A.Gambaran Umum
Perawatan yang berlebihan terhadap penyakit ganas dapat membuat kerusakan yang tak terhindarkan pada sel normal. Jalur mukosa sepanjang organ-organ pencernaan, termasuk didalamnya mukosa mulut merupakan sasaran utama dari perawatan yang berhubungan dengan toksisitas oleh mekanisme penyembuhan sehingga menyebabkan perubahan sel secara drastis. Perubahan pada struktur jaringan lunak pada permukaan mulut mencerminkan perubahan yang terjadi pada traktus gastrointestinal, namun pembahasan kali ini hanya berfokus pada komplikasi mulut akibat dari obat-obatan neoplastik dan terapi radiasi.
Perawatan yang berlebihan terhadap penyakit ganas dapat membuat kerusakan yang tak terhindarkan pada sel normal. Jalur mukosa sepanjang organ-organ pencernaan, termasuk didalamnya mukosa mulut merupakan sasaran utama dari perawatan yang berhubungan dengan toksisitas oleh mekanisme penyembuhan sehingga menyebabkan perubahan sel secara drastis. Perubahan pada struktur jaringan lunak pada permukaan mulut mencerminkan perubahan yang terjadi pada traktus gastrointestinal, namun pembahasan kali ini hanya berfokus pada komplikasi mulut akibat dari obat-obatan neoplastik dan terapi radiasi.
Toksisitas pada rongga mulut dapat membuat dokter gigi yang merawat memberikan terapi antineoplastik secara maksimal atau sebaliknya berakibat terjadinya pengurangan dosis dan modifikasi dari tahap perawatan, bahkan sampai berakibat pada penundaan dan penghentian terapi. Komplikasi rongga mulut akibat terapi kanker terjadi pada kebanyakan pasien dengan terapi pada kepala dan leher. Sekitar 40 %, sisanya terapi kimia pada lokasi yang lain. Secara signifikan toksisitas pada oropharyngeal juga dapat terjadi pada radiasi kepala dan leher.
Komplikasi oral yang paling umum ditemukan setelah dilakukan kemoterapi dan terapi radiasi adalah mucositis, infeksi local, nyeri dan hemorrhage . Sedangkan efek sampingnya adalah dehidrasi dan malnutrisi. Penyinaran radiasi pada kepala dan leher dapat menyebabkan cedera pada glandula saliva, mukosa mulut, otot dan tulang alveolar yang dapat mengakibatkan terjadinya xerostomia, penyakit dental dan osteoradionekrosis.
Manajemen pada komplikasi oral pada terapi kanker terdiri dari identifikasi dari populasi yang beresiko, intervensi pra-perawatan ketika terjadi inisiasi (berdasarkan hasil evaluasi, perawatan atau koreksi dari pra-kehadiran penyakit mulut atau profilaksis yang tepat) dan manajemen komplikasi ketika penyakit tersebut sudah berkembang.
B.Etiologi/Patofisiologi
Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien.
Keadaan sebelum hadirnya penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi, penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik, berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi bakteri dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan operculum, gigi palsu, dan penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan sebuah lahan yang subur buat organisme opportunistik dan pathogenistik yang mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan yang berlebih atau peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk, menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local (stomatitis).
1.Komplikasi Akibat Kemoterapi
Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Peran vaskularisasi darah pada stomatitis dapat diduga sebagai akibat dari cryoterapi topical dalam melindungi mucositis dari agen-agen seperti fluorouacil.
Agen antineoplastik merupakan penyebab utama mucositis, termasuk ; bleomycin, dactomycin, doxorubicin, etoposide, fluxuridine, 5FU, hydroxiurea, methotrexate, mitomycin, vinblastine, vincristine, dan vinorelbine. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
2.Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis.
Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.
