Rabu, 06 Oktober 2010

Islam Tidak Mengajarkan Demonstrasi Tidak Pula Membolehkannya


Islam itu ajaran yang penuh dengan kelembutan, kasih sayang, santun dan saling menghormati. Saya merasa prihatin dengan kejadian-kejadian demonstrasi di negeri yang kita cintai ini, yang menurut saya tidak pernah saya temukan dalam diri Nabi Muhammad saw. sebagai Uswatun Hasanah (Suri Tauladan Terbaik Bagi Manusia).

Terkadang saya melihat tindakan anarkis dan super ngotot plus nekad yang menyebabkan bentrokan fisik antara demonstran dengan para polisi, sedangkan para polisi pun sebenarnya manusia juga punya nurani dan hanya menjalankan tugas saja.

Terkadang pula sudah melampaui batas melecehkan atau menginjak-nginjak kehormatan seseorang, padahal Islam melarang hal ini baik dalam al-Qur'an maupun yang disampaikan Nabi dalam hadits-haditsnya. Inilah teguran dan larangan dari Allah Ta'ala:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
[Q.S. al-Hujuraat 49:11]

Apakah kita mau disebut tidak beriman karena tidak mengindahkan larangan dari Allah ini?! atau yang lebih parah mungkin apakah kita mau disebut ingkar terhadap firman Allah?! Maha Suci Allah dari kelemahan-kelemahan manusia.

Ada sebuah artikel yang ilmiah dari kalangan ulama Salafi bahwa para demonstran sering salah tafsir bahkan beberapa dalil di antaranya tergolong dalil yang lemah (dhaif). Tentunya hal ini bagi saya lebih menguatkan lagi secara agama bahwa demonstrasi itu lebih banyak madharatnya ketimbang maslahatnya. Berikut cuplikan ulasan artikel ilmiah yang membahas tentang Islam tidak pernah mengajarkan perilaku demonstrasi:


SALAH KAPRAH DALIL DEMONSTRASI
Disarikan dari dirasah Syaikh Ali al-Hasyisy dalam majalah at-Tauhid Mesir
[http://ahmadsabiq.com/2010/06/30/demonstrasi-saat-umar-masuk-islam/]

Ada sebuah kisah tentang masuk Islamnya Umar yang sering dijadikan dalil-dalil penguat untuk melegitimasi aksi demonstrasi. Menurut ulama Salafi, para pelaku demo telah salah tafsir tentang kisah ini.

Sangatlah tidak tepat bila kisah tersebut digunakan untuk membenarkan aksi demonstrasi, karena kisah tersebut tidak ada kaitannya apalagi membenarkan aksi demonstrasi. Hal ini bisa ditinjau dari beberapa hal:

  • Kisah ini lemah bahkan bisa jadi palsu, sedangkan hadits lemah tidak bisa dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum dengan kesepakatan para ulama.

  • Anggaplah hadits ini shahih, maka hal ini terjadi di awal masa islam sebelum sempunanya syariat islam sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh bin Baaz.

  • Kalau kita menghayati ayat-ayat al-Qur'an dan as-Sunnah dan kaidah-kaidah syar’i, maka akan kita pastikan bahwa demontrasi tidak diperbolehkan dan bukan termasuk ajaran Islam, berdasarkan beberapa hal berikut:

  1. Mengingkari kemungkaran dengan demonstrasi tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw., dan tidak pernah diamalkan oleh para sahabat serta para ulama setelahnya. Padahal Rasulullah saw. bersabda:
    Barang siapa yang mengamalkan sebuah perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.
    [H.R. Bukhari dan Muslim]

  2. Demonstrasi produk orang non muslim dan merupakan tasyabuh dengan cara mereka, padahal Rasulullah saw. bersabda:
    Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.
    [H.R. Ahmad 2/50 dan lainnya dengan sanad shahih, lihat al-Irwa':1269]

  3. Kerusakan yang ditimbulkan lebih banyak daripada maslahat yang diharapkan. Hal ini sangat nampak sekali bagi yang memperhatikan semua aksi demo yang ada di negeri kita. Wanita keluar rumah, campur-baur antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahrom, mengganggu maslahat umum dengan macetnya jalan dan lainnya, membuat masyarakat takut dan khawatir, dan tidak sedikit mengakibatkan kerusakan gedung maupun lainnya.

