulit yang lain.
……………………………….
“Ini Suf kamu rasakan lagi… beda
“???” lagi-lagi aku ga bisa membedakan….
………………………………..
Beliau itu sekolah dokter umum 6 tahun, spesialis bedah 4 tahun dan mengambil sub spesialis bedah digestive 3 tahun. Jadi bisa dikatakan jam terbangnya sangat tinggi. Sehingga intuisinya sudah jalan. Bahkan ujung jari telunjuknya sudah memiliki sensor yang sangat tajam… sebanding dengan kualitas USG. Pola “perlunakan” sudah terdeteksi oleh ujung jarinya sebelum USG terbaca oleh teman sejawatnya yang ahli radiology.
Ketajaman pengenalan pola “perlunakan” beliau sangat membantu teman-teman sejawat yang ahli bedah yang minim alat bantu diagnostic bahkan seringkali sudah rusak dan belum dapat pengganti yang baru terutama di daerah.
Saya hanya bisa berkata LUAR BIASA untuk ketajaman dan “jam terbang” beliau.
Ketajaman menebak yang terbangun oleh “jam terbang” yang sangat jauh berbeda dengan ketajaman asal-asalan punyanya Slamet.Jumat, 15 Juni 2007
Kampanye biologis
Kemarin bapak Kos itu datang ke tempat kos nyariin dia.
“Mas Yudo ada di sini sekarang?” tanyak Bapak Kos.
Karena datangnya siang-siang, jadi banyak dari anak kos yang sudah pergi ke kampus. Aku barusan pulang, coz habis pretes dan aku inhal alias ga lulus, sehingga harus ngikutin praktikum minggu depan khusus untuk para residivis inhaler kayak diriku ini. Dulu ketika pertama kali inhal, waduuh rasanya dunia mau kiamat.. malu.. tapi sekarang inhal lima kali, muka sudah tebal… mungkin karena kebanyakan makan sayur rebung. Sayur rebung? Iya… dia adalah cikal bakal pohon bambu. Lha pohon bambu adalah bahan dasar untuk membuat gêdhég (anyam-anyaman bambu untuk dinding rumah tradisional). Ada ungkapan dalam bahasa Jawa “rai gedheg”, artinya tidak tahu malu.
Jadi karena kebanyakan sayur rebung… membuat keadaan diriku seperti rai gedheg alias ga tahu malu walopun inhal lima kali. Hallah..
Kembali ke cerita..
“Wah…mas Yudo-nya sedang kuliah itu..” jawab saya kepada bapak kos
“Tapi masih tetap tinggal di sini kan?” tanya bapak kos kembali
“Masih kok pak… nuwun sewu.. ada masalah apa tho pak kok nanya masih tinggal di sini?” tanyaku
“Ini… ortunya sudah tiga kali nilfun dari Jakarta… kayaknya sih cross check apa bener Yudo udah bayar kos?... lha terus saya bilang belum, udah nunggak tiga bulan ini… ortunya kaget minta ampun.. mungkin mas Yusuf tahu kira-kira penyebabnya” kata bapak Kos
“Mmhmm ada hubungannya ga ya dengan yang ini… kemarin dia baru cerita kalo habis beli parfum seharga satu juta rupiah… ya saya maklum-maklum aja… dia cerita bapaknya kaya… jadi ya saya menganggap ga ada yang aneh” kata saya
“Parfum satu juta rupiah? Untuk anak kos?” bapak kos tampak terheran-heran..
“Ya pak… wah parfumnya Yudo menurut pengakuannya sangat ampuh… untuk membuat wanita jadi tergila-gila pak” kataku
“Katanya… lagi… walopun Yudo udah berjalan sepuluhan meter… wanita-wanita yang dia lewati… dari kejauhan wajahnya masih menunjukkan kegairahan pak” kataku lagi.
……………………………………………
Parfum untuk menggaet wanita ato lawan jenis… aku lebih senang menyebutnya alat kampanye biologis. Kita juga makhluk biologis juga.. ada daya tarik dengan lawan jenis lantaran aroma tubuh.
Kalo ngeliyat kambing birahi ato dan yang sebangsanya.. mereka asyik mencium-cium bau dari lawan jenisnya.. bahkan ketika si betina kencing pun si jantan mendekati dan menciumi baunya.. dan habis itu menyengir-nyengir hingga giginya kelihatan… trus bilang: hek hek…. hek hek… hek hek….
Manusia sebenarnya mirip-mirip dengan perilaku hewan tadi hanya lebih nyeni… lebih “romantis” dan pakek gaya….
Udah ga usah diterusin….lebih lanjut
Yang penting ada kampanye biologis dulu…
Kalo dokter kampanye biologisnya adalah memberikan sentuhan saat memeriksa, ato teknik menyuntik yang katanya orang-orang..