3.Komplikasi Akibat Pembedahan
Pada pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
4.Penilaian Pra-perawatan dan Intervensi
Insidens komplikasi oral pada pasien yang tidak memiliki keganasan pada kepala dan leher dapat secara signifikan berubah ketika dilakukan pendekatan intensif pada pasien tentang pentingnya kebersihan mulut. Tindakan preventif primer yang terukur., seperti ; keseimbangan intake nutrisi, oral hygiene, yang adekuat, deteksi dini terhadap masalah oral, merupakan intervensi pra-perawatan yang penting. Seorang dokter gigi atau ahli hygiene harus akrab dengan komplikasi oral akibat perawatan kanker. Dokter gigi harus memeriksa terlebih dahulu pasien sebelum perawatan (kemoterapi dan radioterapi pada kepala dan leher). Idealnya pemeriksaan ini dilakukan 2-4 minggu sebelum perawatan, untuk mendapatkan penyembuhan adekuat buat perawatan dental. Pemeriksaan ini membuat dokter gigi dapat mengetahui kondisi mukosa oral dan jaringan pendukung sebelum terapi dan untuk memulai intervensi yang diperlukan yang dapat mengurangi komplikasi oral selama dan sesudah terapi. Sebuah program oral hygiene harus dimulai dimana pasien harus diberitahu tentang pentingnya OH yang bagus sebelum memulai perawatan.
C.Komplikasi Oral
1.Mucositis/Stomatitis
Defenisi mucositis dan stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya tetapi terdapat perbedaan yang besar diantara keduanya. Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat dihasilkan akibat dari pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau radiasi ionisasi. Tipikal mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous, lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif. Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Stomatitis merujuk pada suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada mukosa oral, dengan atau tanpa ulserasi dan dapat berkembang oleh faktor lokal seperti yang teridentifikasi pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini. Stomatitis dapat menjadi berkadar ringan atau parah ; pasien dengan stomatitis yang parah tidak akan mampu memasukkan apapun kedalam mulutnya. Pada praktek pemakaian umum, istilah mucositis, dan stomatitis dipergunakan tanpa dipilah untuk menjelaskan fenomena yang sama.
Mucositis eritematous dapat terjadi 3 hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari. Perkembangan menuju mucositis ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah kemoterapi. Dokter gigi harus waspada terhadap potensi berkembangnya toksisitas akibat peningkatan dosis atau lamanya perawatan pada percobaan klinik yang menunjukkan toksisitas gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang dilakukan pada perawatan leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus berlanjut, berulang dan tidak terputus (seperti bleomycin, cytarabine, methotrexate dan fluororacil) sepertinya merupakan penyebab mucositis dibanding obat infus satu bolus dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan bertambah parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh total dalam 2-4 minggu.
Penilaian sistimatis pada kavitas oral sepanjang perawatan, deteksi dini toksisitas dan inisiasi OH yang terukur dirancang untuk menekan atau melindungi komplikasi lebih lanjut. Pada suatu usaha untuk melakukan standarisasi pengukuran ketahanan mukosa, skala penilaian oral telah berkembang pada tingkat karakteristik gangguan stomatitis pada bibir, lidah, membran mukosa, gingiva, gigi, kerongkongan, kualitas saliva, dan suara. Instrumen spesifik penilaian telah berkembang untuk mengevaluasi hal-hal yang dapat diteliti serta dimensi fungsional stomatitis. Perangkat evaluatif ini bervariasi dalam kompleksitas.
Sekali mucositis berkembang, keparahannya dan status hematologik pasien membutuhkan manajemen oral yang tepat. OH yang cermat dan meredakan gejala menjadi fokus dari perawatan. Pada pemeriksaan klinis, manajemen rekomendasi bersifat anekdot. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut termasuk penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan meningkatkan keparahan dari mucositis.
2.Infeksi
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang serius. Pendekatan nonfarmakologik untuk melindungi infeksi dan profilaksis dengan antimikrobial sedang dievaluasi dengan penelitian control.
Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral. HSV yang tidak mendapat penanganan, dapat terus aktif sepanjang imunosuppresi oleh kemoterapi sitotoksik.