    Berkata Imam Ibnul Qoyyim:
    "Apabila seorang merasa kesulitan tentang hukum suatu masalah, apakah boleh ataukah haram, maka hendaklah dia melihat kepada mafsadah (kerusakan) dan hasil yang ditimbulkan olehnya. Apabila tenyata sesuatu tersebut mengandung kerusakan yang lebih besar, maka sangatlah mustahil bila syari’at Islam memerintahkan atau memperbolehkannya bahkan yang dipastikan adalah keharamannya. Lebih-lebih apabila hal tersebut menjurus kepada kemurkaan Allah dan Rasul-Nya, maka seorang yang cerdik tidak akan ragu akan keharamannya."
    [Lihat Madarijus Salikin 1/496]


  4. Rasulullah saw. mengajarkan kalau melihat kemungkaran penguasa maka hendaklah menasehatinya secara rahasia bukan di bongkar di depan umum, serta bersabar atas kedholiman mereka sambil terus memperbaiki diri dan berdo’a untuk mereka.
    Rasulullah saw. bersabda:
    Barang siapa yang ingin menasehati penguasa, maka jangalah menampakkannya, namun hendaklah dia menasehatinya sendirian, jika dia menerimanya, maka itulah yang diharapkan, namun jika tidak menerima, maka dia telah menunaikan kewajibannya.
    [Hadits shohih, lihat Dhilalul Jannah syaikh al-Albani 1097]


  5. Para ulama ahlus sunnah sejak dahulu sampai sekarang tidak ada yang memperbolehkan aksi semacam ini.

Wallahu a’lam.


SUMBER KISAH DEMONSTRASI UMAR MASUK ISLAM

Singkat cerita, Umar bin Khaththab berkata:

Saat Allah memberiku hidayah untuk masuk Islam, saya pun mengucapkan kalimat La Ilaha Illallahu, tidak ada seorang pun yang lebih saya cintai melebihi Rasulullah. Lalu saya bertanya kepada saudariku: "Di manakah Rasulullah berada?" Dia menjawab: "Beliau berada di rumah Arqom bin Abil Arqom, di bukit Shafa."

Saya pun berangkat ke sana, saat itu Hamzah sedang berada bersama para sahabat lainnya, sedang Rasulullah di ruang dalam rumah. Segera saya mengetuk pintu, para sahabat langsung berkumpul.

Rasulullah segera keluar seraya bertanya: "Kenapa kalian?" Mereka menjawab: "Ada Umar, wahai Rasulullah". Rasulullah pun keluar dan langsung mencengkram kerah bajuku lalu melepasnya, tiba-tiba saya tidak bisa menguasai diriku dan langsung terduduk. Lalu Rasulullah bersabda: "Tidakkah engkau beriman wahai Umar?"

Saya pun langsung berkata: "Saya bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak disembah melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya".

Orang-orang yang berada di rumah segera bertakbir dengan suara keras sampai terdengar di Masjidil Haram. Saya pun lalu berkata: "Wahai Rasulullah, bukankah kita di atas kebenaran? baik kita mati ataupun hidup?" Rasulullah menjawab: "Ya, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian berada di atas kebenaran baik kalian mati ataupun hidup".

Maka saya bertanya lagi: "Kalau begitu, kenapa sembunyi-sembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, engkau harus keluar". Maka kami keluar dengan dua barisan, satu barisan dipimpin Hamzah dan yang satunya lagi saya pimpin sehingga kami mendatangi Masjid.

Orang-orang Quraisy saat melihat saya dan Hamzah merasa mendapatkan pukulan berat yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Derajat Kisah Ini

Derajat kisah ini sangat lemah sekali bahkan bisa jadi kisah ini palsu.


Takhrij Kisah 1

Kisah ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’ 1/40 berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Hasan, berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Shalih berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Aban dari Ishaq bin Abdullah dari Aban bin Shalih dari Mujahid dari Ibnu Abbas dari Umar bin Khaththab.

Abu Nu’aim juga meriwayatkan kisah ini dalam Dala’ilun Nubuwwah no.194 dengan sanad yang sama.


Sisi Kelemahan Kisah

Kisah ini lemah dari sisi sanad maupun matan, Adapun dari sisi sanad adalah karena terdapat seorang yang bernama Ishaq bin Abdullah bin Abi Farwah:

  • Imam an-Nasa’i berkata: "Dia seorang yang matruk (orang yang ditinggalkan haditsnya)".
  • Imam Bukhari berkata: "Para ulama' meninggalkannya".
  • Imam Baihaqi berkata: "Dia matruk".
  • Imam Yahya bin Ma’in berkata: "Dia pendusta".
  • Imam Ibnu Hibban berkata: "Dia membolak-balikkan sanad, me-marfu'-kan hadits mursal, dan Imam Ahmad melarang meriwayatkan haditsnya".

Dan keterangan yang senada dengan ini datang dari para ulama’ lainnya:

  • Lihat Tahdzibul Kamal al-Mizzi 2/57/362;
  • Lihat adh-Dhu’afa’ wal Matrukin oleh an-Nasa’i no.50;
  • Lihat adh-Dhu’afa’ al-Kabir oleh al-Bukhari no.20;
  • Lihat adh-Dhu’afa’ wal Matrukin oleh al-Baihaqi no.94;
  • Lihat al-Majruhin oleh Ibnu Hibban 1/131;
  • Lihat al-Jarh wat Ta’dil oleh Ibnu Abi Hatim no.792;
  • Lihat al-Kamil oleh Ibnu Adi 1/326 dan lainnya.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz menjelaskan bahwa kisah ini lemah karena bersumber dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Farwah, sedangkan dia adalah rawi yang lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah. Seandainya kisah ini shohih, maka harus dipahami bahwa kejadian ini di awal masa Islam yakni sebelum sempurnanya syari’at. [lihat Majmu’ Fatawa wal Maqalat 8/257]