“Suntik ke dokter Pujo aja.. nyuntiknya ga sakit.. kayak ga disuntik..bener”
“Anak saya kalo sudah disentuh dokter Henry langsung turun panasnya”
“Kalo sudah masuk ruangannya dokter Aryo, ketemu orangnya melihat dia tersenyum saya langsung sembuh… aneh ya”
Mungkin inilah namanya kampanye biologis dokter
Senin, 11 Juni 2007
Sholat Malam Satu Rokaat
Berikut adalah salah satu dari yang saya anggap aneh itu…. Eh dikoreksi… maksudnya terlalu menyederhanakan permasalahan kayaknya yang pas seperti itu…deh
“Saya kalo pas bisa bangun malam dan ada kesempatan sholat malam…. Saya sholat satu rokaat saja…” kata Herman
“Satu rokaat?” tanyaku
“Iya …
“Lalu hubungannya dengan sholat satu rokaat?” tanyaku masih belum paham
“Yaa.. kalo misalnya sholatnya diterima … ya syukur alhamdulillah… lha kalo ga diterima
Ha ha ha ha wakkakkakkkaak badala tenan..
Ini juga termasuk prinsip efektif dan efisien. Tapi kalo menurut hati nurani kayaknya kurang pas gitu… saya menganggap sholat malam.. tidak usah dihitung berapa tingkat kecapekan yang telah kita lakukan… lha wong itu kita yang butuh kok… jadi ga usah itung-itungan gitu.
…………………………………………………….
Dalam kehidupan sehari-hari kita memang banyak sekali dihadapkan dengan banyak keputusan. Dan keputusan itu selalu berimplikasi pada biaya-biaya. Biaya tidak saja materi tetapi juga berkaitan dengan yang non materi…
Kata Grossmann sang pakar ekonomi kesehatan setiap orang berusaha memproduksi kesehatannya sendiri. Untuk itu ia perlu masukan dalam memproduksi kesehatannya. Masukan itu berupa gizi yang berimbang, perumahan yang sehat, keuangan yang mapan, perilaku dan
Dan tujuan akhir memproduksi kesehatan adalah meningkatkan jumlah hari sehat yang dapat ia nikmati agar ia produktif dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan produktif kesehatannya apabila
Perilaku yang tidak sehat seperti merokok, apapun mereknya entah A Mild, Gudang Garam, Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau atau Class Mild, maka dalam jangka panjang akan berakibat menurunnya fungsi paru lebih dini, lebih mudah terkena hipertensi, stroke dan diabetes mellitus. Bila terkena penyakit itu, berarti depresiasi kesehatannya akan semakin dini diperoleh dan drastis. Demikian juga dengan diet yang tidak berimbang serta kurangnya olah raga juga memperbesar kemungkinan penyakit yang sama.
Perilaku lain, seperti kebut-kebutan dan sembrono di jalan raya, akan meningkatkan kemungkinan kecelakaan yang berujung pada kecacatan.
Peminum dalam jangka panjang juga berakibat mempercepat degenerasi otak secara dini atau orang awam mengatakan semakin mudah mengalami pikun.
Pendek kata perilaku atau
Ciri Khas Dokter adalah Tulisannya Jelek?!!
Kakak saya, namanya unik Dian Agami Islam, seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan tulisan di resepnya bagus dan rapi, tanda tangan luar biasa rumit tapi lumayan indah kalo mau tahu tanda tangannya ada tanda "heart"nya, ada panah segala.
Kebanyakan dokter tulisannya memang jelek, mungkin karena
pertama, dasar tulisannya memang jelek.
Kedua, sedang malas untuk nulis baik. Atau mood-nya sedang tidak baik, sehingga berpengaruh dalam
Ketiga, reflek yang terbentuk akibat kuliah yang dijalani. Banyak materi yang disampaikan oleh dosennya, sehingga dituntut menulis cepat. Akibatnya berpengaruh pada kualitas tulisannya.
Keempat, karena tulisan yang dibuat dalam prakteknya jarang dibaca dan numpuk dalam kertas status pasien, akhirnya tidak ada semangat untuk menulis baik.
Kelima, karena yang ditulis banyak sekali, sehari bisa saja seorang dokter menulis di
Bagaimana caranya agar bisa menulis seperti dokter?
Singkatan – lebih cepat menulis dengan “pmx' ketimbang menulis “pemeriksaan”.
Menulis dengan ukuran kecil –menulis dengan ukuran lebih menghemat waktu.
Menulis
Lha yang di bawah ini adalah asli tulisan saya yang juelek... he he he
yang benar tulisan dokter tidak jelek seperti contoh di atas, tetapi harus jelas dan baik terutama resep, biar petugas apotek / apoteker tidak salah baca resep
Kamis, 07 Juni 2007
“Anu”
Ikut andil mendirikan berarti harus ikut pula andil dalam memakmurkannya, termasuk dalam kegiatan bulan suci romadhon. Semua anak kos yang aktif sholat jamaah di masjid mendapat bagian sebagai mubaligh dadakan alias petugas kultum (kepanjangan dari kuliah terserah antum… he he he).