Mayoritas bakteri infeksi mulut adalah gram negatif, hal ini berpatok pada pergantian kolonisasi bakteri kavitas oral dari bakteri predominan gram positif menuju gram negatif. Dokter gigi dapat memilih untuk melakukan kultur rutin pada mulut dan jalur masuk potensial microbial pada pasien yang diduga mengalami hipoplasia tulang sumsum yang berkepanjangan (kultur survaillans). Spesimen yang ada, membuktikan suatu organisme predominan terhadap flora normal atau sebuah isolator tunggal sebagai patokan untuk mengidentifikasi suatu fokus infeksi pada pasien dengan imunitas yang menurun dan pada pasien yang tidak menunjukkan manifestasi infeksi pada neutropenia yang baru atau frank neutropenia. Kultur survaillans juga mengarah pada seleksi empirik antimikrobial. Karena morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan penyebaran infeksi jamur, deteksi dini dan perawatan infeksi lokal juga sangatlah penting.
3.Hemorrhage
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.
4.Xerostomia
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor. Jaringan glandula saliva yang telah tidak teradiasi lagi dapat menjadi hiperplastik, sebagian merupakan kompensasi buat bagian nonfungsional.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein protektif yang merupakan komponen dari saliva.
Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit). Xerostomia menghasilkan perubahan didalam rongga mulut antara lain :
1.Saliva tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi, yang akan mengganggu kenyamanan pasien.
2.Kapasitas buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH umumnya 4,5 dan demineralisasi dapat terjadi.
3.Flora oral menjadi patogenik.
4.Plak menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidakmampuan pasien untuk membersihkan mulut.
5.Tidak ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan gigi.
6.Produksi asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi
5.Nekrosis Akibat Radiasis
Nekrosis dan infeksi pada jaringan yang telah dilakukan penyorotan radiasi sebelumnya (osteoradionekrosis) merupakan suatu komplikasi yang serius bagi pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi oral akibat terapi radiasi memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama dan setelah terapi radiasi untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan osteoradionekrosis).
D.Pilihan Intervensi
1.Pertimbangan Perawatan Rongga Mulut
Oral hygiene sistemik secara rutin sangatlah penting dalam mengurangi insidens dan keganasan dari efek perawatan onkologik seperti ; karies radiasi, stomatitis, dan candidiasis. Pada pasien dengan xerostomia yang ringan dan jarang atau dengan reseksi melibatkan struktur mulut, sebuah inspeksi identifikasi pada area tersebut perlu dilakukan. Metode oral hygiene termasuk diantaranya berkumur/mengirigasi dan penghilangan plak secara mekanik. Memberitahukan pasien bagaimana melakukan perawatan kebersihan mulut adalah sama pentingnya dengan pengobatan.
Setelah makan, permukaan oral harus dibilas dan atau dibersihkan ; dimana membersihkan kavitas oral hampir selalu dibutuhkan dengan pasien kasus xerostomia. Gigi palsu perlu untuk dibersihkan sesering mungkin dan harus disikat lalu dibilas setelah makan. Membilas permukaan mulut saja dapat menjadi tidak cukup untuk membersihkan kavitas oral ; pembersihan plak secara mekanik terkadang diperlukan , bahkan pada pasien edentolous. Setelah kebiasaan ini berkembang, pasien harus mengetahui pembersihan plak secara mekanis diperlukan untuk membantu pembersihan. Pembersihan plak secara mekanik diantaranya gauze, toothettes, sikat gigi serta bantuan dari pembersihan interdental seperti : floes, sikat proxy, wooden, wedge, dan sikat gigi palsu.
Toothettes tidak membersihkan seluruh gigi, walaupun mereka bekerja dengan baik untuk membersihkan area pembedahan pada kasus maxillectomy atau hemimandibuloctomy. Toothettes juga baik untuk membersihkan alveolar ridge maxilla/mandibula pada area edentulous, palatum, palatum dengan torus yang menonjol, serta lidah. Jika terjadi xerostomia, maka plak menjadi tebal dan lebih berat serta tidak mampu dihilangkan.
