- Mengapa laki-laki cenderung mendominasi posisi kepemimpinan?
- Mengapa perempuan cenderung lebih mampu dalam mengurus dan mendidik anak-anaknya atau rumah tangganya?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini banyak menimbulkan polemik di lingkungan masyarakat seperti menyebabkan munculnya pemikiran tentang adanya “ketidakadilan gender” hingga lahirnya tuntutan “emansipasi untuk kesetaraan gender”.
Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan alam semesta ini termasuk di dalamnya peran laki-laki dan perempuan dengan sempurna dan adil, saling mengisi satu sama lain, dan tidak untuk saling mengklaim lebih hebat atau lebih berhak satu sama lain.
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
[Q.S. al-Mulk 67:1-3]
[Q.S. al-Mulk 67:1-3]
Baik laki-laki maupun perempuan tidak akan mampu dan memang tidak punya kemampuan untuk melakukan semua aktifitas dan peran dalam hidup dengan seorang diri. Jadi Laki-laki punya kekurangan dan kekurangan itu ada pada kelebihan yang dimiliki perempuan, dan begitu pun sebaliknya dengan perempuan.
Banyak sekali pengalaman-pengalaman yang saya temukan selama dari pasien-pasien saya atau kolega saya yang memperlihatkan bagaimana dampak negatif bila kaum perempuan mempunyai falsafah hidup bahwa dirinya mampu dan berhak untuk setara dengan peran laki-laki.
Di antara dampak negatif tersebut yang pernah saya temukan adalah keterlantaran anak-anak, tidak menikah atau single seumur hidupnya, atau bahkan yang membuat saya sedih, ia tidak mempunyai generasi yang menjadi penerusnya.
Dalam Islam peran perempuan dan laki-laki diatur dengan adil tanpa merendahkan derajat satu sama lain. Silahkan anda baca beberapa artikel mengenai bagaimana Islam memperlakukan dan menempatkan posisi dan peran wanita dalam kehidupannya:
Dalam artikel akan dikutip beberapa informasi menarik mengenai karakteristik otak perempuan oleh Louann Brizendine, M.D. dalam buku best seller-nya, “The Female Brain”.
Lebih dari 99% kode genetik antara pria dan wanita adalah sama. Dari sekitar 30.000 gen yang ada dalam genom manusia, variasi perbedaan pria dan wanita hanya berjumlah kurang dari 1% saja. Namun jumlah 1% perbedaan tersebut punya pengaruh penting terhadap setiap sel di dalam tubuh manusia, mulai dari saraf yang memberikan sinyal rasa nikmat dan sakit hingga neuron yang mentransmisikan persepsi, pemikiran, perasaan, dan emosi.
Bila diobeservasi secara kasat mata, ukuran otak perempuan dan laki-laki akan terlihat tidak sama. Otak laki-laki lebih besar sekitar 9% dibandingkan otak perempuan. Di jaman dulu, hingga abad ke-19, perbedaan ukuran otak ini menimbulkan persepsi pada para ilmuwan bahwa kapasitas mental perempuan lebih kecil daripada laki-laki, bahkan ada pula yang menyebutkan perempuan sebagai “laki-laki kecil”.
Persepsi semacam ini tidak bisa menjawab tantangan misteri beberapa fakta di antaranya fakta yang menyatakan bahwa rasio depresi perempuan dan laki-laki adalah 2:1. Rasio dua kali lipat depresi ini baru bisa diketahui saat seorang gadis memasuki menstruasi di mana pada masa tersebut banyak terjadi perubahan-perubahan kimiawi yang merangsang otak yang “banjir hormon” sehingga memicu lebih banyak depresi pada perempuan. Di masa menstruasi, otak perempuan mengalami perubahan kecil setiap harinya, sebagian organnya mengalami perubahan sekitar 25% setiap bulannya.
Namun, memasuki abad modern ini, diketahui bahwa otak perempuan dan laki-laki punya sel-sel otak yang jumlahnya sama, hanya saja pada perempuan sel-sel otak tersebut lebih rapat jaraknya (press) akibat penyesuaian dengan wadahnya yang berukuran yang lebih kecil dari otak laki-laki sebagaimana pinggang kita yang di-press dengan korset.
Penelitian yang seksama pada otak perempuan baru dimulai pada tahun 1990-an mulai dari pengamatan bentuk fisiologinya, anatomi saraf hingga psikologisnya. Khususnya ketika mulai diperkenalkannya peralatan pemindai canggih (scanning system) seperti Positron-Emission Tomography (PET) dan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) semakin mempermudah untuk melihat secara langsung (real time) otak manusia. Alat-alat canggih tersebut membantu para ilmuwan hingga mereka menemukan bahwa terdapat perbedaan otak perempuan dan laki-laki dalam strukturnya, kimiawinya, genetik, hormonal, dan fungsionalnya.
Antara otak perempuan dan laki-laki punya sensitifitas berbeda menghadapi stres dan konflik. Keduanya menggunakan area otak dan sirkuit yang berbeda dalam rangka memecahkan suatu masalah, memproses bahasa, dll. Perempuan mungkin cenderung akan lebih mengingat rincian kecil dari kencan pertama atau konflik terbesar mereka, sementara suami mereka sedikit mengingat atau hampir tidak ingat akan kencan atau konflik tersebut. Struktur dan kimiawi dari otak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan semacam ini.