Saya termasuk orang yang ga pernah tampil ke publik apalagi memberikan tausiyah walaupun hanya sekedar
Skenario sudah disiapkan secara matang… membaca-baca buku agama, mengolah, berlatih tapi dalam skenario mental di otak mengenai track-track yang nanti akan dilalui..
Rupanya memikirkan skenario di otak tidak lekas bisa tenang dan konsentrasi ketika sholat… maklum harus sholat Isya’ dulu baru acara yang dinanti-nanti tiba… menjalani track-track yang akan dilalui dan disampaikan dalam lisan.
Biasanya kalo sholat Isya sendiri ato berjamaah berlangsung terlalu cepat…. Kadang-kadang tidak sadar kalo perjalanan sholat Isya sudah memasuki rokaat ke tiga.. tetapi kali ini… rokaat demi rokaat yang dilalui demikian mendebarkan… pikiran terkonsentrasi pada denyut jantung yang makin lama makin cepat dan terasa sekali denyutannya… ato orang biasa menyimpulkan saya ini sedang deg-degan menunggu akan tiba waktu itu.
Dan……akhirnya tiba harus mulai mengatakan di depan publik ..
“Anu”….
“ha ha aa ha wakakakakak” gemuruh suara anak-anak..dan sebagian teman kos tertunduk malu.. tapi sebagian kelihatan senyum-senyum.. tapi risau.. menunggu kelancaranku bisa ngomong..
“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh” kataku…akhirnya keluar juga kata-kata yang tertib.
….dst………….. walopun satu dua kali masih terselip kata…
“Anu”
Waktu
Sekarang sudah lebih dari sepuluh tahun setelah peristiwa itu… walaupun masih sering muncul rasa berdebar-debar ketika akan mengisi kajian ato ceramah… tetapi jauh lebih lancar dari peristiwa yang menegangkan dan memalukan itu…
………………………………….
Dalam buku Emotional Intelligence karya Daniel Goleman, mengunkapkan sebuah data.. bahwa pemain-pemain olah raga yang prestasinya sampai tingkat dunia… mereka sudah berlatih secara serius olah raga yang mereka geluti sejak umur enam tahun.. tetapi mereka yang unggul hanya sebatas tingkat nasional berlatih serius olah raga yang mereka geluti sejak usia lebih lanjut biasanya kelas enam SD dan seterusnya apalagi kalo cuman juara RT… baru berlatih seminggu yang lalu… he he he
David Beckham mengenal latihan intensif bola sejak umur enam tahun, demikian juga dengan juara dunia catur, dan juara-juara dunia lainnya. Bahkan Imam Syafii, ahli Fiqh yang fatwa fiqhnya dipake oleh mayoritas muslim
……………………………
Berceramah, mengemudi, dokter bisa mendiagnosis, dokter bisa melakukan tindakan operasi canggih dengan terampil adalah salah satu bentuk refleks yang terbentuk dengan latihan.. semakin tinggi “jam terbang” latihannya maka semakin terampil refleks itu terbentuk…
Contoh yang paling nyata mengenai hal ini dan banyak dijumpai dalam sehari-hari adalah mengemudikan / menyopir mobil… pekerjaannya demikian kompleks… melihat, merespons dengan menginjak pedal rem, pedal gas dan pedal kopling… bila manual harus mengubah status persnelling secara akurat.. semuanya berlangsung dalam hitungan detik… bahkan kita bisa mengemudikan mobil sambil kita memikirkan bagaimana skenario pelunasan utang-utang. Inilah contoh refleks komplek yang dipelajari..
Dokter bedah yang mengoperasi pasiennya…dengan efisien sudah menjadi refleks tanpa berpikir lagi karena dia sekolah di kedokteran enam tahun, kemudian sekolah lagi bedah 7 semester, dan kalo mendalami lebih lanjut, seperti ahli bedah tulang ato ortopedi menambah keahlian yang sangat spesifik seperti mendalami tulang belakang atau ahli lutut dengan sekolah lagi selama tiga tahun….. total dari SMA untuk mendapatkan keahlian seperti itu membutuhkan waktu lebih dari dua belas tahun…
Sama seperti David Beckham, Casparov, Rudi Hartono, Icuk Sugiarto… butuh waktu dua belasan tahun lebih untuk mencapai kompetensi seorang juara dunia.
Jadi kesimpulannya :
Kalo anda ingin menjadi orang yang sangat ahli dalam suatu bidang, baik ilmuwan, olah ragawan, usahawan dan bahkan penipu ulung yang sangat lihai… bersabarlah dan siapkan mental tahan banting Anda untuk menempa keahlian itu minimal DUA BELAS TAHUN… !!!
Minggu, 03 Juni 2007
“SERIBU KALI LIMA BELAS = LIMA BELAS RIBU”
“wuuutss” tangannya menyabet lalat dan kena… kemudian memasukkan lalat itu ke dalam kantung plastik. Satu… dua….tiga……
“Satu… dua ….tiga….empat…..