Produk perawatan mulut harus dipilih secara seksama, alat-alat yang menghasilkan gejala atau cedera pada mukosa jangan digunakan. Pembersihan dengan menggunakan alkohol harus dihindari. Jikalau penggunaan pasta gigi mengiritasi dan membuat rasa terbakar pada gingiva atau mukosa, pasta gigi dengan komposisi ringan harus dipilih, seperti pasta gigi anak-anak. Perawatan bibir juga penting dengan memberikan pelembab.
2.Manajemen Mucositis/Stomatitis
Walaupun mucositis berlanjut menjadi salah satu toksisitas dengan dosis terbatas dari fluororacil (5FU), cryotherapy dapat menjadi pilihan dalam perlindungan mucositis oral. Karena 5FU mempunyai waktu kerja yang singkat, pasien diinstruksikan untuk mengunyah lempengan es didalam mulut selama 30 menit, dimulai dari 5 menit sejak penggunaan 5FU.
Protokol perawatan rongga mulut termasuk diantaranya : pembersihan attraumatik pada mukosa mulut, memberi pelembab pada bibir dan kavitas oral, serta meringankan sakit dan inflamasi. Sikat gigi lunak atau foam swab (toothettes) membersihkan gigi secara efektif dan tanpa trauma. Pilihan untuk melakukan pembersihan atau debridemen termasuk diantaranya : garam dan soda (1 ½ sendok the garam dan agen sodium bikarbonat pada 8 ons air hangat), normal saline, sodium bikarbonat (1 sendok teh pada 8 ons air), air steril dan hydrogen peroxide (perbandingan 1 : 1 dengan air atau saline normal). Indikasi untuk penggunaan hydrogen peroksida adalah kebutuhan melakukan debridemen secara halus. Penggunaannya harus dibatasi (untuk 1-2 hari). Penggunaan berlebih dapat mengganggu penyembuhan dari stomatitis. Data yang tersedia juga mengkhawatirkan efek terapeutik dari chamomile dan chlorhexidine.
Pada pasien dengan dengan stomatitis, irigasi/berkumur dengan saline ringan atau garam dan soda harus dilakukan setiap 2 jam sekali. Berkumur secara hati-hati dengan menggunakan sebuah gauze basah yang dicelupkan pada cairan saline sangat membantu pada pembersihan debris. Toothettes dapat berefek terlalu keras pada beberapa area tertentu. Irigasi harus dilakukan pada medikasi secara topical, pembersihan membuat debris membuat saliva dapat berpenetrasi pada jaringan oral dan melindungi terjadinya penumpukan. Frekuensi pembersihan dengan pembilasan dan lubrikasi jaringan, melindungi dari penebalan dan melindungi dari penumpukan bakteri. Garam dan soda menetralisasi asam dan menghilangkan penebalan.
Pelembaban dapat dicapai dengan air yang dilarutkan dengan jelly. Diclonine hydrochloride 0,5 % atau 1 %, lidocain 2 % viscous, carbamide peroxide 10 % (urea peroxide 10 %), atau 1 dari banyak campuran yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu yang didalamnya terdapat bangunan viskositas atau agen yang bersifat membungkus seperti ; susu magnesium, kaolin dengan suspensi lectin, campuran dari suspensi aluminium dan atau magnesium hidroksida (banyak antacid), atau suspensi sucralfate dikombinasikan dengan anestetik topical yang menghasilkan topikal analgesia.
Agen yang menghasilkan gejala atau cedera pada mukosa jangan digunakan. Pasien dapat menggunakan pasta gigi jika pasien masih dapat bertoleransi; tetapi pencuci mulut yang mengandung alkohol harus dihindari. Glycerin bersifat hygroskopik (menghilangkan atau mempertahankan kelembaban) dan dapat membuat jaringan menjadi kering. Topikal anestesi dapat meminimalkan nyeri untuk sementara, tetapi penggunaan secara sering dapat memperluas dan memperlama mucositis. Analgesik sistemik (termasuk opioid) diindikasikan pada pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan, dokter gigi harus waspada pada agen yang dapat membuat terjadinya iritasi pada gastrointestinal dan mempengaruhi mekanisme hemostasis, sebuah pernyataan terpisah tentang nyeri juga terdapat di PDQ.