Kelemahan Kisah dari Sisi Matan

Kisah ini bertentangan dengan beberapa riwayat shahih yang menceritakan tentang kisah masuk Islamnya Umar, di antaranya:

Imam Bukhari dalam Shahih beliau no.3865 pada bab "Islamnya Umar bin Khaththab" meriwayatkan dari Abdullah bin Umar berkata:

Tatkala Umar masuk islam, maka orang-orang berkumpul di rumahnya seraya berkata: "Umar telah keluar dari agama nenek moyangnya". Mereka katakan itu sedang saat itu saya masih kecil yang sedang berada di atas loteng rumah. Tiba-tiba datanglah seseorang yang memakai kain sutra lalu berkata: "Apakah yang kalian katakan ini? Padahal saya adalah tetangganya". Akhirnya orang-orang tersebut pun bubar. Saya bertanya: "Siapa ia?" mereka menjawab: "Dia al-Ash bin Wa'il".

Imam Ibnu Katsir dalam Bidayah Wan Nihayah 3/81 meriwayatkan kisah masuk Islamnya Umar, beliau berkata: Berkata Ibnu Ishaq: Telah menceritakan kepadaku Nafi’ maula Ibnu Umar dari Ibnu Umar berkata:

Tatkala Umar masuk Islam, maka beliau bertanya: "Siapa orang Quraisy yang paling bisa untuk menyebarkan berita?". Ada yang menjawab: "Dia Jamil bin Ma’mar al-Jumahi". Maka Umar pun berangkat kepadanya. Sesampainya di sana, maka Umar berkata: "Saya beritahukan kepadamu wahai Jamil, bahwa saya telah memeluk agama Islam dan saya telah masuk dalam agamanya Muhammad".

Segera Jamil berdiri menyeret bajunya ke Masjidil Haram, Umar pun mengikutinya dan saya juga ikut. Saat iu orang-orang Quraisy sedang berada di tempat berkumpul mereka, maka jamil berteriak sekerasnya: "Ketahuilah bahwa Umar bin Khaththab telah murtad dari agama nenek moyang". Maka di belakangnya Umar berkata: "Dia berdusta, yang benar saya telah memeluk agama Islam, saya bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak disembah melankan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya".

Spontan orang-orang Qurasiy menyerangnya dan dia juga menyerang mereka. Mereka berhasil mengalahkan Umar. Saat itu tiba-tiba datanglah seorang lak-laki lalu berkata: "Ada apa dengan kalian?" mereka menjawab: "Umar telah murtad dari agama nenek moyangnya". Dia berkata: "Berhentilah kalian, dia hanya memilih sesuatu untuk dirinya sendiri, lalu apa yang kalian inginkan? Apakah kalian menyangka bahwa Bani 'Adi (kabilahnya Umar) akan membiarkan Umar untuk kalian? bebaskan dia".

Segera orang-orang Quraisy tersebut bubar dan membebaskannya.

Berkata Ibnu Umar: Saya pun bertanya kepada bapakku saat sudah hijrah ke Madinah: "Wahai bapakku, siapakah laki-laki yang membubarkan orang Quraisy saat engkau masuk Islam?" Umar menjawab: "Dia al-Ash bin Wa’il as-Sahmi".

Kisah ini shahih, al-Hakim berkata: "Shahih menurit syarat Muslim", dan disepakati oleh adz-Dzahabi, Imam Ibnu Katsir berkata: "Sanad kisah ini bagus".


Pendapat Syaikh Ali al-Hasyisy:

Kisah ini menunjukkan bahwa masuk Islamnya Umar agak lambat, karena saat perang Uhud yang terjadi tahun 3 Hijriyah, umur Ibnu Umar saat itu 14 tahun, sedangkan saat Umar masuk Islam, dia sudah tamyiz, maka berarti masuk Islamnya Umar sekitar 4 tahun sebelum hijrah, sekitar 9 tahun setelah diutusnya Rasulullah saw.

Yang semakin menunjukkan kelemahan kisah demonstrasi saat Umar masuk Islam maka beliau ada rasa takut akan ancaman orang-orang Quraisy, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari no.3864 dari Abdullah bin Umar berkata:

Saat Umar sedang di rumah ketakutan, tiba-tiba datanglah al-Ash bin Wail as-Sahmi, dia berasal dari Bani Sahm dan mereka adalah sekutu kami saat jahiliyyah. Dia berkata: "Ada apa denganmu?" Umar menjawab: "Orang-rang menyangka bahwa mereka akan membunuhku kalau saya masuk Islam". Dia berkata: "Mereka tidak akan bisa menyakitimu". Lalu keluarlah al-Ash dan dia bertemu dengan orang-orang yang kebetulan datang. Dia berkata: "Kalian mau ke mana?" mereka menjawab: "Kami ingin ke Umar bin Khaththab". al-Ash berkata: "Kalian tidak ada jalan untuk menyakitinya". Akhirnya orang-orang itu pun balik mundur kembali.