Tingkahnya yang aneh menangkapi lalat itu jadi perhatian banyak orang, tidak saja pelanggan warung, tetapi juga orang-orang pasar yang lalu lalang.
“seribu dikalikan
Semua orang yang berada di situ, sudah tahu siapa pak Hendro, orang barusan disebut Tobil. Pak Hendro adalah pengusaha yang dekat dengan banyak orang kecil.
……………………………………..
Setelah peristiwa itu…pak Hendro kebanjiran orang yang berkepentingan untuk menukarkan lalat yang bisa ditukar uang @ lalat = Rp. 1.0000,-. Pak Hendro jelas tidak terima dengan perlakuan ini.
“Saya ga pernah menerima orang jualan lalat @ Rp. 1.000,-. Siapa bilang saya menerima pembelian lalat @ Rp. 1.000,-.?” Tanya pak Hendro dengan nada berang.
“T o b i l” kata orang-orang yang sudah terlanjur membawa berbungkus-bungkus lalat.
“Sialan”
…………………………………………
Kali ini, orang ramai-ramai mendatangi rumah pak Hendro, dengan pakaian resmi, lengkap.
Akan tetapi……
Rumah pak Hendro tidak ada apa-apa. Maksudnya, tidak ada gelagat yang menunjukkan bahwa diri dan keluarganya mempunyai hajat besar. Maksudnya lagi… mempunyai hajat sesuai dengan undangan yang telah beredar di kalangan hadirin. Yaitu pak Hendro sedang punya hajat menikahkan putrinya.
Semua yang datang kecewa, heran dan tidak tahu marah dengan siapa. Mengapa mereka semua berada di
Ternyata semuanya berhubungan dengan si Tobil. Baddallaa..
“Sialan… Tobil”
………………………………………………………
Mencoreng muka itu jauh lebih mudah dari pada membangun nama baik. Pepatah mengatakan air susu satu belanga atau satu bak bisa rusak hanya oleh nila setitik. Sebaliknya membangun nama baik butuh proses yang lama. Kalo kita melihat bagaimana prosesnya nabi Muhammad SAW diberikan gelar oleh kaumnya, ternyata memakan waktu puluhan tahun, jauh sebelum beliau ini diangkat rasul oleh Allah SWT.
Dalam dunia bisnis pun juga demikian. Perusahaan Toyota bisa memiliki nama besar setelah sampai pada generasi kedua. Perusahaan-perusahaan besar lain, seperti Unilever, Honda, General Electric dan juga Astra International, juga membutuhkan waktu puluhan tahun. Nama baik terbangun dalam hitungan decade. Bukan hasil sulap menyulap semalam langsung jadi, tetapi, diisi perjuangan untuk menghasilkan konsistensi mutu dan hasil kerja yang baik secara keras, begitu dan begitu serta terus dan terus menerus, dalam hitungan dekade baru orang memberikan pengakuan nama baik.
Pakar pemasaran Al-Ries mengatakan brand (nama baik) is not build in one night but it build in decade.
Jadi bagaimana si Tobil bisa membangun nama baik suatu ketika dia sadar, sementara orang makin lama makin tersadarkan dia sebagai orang yang suka ngerjain ato suka membangun nama buruk buat dirinya sendiri.
NAMA BAIK ITU HARUS DIBANGUN
Sabtu, 02 Juni 2007
Awas! ada éék anjing!!!
Jarak antara kos dan kampus lumayan jauh.. sekitar satu kilo meter…
Tempat kos saya tempo dulu sangat heboh..
Batas kanan rumah penduduk, tetapi depannya ada kandang babi.
Batas kiri jalan.. tetapi rumah seberang.. adalah pengerajin tahu..
Bagian belakang sebenarnya masjid.. tetapi kanan dan kirinya selang-seling antara pengerajin tahu dan peternak babi..
Bagian depan.. yang ini bebas bau… karena jalan dan seberang jalan adalah warung makan..
Dengan kondisi seperti itu dapat menentukan kira-kira dari mana angin itu berhembus.. kalo dari depan pas masakan udah matang jelas baunya masakan. Tetapi kalo dari samping kiri pas ampas tahu keluar dari rumah… bau ampas tahu yang mendominasi.. kalo dari arah kanan…dipastikan aroma kotoran babi yang keluar… kalo dari belakang.. ga jelas babi atau ampas tahu…
Selain itu banyak juga anjing yang berkeliaran di jalan. Karena anjing tidak dikaruniai teknik membuang kotoran yang sopan. Maka, dia dengan enaknya, seperti seorang seniman jalanan yang mencorat-coretkan karya… ndemblog-ndemblog.. tak beraturan di jalan.
Jadi jalanan di sekitar kos kami itu… wow seperti kanvas lukisan bunga jalan dengan dua seniman alam utama yang mengukirkan karyanya: anjing dan ayam.