Walaupun belum didukung penelitian klinik yang kuat, pembersih mulut allopurinol dan vitamin E telah dikenali sebagai zat yang menekan keganasan dari mucositis. Prostaglandin E2 tidak efektif sebagai profilaksis mucositis pada kasus transplantasi tulang sumsum.
3.Manajemen Infeksi
Profilaksis untuk mengatasi superinfeksi jamur secara umum direkomendasikan zat topikal antifungal seperti mystatin yang mengandung pencuci mulut dan clotrimazole troches.
Walaupun profilaksis topikal antifungal dan perawatan dapat membersihkan infeksi superficial oropharyngeal, tetapi agen topikal tersebut tidak menyerap dengan baik dan tidak efektif melawan infeksi jamur yang lebih dalam letaknya, yang secara tipikal melibatkan esophagus dan traktus gastrointestinal bagian bawah. Untuk alasan ini agen sistemik diindikasikan untuk merawat seluruhnya kecuali infeksi jamur superfisial pada kavitas oral.
Chlorhexidine mempunyai spectrum antimicrobial yang luas yang beraktifitas melawan organisme gram positif/negatif, ragi dan organisme jamur lainnya. Chlorhexidine juga diperlukan untuk mendukung ketahanan permukaan mulut dan absorpsi gigi tiruan minimal, dengan demikian dapat mengurangi efek secara sistemik. Penggunaan chlorhexidine untuk profilaksis infeksi oral menunjukkan hal yang menjanjikan untuk mengurangi inflamasi dan ulserasi sama halnya dalam mengurangi jumlah mikroorganisme pada pasien dengan resiko tinggi. Chlorhexidine gluconate 0,12 % pencuci mulut dapat digunakan bersamaan dengan topikal profilaktik dan antimicrobial sistemik pada populasi pasien dengan resiko tinggi. Obat kumur chlorhexidine dalam penggunaannya telah dikombinasikan dengan gel fluoride untuk mengontrol flora kariogenik. Dokter gigi harus mencatat, bahwa chlorhexidine dapat digunakan sebagai pencuci mulut dan obat kumur, tapi tidak boleh ditelan. Formula chlorhexidine yang dipasarkan juga juga maengandung alcohol yang cukup banyak, yang dapat mengeksaserbasi xerostomia. Hal ini dipandang cukup penting pada konteks, xerostomia dapat merubah flora menjadi tipe yang lebih kariogenik.
4.Manajemen Candidiasis
Candidiasis adalah akibat dari infeksi jamur yang secara umum akibat peran dari Candida Albicans. Pasien dengan candidiasis harus diinstruksikan untuk :
1.Membersihkan kavitas oral terlebih dahulu sebelum medikasi anti jamur ; irigasi dan pembersihan plak secara mekanik mungkin juga diperlukan.
2.Menanggalkan gigi palsu ketika medikasi dilakukan
3.Melakukan desinfeksi pada gigi palsu dan mulut
4.Membuang sikat gigi yang lama dan menggantinya dengan yang baru
5.Mendesinfeksi semua objek atau alat yang digunakan dalam rongga mulut
6.Menggunakan sebuah suspensi sebagai pengganti dari troche jika xerostomia terjadi (jika troche yang dipilih maka pasien harus berkumur atau minum air terlebih dahulu).
5.Manajemen Hemorrhage
Penggunaan sikat gigi dan dental floss pada pasien dengan jumlah platelet kurang dari 50.000/kubik/mm akan bermasalah karena berpotensi menyebabkan terjadinya perdarahan. Topikal thrombin dapat digunakan sebagai hemostasis lokal pada pasien dengan hemorrhage oral sekunder sebelum thrombocytopenia.