Sebuah studi di Jerman, para peneliti melakukan pemindaian otak perempuan dan laki-laki dalam kondisi mental yang bervariasi. Hasilnya, tidak ada perbedaan kinerja antara otak perempuan dan laki-laki, namun ditemukan perbedaan signifikan aktifitas area otak tertentu yang berbeda antara perempuan dan laki-laki saat menyelesaikan suatu masalah atau tantangan.
Perempuan lebih cenderung mengarahkan otaknya untuk dihubungkan dengan identifikasi visual dan lebih banyak menghabiskan waktu dalam menggambarkan suatu objek di benak mereka dibandingkan para laki-laki. Fakta ini mengarah pada suatu kesimpulan bahwa perempuan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan suatu jawaban dibandingkan laki-laki.
Temuan lainnya, otak perempuan punya kinerja yang sama dengan otak laki-laki dalam fungsi-fungsi kognitifnya (penalaran berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris), hanya saja antara keduanya berbeda dalam menggunakan sirkuit-sirkuit di otaknya.
Dari hasil pengamatan mikroskop atau hasil pemindaian fMRI, diperlihatkan pada otak tengah untuk pengolahan bahasa dan pendengaran, sebagai contoh, neuron perempuan 11% lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Hippocampus, sebagai pusat formasi emosi dan memori, pada otak perempuan ditemukan pula lebih besar dibandingkan laki-laki. Hal ini menyiratkan bahwa rata-rata perempuan lebih baik dalam mengekspresikan emosi dan dalam mengingat rincian dari kejadian-kejadian yang emosional.
Laki-laki punya ruang otak lebih besar 2,5 kali untuk pengolahan aktifitas seksual yang juga sama besarnya dengan besar ruang otak tengahnya yang didedikasikan untuk aksi dan agresi. Secara rata-rata, pemikiran tentang seksual lebih banyak mengalir pada laki-laki setiap harinya dibandingkan perempuan yang hanya pada kisaran satu kali setiap harinya, dan mungkin pada puncak harinya perempuan bisa terjadi 3-4 kali.
Perbedaan mendasar dalam varian struktural otak ini dapat menjelaskan adanya perbedaan persepsi antara perempuan dan laki-laki dalam menghadapi suatu kondisi yang sama.
Sebagai contoh, sebuah studi pernah melakukan pengamatan dengan mengobservasi otak perempuan dan laki-laki yang dikondisikan keduanya melakukan sebuah perbincangan. Hasilnya, otak laki-laki punya kecenderungan lebih banyak menghasilkan sinyal-sinyal di area seksual pada otaknya di mana ia lebih ingin melihat perbicangan tersebut dari segi potensi seksualnya. Sedangkan otak perempuan tidak ditemukan aktifitas dalam area seksualnya di otaknya, ia lebih cenderung melihat situasi perbincangan tersebut sebagai sebuah komunikasi percakapan antara dua orang manusia saja tidak lebih.
Pada otak terdapat Amygdala, organ sebesar kacang almond yang memproses rasa takut dan memicu sifat agresi. Amygdala pada laki-laki ditemukan lebih besar ukurannya dibandingkan milik perempuan, hal ini dapat menjelaskan sifat rata-rata dari laki-laki yang dapat berubah dari nol hingga bertarung tinju dalam hitungan detik, sementara rata-rata kaum perempuan lebih cenderung untuk meredakan atau menghindari konflik.
Tetapi stres psikologis akibat konflik lebih banyak ditemukan aktifitasnya di area otak perempuan dibandingkan laki-laki. Meskipun kita hidup dalam dunia perkotaan yang modern, kita sebenarnya mendiami tubuh yang telah dirancang untuk mampu beradaptasi dengan alam bebas, dan setiap otak perempuan terlahir membawa naluri keibuan yang sangat kuat dan lebih kuat dari laki-laki, dan otak perempuan telah dirancang menghasilkan naluri merespon untuk bertahan dan menyelesaikan stres, hal ini diturunkan sejak lama secara turun-temurun dari nenek moyang manusia.
Respon manusia terhadap stres telah didesain untuk siap bereaksi terhadap kemungkinan datangnya hal-hal yang bisa membahayakan fisiknya dan situasi yang mengancam hidupnya. Saat ini mungkin bentuk kemampuan respon tersebut bila dikaitkan dengan kondisi modernitas saat ini, bisa diasosiasikan dengan dinamika tantangan dalam urusan rumah tangga, mengurus anak-anak atau bekerja sambilan membantu suami yang terkadang tanpa disertai dukungan dan bantuan yang cukup bagi kerja keras perempuan tersebut.
Kemampuan respon terhadap ancaman pada perempuan ini telah mendorong otak perempuan bereaksi dengan berpikir secara naluriah bahwa keluarganya seakan-akan sedang dalam kondisi berbahaya karena ancaman yang akan datang menimpa keluarganya.
Berbeda dengan persepsi pada otak laki-laki yang cenderung akan berespon bilamana ancaman itu datang secara mendadak membahayakan secara fisik.
Adanya variasi struktural pada otak perempuan dan laki-laki seperti ini telah menjadi peletak dasar dalam variasi perbedaan dalam perilaku dan pengalaman hidup antara laki-laki dan perempuan. Dengan saling memahami kecenderungan cara memilih jalan dalam menyelesaikan suatu masalah antara perempuan dan laki-laki, kita akan semakin tahu bahwasannya Tuhan sebenarnya sudah merancang peran yang adil dan sempurna bagi perempuan dan laki-laki.
Photo courtesy: "Steal My Brain" by Zita Varga.