……………………………………
Si fobia ini kalo berjalan.. sangat focus pada hasil mahakarya dua seniman jalanan tadi eeknya ayam dan eeknya anjing. Tetapi yang bikin dia lebih fobia adalah sama eeknya anjing.
…………………………….
“Kapan pulang ke Pangkal Pinang Kah? Tanyaku
“Ya nanti pas liburan semester” Jawab Barkah
“Nanti dioleh-olehin krupuk tengiri ya Kah” kata Thomas
“Ya don’t worry” jawab Barkah mantap
“Kita nanti jam pertama, kuliah Anatomi tiga
“Iya.. memang kamu belum siap tho Guh?” tanya Budi
“Ho oh..” jawab Teguh
Tiba-tiba..
“AWAS! BERHENTI!!!” teriak si Fobia kotoran…sambil tangannya telentang menghentikan langkah kami semua.
Kami semua langsung mengikuti apa yang jadi komandonya…
“
“
“Ooallaaah… glodak”
……………………………….
Fobia apa pun yang jadi obyek fobianya, bagi si penderita fobia sangat menakutkan. Bahkan ketika hanya diperdengarkan kata saja… rasa takut itu sudah muncul.
Termasuk istri saya.. fobia sama kecoak…
Waduh.. ini juga bikin pyusiiing…
Jadi ketika menyusui anak.. kalo muncul hewan yang bikin ketakutan setengah mati setengah hidup istri saya itu… saya mengambil langkah tutup mulut… sambil.. diam-diam tangan ini menggerayangi dan menerkam si kecoak itu…
Biar anak tetap santai menyusu…tanpa terganggu ketakutan ibunya akan kecoak..
Saya malah punya pasien takut setengah mati dengan nasi…
Waduh yang ini bikin pyusing panitia outbond ato OSPEK dan semacamnya… harus mencarikan roti .. untuk peserta special ini.
Pelan tapi pasti fobia juga bisa diatasi.. ada dua aliran.. pertama memborbardir dengan obyek fobia hingga penderita pingsan ato terkencing-kencing…sampai penderita nyaman dengan obyek fobianya tersebut… berarti kalo fobia kecoa.. diperlakukan seperti peserta fear factor tidur dengan seribu kecoa…. wakkakakakakk
Jenis yang kedua, pelan-pelan… dikenalkan dulu dengan satu sayap kecoak ato potongan kaki kecoak… hingga lama-kelamaan kecoak utuh…. Lalu ribuan kecoak…
Jadi yang kedua ini dijamin tidak bikin pasien fobia pingsan ato terkencing-kencing…..
Selamat mencoba.
Apanya?
Taauuuu!!!!
Bisnis kesehatan : Tarik menarik Antara Pasar dan Masjid
ditulis oleh : Yusuf Alam Romadhon#
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Health & Hospital bulan April 2007
Sebaik-baik tempat = masjid, seburuk-buruk tempat = pasar
Dalam sebuah bukunya “Budaya dan Masyarakat”, ada satu bab dengan tema Masjid atau Pasar: Akar Ketegangan Budaya di Masa Pembangunan, Alm. Kuntowijoyo, menyitir sebuah hadits “Sebaik-baik tempat ialah masjid-masjid dan sejelek-jelek tempat ialah pasar-pasar. Selanjutnya beliau mencoba menanyakan mengapa pasar disebut sejelek-jelek tempat, padahal di hadits yang lain memuji jual beli yang jujur dan baik. Sebaik-baik penghasilan adalah dari hasil jerih payah sendiri. Pertanyaan mengerucut pada “Jika perdagangan dan industri merupakan pekerjaan yang dimuliakan, dalam kedudukan apa “pasar” itu menjadi “tempat yang sejelek-jeleknya”? Kemudian beliau mencoba menafsirkan bahwa Masjid adalah simbol dari agama sedangkan pasar adalah simbol dari kepentingan ekonomi. Dan dalam perkembangan peradaban manusia, dua-duanya ternyata mempunyai peran penggerak peradaban.1
Perkembangan terkini telah ditunjukkan kepada kita betapa kuatnya pengaruh pasar pada penyelenggaraan layanan kesehatan. Hal ini terlihat dari berubahnya badan hukum rumah sakit yang semula sebagai yayasan non profit menjadi perseroan terbatas. Di sini terdapat perbedaan orientasi yang mendasar antara dinamika organisasi rumah sakit yang digerakkan oleh pasar modal dan organisasi rumah sakit yang digerakkan oleh misi sosial atau misi masjid yang lebih bersifat sosio-religio-spiritual. Pada organisasi rumah sakit yang digerakkan oleh pasar modal seperti pada RS perseroan, apabila rumah sakit tersebut menghasilkan profit yang menggiurkan, maka para penanam modal berlomba-lomba masuk memperebutkan kepemilikan saham yang ada. Akibatnya nilai saham rumah sakit tersebut meningkat. Sebaliknya apabila bisnis rumah sakit tersebut tidak menguntungkan akan berakibat tidak adanya investor yang berminat dan berdampak pada turunnya nilai saham rumah sakit tersebut di bursa saham. Memang pendapat ini terlalu menyederhanakan permasalahan. Tetapi pada kenyataannya tekanan yang berasal dari pasar modal terasa jauh lebih kuat ketimbang tekanan yang membuat rumah sakit tersebut bergerak pada misi yang jauh dari orientasi mendapatkan profit.