6.Manajemen Xerostomia
Diinstruksikan buat pasien yang punya riwayat xerostomia untuk mempertahankan oral hygiene untuk melindungi masalah dental. Penyakit periodontal dapat berkembang pesat dan karies menjadi rampan kecuali tindakan preventif terukur ditegakkan. Untuk mengurangi kerusakan gigi ketika terjadi xerostomia pasien harus :
1.Melakukan oral hygiene sistimatik 4 kali sehari (setiap selesai makan dan sebelum tidur)
2.Menggunakan pasta gigi berfluorida
3.Menggunakan resep gel yang mengandung fluoride setiap hari sebelum tidur (fluoride efektif melindungi gigi dari plak)
4.Berkumur dengan cairan garam dan baking soda 4-6 kali/hari (1/2 sendok teh garam dan ½ sendok teh baking soda pada 1 cangkir air hangat) Untuk membersihkan dan melubrikasi jaringan mulut dan membuffer lingkungan mulut.
5.Menghindari makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi
6.Mengisap-isap air untuk mengurangi kekeringan mulut
Penggunaan fluoride secara topical telah menunjukkan hasil dapat meminimalkan formasi karies. Sepanjang perawatan radiasi, telah direkomendasikan gel sodium fluoride 1 % diaplikasikan pada mouth guard untuk melindungi mulut, yang ditempatkan pada gigi bawah dan atas. Mouth guard didiamkan selama 5 menit, setelahnya pasien tidak boleh makan dan minum selama 30 menit.
Manajemen xerostomia termasuk penggunaan saliva pengganti atau sialagogues. saliva pengganti atau saliva buatan (obat kumur mengandung hydroxyetil, hydroproxyl, atau carbomethylcellulose) zat pereda untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat xerostomia dengan membasahi sementara mukosa mulut dan menggantikan penyusun yang hilang dari saliva. Sialagogues secara farmakologis merangsang produksi saliva dari respon menyeluruh jaringan glandula saliva untuk mengalirkan saliva normal. Pilocarpine adalah satu-satunya obat yang diakui US Food and Drug Administration untuk digunakan sebagai sialagogue (5 mg tablet pilocarpine hydrochlor) perawatan dimulai 5 mg secara oral, 3 kali sehari. Dosis ditentukan untuk mengoptimalkan respon klinik dan meminimalisasi efek yang merugikan. Beberapa pasien mendapatkan keuntungan ketika dosis ditingkatkan tetapi disamping itu efek samping juga meningkat. Dosis buat pasien sebelum tidur dapat ditingkatkan 10 mg setelah memulai pengobatan dengan pilocarpine. Berikutnya pada pagi dan sore dosis juga dapat dinaikkan maksimum 10 mg/dosis (total 30 mg/hari). Toleransi pasien diketahui 7 hari setelah penambahan dosis. Efek samping yang paling umum pada dosis penggunaan klinik adalah hyperhidrosis (keringat berlebihan). Insidens dan keganasannya berbanding lurus dengan dosisnya. Demam nausea, rhinorrhea, vasodilatasi, peningkatan lakrimasi, tekanan kandung kemih (keadaan dan frekuensi saluran kencing), pusing, asthenia, sakit kepala, diarrhea, dan dyspepsia juga dilaporkan, yang umumnya terjadi jika dosis lebih besar dari 5 mg sebanyak 3 kali sehari. Pilocarpine merangsang aliran saliva 30 menit setelah ditelan; respon yang maksimal akan didapatkan setelah penggunaan yang kontinu. Pilocarpine dapat memberikan efek radioprotektif pada glandula saliva jika diberikan selama terapi radiasi kepala dan leher.
7.Capsaicin
Telah dikemukakan bahwa penggunaan capsaicin efektif untuk mengontrol nyeri akibat mucositis oral. Capsaicin dan sejenisnya adalah penyusun pedas yang menghasilkan rasa terbakar dengan menstimulasi polymodal nociceptor, pada reseptor nyeri predominan yang terdapat pada kulit membran mukosa. Reseptor digambarkan sebagai sebuah polymodal karena mempunyai sensitifitas berganda terhadap rangsang panas dan mekanik, serta rangsang kimia yang berbahaya. Telah dibuktikan melalui percobaan , bahwa setelah menelan capsaicin bersama makanan atau setelah aplikasi capsaicin pada mukosa oral; keganasan nyeri berbanding proporsional dengan konsentrasi capsaicin. Setelah pemaparan tunggal , nyeri terbakar akut terjadi secara tepat dan berkurang secara bertahap. Jika pemaparan capsaicin diulangi dengan tepat, sebelum rasa terbakar terjadi dari paparan sebelumnya akan menghilang, kepekaan dapat terjadi. Sebaliknya jika pemaparan dilakukan setelah rasa terbakar hilang, maka ketidakpekaan nociceptor akan terjadi. Ambang batas nyeri dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan menaikkan konsentrasi capsaicin secara bertahap pada rangkaian aplikasi yang berulang. Efek desensitisasi capsaicin secara umum berlaku pada rasa nyeri yang lain. Ketika capsaicin diaplikasikan pada oral mukosa yang mengalami inflamasi, nyeri mucositis akan berkurang.