Yang paling mencolok dalam industri kesehatan adalah industri farmasi. Terasa sekali pengaruh pasar modal yang demikian dominan dalam industri ini. Penemuan obat tertentu, seperti pada kasus Merck atau Pfizer dengan Viagranya. Begitu FDA menyetujui obat Viagra masuk pasar, segera harga saham Pfizer meroket. Tekanan pasar yang kuat ini, di satu sisi, ternyata membawa angin semangat pada ilmuwan untuk berlomba-lomba melakukan inovasi, menemukan obat-obatan baru yang bisa diserap oleh pasar. Harapannya akan mendapatkan penghargaan royalti dari penjualan obat hasil penemuannya tersebut. Jumlah yang dihasilkan adalah cukup untuk membuat sang Ilmuwan yang berhasil itu kepada status yang bisa disebut sebagai papan atas dalam piramida ekonomi penduduk. Kelebihan dari dinamika aktivitas layanan kesehatan yang digerakkan pasar adalah motivasi besar untuk inovasi-inovasi baru baik oleh ilmuwan maupun organisasi yang bergelut dalam bisnis layanan kesehatan tersebut untuk menghasilkan produk-produk baru yang lebih baik dan berkualitas. Akibatnya ilmuwan menjadi produktif, apalagi pabrikan farmasi lebih produktif lagi, karena merekalah yang mendanai ilmuwan dan juga pihak yang terbesar dalam menikmati keuntungan dari investasi yang ditanamkan.
Namun orientasi besar pada profit yang digerakkan oleh pasar, tidak selamanya berbuah manis. Negara-negara berkembang yang warganya tidak mampu, tentu tidak dapat menikmati produk-produk inovasi kefarmasian yang mutakhir, canggih dan berdaya sembuh jauh lebih tinggi ketimbang produk-produk kefarmasian biasa (umumnya sudah digenerikkan) yang murah dan efeknya sering kali kurang memuaskan. Tetapi produk-produk yang inovasi karena terlindungi hak paten yang biasanya berumur 10 tahun, tidak bisa digenerikkan, berakibat tidak dapat diakses oleh orang kebanyakan. Obat-obatan untuk membunuh virus HIV, hepatitis B, adalah termasuk dalam kategori obat yang terlindungi oleh hak paten. Sudah menjadi rahasia umum, dan umumnya diketahui dari laporan tahunan keuangan perusahaan, bahwa perusahaan-perusahaan yang digerakkan oleh pasar ini, mengeruk keuntungan yang luar biasa besarnya.
Yang lebih tidak mengenakkan adalah para dokter pun dilibatkan dalam usaha pabrikan farmasi ini untuk membantu mereka melunakkan tekanan pasar. Di satu sisi, aktivitas pengembangan ilmu kedokteran memang membutuhkan pendanaan yang besar seperti pertemuan ilmiah tahunan, betapa besar dana yang dikeluarkan perusahaan farmasi dalam mensponsori acara-acara semacam itu. Biaya untuk jasa pembicara, biaya transport naik pesawat, biaya untuk penginapan hotel seringkali pos-pos biaya itu ditanggung oleh pihak sponsor, siapa lagi kalau bukan perusahaan farmasi atau alat-alat kesehatan. Biaya lain yang kasat mata, membuat souvenir-souvenir dari yang murahan hingga mahal dengan istilah “gimmick” untuk merebut hati para dokter agar mau meresepkan obat yang diproduksi perusahaan farmasi tertentu juga merupakan biaya yang tidak kecil. Termasuk pula biaya menggaji detailman, supervisor, manajer serta para eksekutif-eksekutif perusahaan farmasi beserta bonus-bonus yang mereka terima. Bahkan untuk dokternya sendiri pun tidak ketinggalan sebagaimana terlihat dalam kutipan Laksono Trisnantoro dalam buku Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit berikut.
Seorang psikiater dari RRC yang menghadiri kongres American Psychiatrists Association di Philadelphia pada tahun 2002 mengakui bahwa biaya perjalanannya dibiayai oleh perusahaan farmasi.2
Semuanya adalah unsur biaya yang harus ditanggung oleh siapa lagi kalau bukan pasien yang menggunakan obat produk perusahaan farmasi tersebut. Kalau biaya ditanggung perusahaan asuransi, pasien tidak begitu terasa, karena yang menanggung adalah perusahaan. Walaupun sebenarnya uang yang dikeluarkan perusahaan asuransi adalah uangnya sendiri yang mereka keluarkan lewat membayar premi bulanan atau tahunan. Inipun ada kemungkinan naiknya premi yang harus dibayar, bila total biaya perawatan kesehatan makin naik. Tetapi kalau biaya yang ditanggung oleh pasien sendiri seluruhnya pada sistem fee for service, tentu sangat memberatkan bukan.
Semangat masjid dalam bisnis kesehatan
Sebagaimana uraian di atas, bahwa masjid adalah simbol agama dan spiritualitas. Perannya sebagai pembangkit nilai-nilai fitriyah atau spiritualitas seperti membangkitkan komitmen manusia kepada Sang Pencipta, senang pada kejujuran, kesetiaan, menolong yang lemah, dimana nilai-nilai ini diakui oleh siapa saja sekalipun dia ateis, sehingga disebut nilai universal. Masjid juga berperan sebagai pembatas gerak nafsu-nafsu hewaniyah manusia, seperti keserakahan, menindas orang lain dan menghalalkan segala cara agar tujuan tercapai. Dalam bisnis layanan kesehatan semangat masjid yang menjadi pendorong utama dinamika aktivitasnya akan membawa kedamaian dan keadilan serta demokratisasi layanan sehingga bisa dinikmati seluas-luasnya umat manusia, atau dalam bahasa agamanya “rahmatan lil alamin”. Berikut beberapa contoh layanan kesehatan yang digerakkan oleh misi masjid.
Aravind Eye Centre
Di tetangga negara kita yang agak jauh yaitu India, di sana telah berkembang layanan kesehatan yang tidak digerakkan oleh pasar. Melainkan oleh misi yang jauh dari materi. Seperti pada kasus Aravind Eye Center, misinya adalah membebaskan sebanyak mungkin kebutaan yang bisa dihindari. Dengan misi sosialnya, maka sebagian besar pasien yang dilayani (65%) gratis hanya sebagian kecil (35%) membayar dengan kualitas pelayanan yang sama baiknya. Seorang dokter di sana dengan sistem yang sangat efisien mampu melakukan 50 operasi pembedahan mata sehari, bahkan divisi farmasi dan lensanya mampu menghasilkan obat berkualitas dan lensa berkualitas dengan harga jauh lebih murah. Produk-produk mereka telah merambah Eropa dan Amerika. Mereka memiliki 1500 klinik dengan kondisi sanitasi yang jauh lebih baik dari klinik pada umumnya di India. Yang menarik lagi kampanye pemasarannya sangat khusus pada penjaringan pasien-pasien tidak mampu yang tinggal di kawasan miskin. Masalah kualitas pembedahan terutama dilihat dari efek samping, komplikasi yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan rumah sakit ternama di Inggris. 3
Beberapa rahasia yang membuat mereka bisa berkarya sedemikian hebat, bukan digerakkan oleh naiknya harga saham ataupun royalti besar, karena bukan organisasi profit tetapi lebih karena hal-hal yang bersifat non materi.
Rahasia komitmen dokter; gaji yang diterima dokter adalah rata-rata kebanyakan bahkan sedikit di bawah rata-rata. Namun mereka mendapatkan pengalaman berharga selama bekerja di Aravind, mulai pendidikan yang bekerja sama dengan universitas ternama, kasus-kasus langka yang sering dijumpai, riset kolaboratif yang memuaskan, serta budaya yang sangat tinggi berkomitmen pada usaha mewujudkan penglihatan yang baik. Budaya lain yang dibangun adalah budaya yang didasarkan pada layanan. Semua dokter berbicara dengan lembut kepada pasien dan perawat. Di Aravind tidak ada teriakan. Jika seorang dokter berperilaku secara tidak baik, berita akan segera menyebar ke segenap penjuru rumah sakit, dan dokter tersebut akan mendapatkan masalah. Rasa saling menghargai adalah nilai inti dari budaya Aravind. Satu lagi yang ditawarkan Aravind kepada dokter-dokter adalah nama baik, serta status berdasarkan integritas yang kuat mengakar di masyarakat.
Rahasia komitmen perawat dan staf lain; Asisten ophthalmik yang direkrut dari gadis-gadis keluarga besar, keluarga petani dan berperilaku baik, dalam empat bulan pertama dilatih ilmu-ilmu dasar dan detail tentang anantomi dan psikologi manusia. Akhir empat bulan pertama, para pelatih memilih asisten ophthalmik untuk tugas-tugas yang berbeda, seperti departemen rawat jalan, ruang operasi, konseling dan sebagainya. Delapan bulan berikutnya menerima pelatihan khusus untuk departemen di mana mereka ditempatkan. Enam bulan berikutnya dihabiskan dalam aktivitas magang dengan perawat pelatih yang bekerja di departemen yang sama. Terdapat pelatihan satu banding satu pada setiap tahap. Selama enam bulan terakhir mereka bekerja mandiri dengan sejumlah bimbingan dari perawat dan dokter senior. Mereka juga diajari sejumlah terminologi medis dasar dalam bahasa Inggris dan dilatih bahasa Inggris percakapan dasar. Selama tiga tahun masa bakti mereka sebagai karyawan permanen, para asisten ophthalmolog juga diberikan pelatihan memasak, merawat rumah, menjahit dan sebagainya, untuk mempersiapkan mereka agar menjadi istri yang baik di masa mendatang.