Sejauh ini, formulasi mukositis pada penggunaan intraoral telah diteliti. Di Amerika Serikat 0,025% dan 0,075% topikal capsaicin dalam bentuk lotion dan cream tersedia dan dijual secara bebas; tidak ada diantara capsaicin yang dijual bebas tersebut yang dirangsang khusus untuk penggunaan pada permukaan dan mukosa mulut. Ada sebuah kasus dilaporkan, dimana seorang pasien post therapeutic neuralgia menggunakan capsaicin yang dijual bebas berbentuk cream intraoral 0,025%. Pengalaman pasien tersebut gejala berkembang selama 2 hari dan nyeri menjadi hilang setelah 4 minggu pemakaian. Sebagai tambahan, Berger dan kawan-kawan telah menjelaskan formula praktis permen merica pedas (taffy). Peneliti menggolongkan jumlah permen pedas pada formulasi tertentu, membatasinya untuk meningkatkan konsentrasi capsaicin pada pasien yang dipapari. Pasien yang dikurangi rasa pekanya dengan capsaicin dosis rendah lebih mudah terpapar dibanding dengan pasien dengan dosis yang lebih tinggi. Secara teori, ketika konsentrasi capsaicin meningkat untuk menghasilkan nyeri terbakar kira-kira setara dengan pasien pada kasus nyeri mucositis, nyeri dapat berkurang atau menghilang beriringan dengan hilangnya sensasi dari capsaicin. Seluruh pasien dilaporkan terbebas dari nyeri mucositis dan nyeri menjadi hilang pada 2 dari 11 pasien, yang melanjutkan mengkonsumsi permen. 2 dari pasien yang tidak bisa melanjutkan konsumsi permen karena efek samping.
Sejauh ini bukti bahwa capsaicin menghilangkan gejala nyeri mucositis sangat besar harapannya, walaupun terbatas pada laporan yang belum jelas dan kasus-kasus yang kecil. Sampai saat ini belum diketahui efek capsaicin terhadap traktus gastrointestinal pada dosis dan durasi yang dapat meghilangkan nyeri mucositis. Evaluasi lebih lanjut sangat diperlukan ; evaluasi klinik dan penerimaan oleh para dokter gigi yang mempunyai fasilitas dan persiapan minim terhadap produk capsaicin akan terbatas sampai tersedianya formulasi capsaicin yang konsisten dan seragam.
E.Pertimbangan Psikososial
Pendidikan, perawatan supportif dan pengobatan gejala sangat penting buat pasien yang mempunyai pengalaman dengan komplikasi kanker pada rongga mulut. Adalah penting untuk memonitoring tingkat stress, kemampuan mengikuti dan merespon perawatan, memperlihatkan kepedulian terhadap problem yang dihadapi, dan memberikan pendidikan serta dukungan. Kunjungan perawatan di rumah dibutuhkan pada kasus pasen dengan gingivitis dan mucositis parah. Jika pasien merasa tidak mampu untuk mengunjungi tempat praktek. Perawatan rumah dapat mengevaluasi status fisikal dan psikososial dengan memberikan pendidikan dan dukungan perawatan, dimana perawat juga dapat menimba pengalaman untuk mengatasi masalah psikologikal stress. Dengan dukungan penuh dari staf perawat dan keluarga, diharapkan pasien dapat mengatasi masalah komplikasi ini.