Para perawat didorong untuk bersikap baik kepada pasien pada setiap saat dan mendekati mereka dengan rasa terima kasih karena memberi mereka kesempatan untuk melayani. Para perawat tersebut diminta menyimpan sebagian gaji mereka di rekening bank atas nama mereka, sehingga memiliki tabungan yang cukup untuk pernikahan. Dr. Natchiar, kepala pelatihan paramedis Aravind menuturkan, “Lebih dari gaji, manfaat itu adalah pengakuan yang mereka dapatkan dalam masyarakat. Mereka mendapatkan penghormatan besar. Kemudian mereka juga mendapatkan pelatihan dan pengalaman yang sangat bagus di sini. Peluang pergi ke luar negeri, bahkan untuk periode singkat, juga dipandang sebagai faktor positif.” Seorang perawat senior memaparkan, “Saya bekerja lebih banyak ketimbang para perawat di rumah sakit pemerintah; saya dibayar lebih kecil atau sama dengan mereka, namun saya mendapatkan penghormatan jauh lebih besar dalam masyarakat. Ketika saya naik bus, seseorang mengenali bahwa saya bekerja di AEH (Aravind Eye Hospital) dan menawari saya tempat duduk dan bersikap ramah kepada saya. Saya sangat bahagia dengan hal itu.” Dr. Usha menuturkan, “Para asisten ophthalmik merupakan inti keberhasilan kami. Mereka menambahkan begitu banyak kepada Aravind Eye System.” Dr V (sebutan untuk dokter Venkataswamy, sang pendiri Aravind) mengatakan, “Para perawat senior menghargai efisiensi atmosfer kedamaian dan ketenteraman dan memberikan contoh kepada para staf yunior.”
Jaipur Foot
Masih dari negeri India, Jaipur Foot, organisasi nirlaba yang bekerja secara profesional. Walaupun sebagian besar pelanggannya adalah orang miskin dan gratis tetapi sama sekali tidak mengurangi profesionalitasnya. Mereka mengembangkan kaki palsu dengan kualitas yang dibutuhkan oleh orang-orang miskin pedesaan yang bisa digunakan untuk ke sawah, bersila dengan harga 1/300 jauh lebih murah ketimbang kaki palsu buatan Amerika. Usaha mereka tidak saja memproduksi kaki palsu, tetapi juga menyediakan layanan dua hari menginap secara gratis untuk orang-orang miskin, mulai dari mengukur dan memilih bahan yang sesuai dengan jenis, struktur dan tekstur kaki hingga kaki palsu tersebut siap dipakai untuk dibawa pulang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, mereka terus-menerus mengembangkan proposisi penawaran yang jauh lebih baik. Mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada, seperti yang menonjol berat kaki palsu yang 850 gram, terlalu berat untuk kaki palsu, terlebih bila dibandingkan dengan pesaing-pesaing dekatnya. Ke depan mereka juga terus menerus mencari jalan peningkatan efisiensi biaya dan menurunkan waktu produksi. Salah satu usaha yang profesional adalah bekerja sama dengan badan antariksa India, dengan harapan dapat merancang kaki palsu yang lebih ringan [350 gram], mendapatkan waktu pembuatan yang lebih pendek, dan biaya pembuatan yang lebih murah serta umur kaki palsu yang lebih lama. Sehingga pengorbanan yang diberikan pelanggan [yang kebanyakan orang miskin] semakin sedikit, tetapi nilai yang ditawarkan kepadanya semakin meningkat.
Demikianlah beberapa contoh nyata, ternyata tanpa harus digerakkan oleh pasar sebuah bisnis layanan kesehatan dapat menunjukkan kinerjanya yang profesional, menghasilkan inovasi dan yang lebih penting membuat hubungan dokter dan pasien semakin mesra.
Daftar Rujukan
1. Kuntowijoyo, 1987, Budaya dan Masyarakat, Penerbit PT Tiara Wacana Yogya, Jogjakarta
2. Laksono Trisnantoro, 2005, Aspek Strategis dalam Manajemen Rumah Sakit, Penerbit Andi Yogyakarta, 2005 hal 25
3. C.K. Prahalad, 2004; The Fortune at The Bottom of the Pyramid : Eradicating Poverty through Profits; edisi Indonesia; The Bottom of the Pyramid; Mengentaskan Kemiskinan sekaligus Memperoleh Laba, penerjemah; Ahmad Fauzi, SS, 2004, PT INDEKS Kelompok GRAMEDIA