Hampir semua gerak dokter bersinggungan dengan permasalahan etika. Ketika dokter masih menjadi mahasiswa dia sudah bersinggungan dengan etika, seperti bagaimana etika bekerja sama dengan teman ketika belajar, menjunjung tinggi kejujuran saat ujian, bagaimana memperlakukan dan menghormati guru, menghargai perawat ketika menjalani pendidikan di rumah sakit, berdisiplin diri untuk menguasai ilmu dan sebagainya. Setelah lulus dengan berbagai jalur karier yang dipilih, mau tidak mau dokter akhirnya berhadapan sekaligus hidup dengan problem etika. Dalam buku ini, pembahasan lingkup kerja dokter yang sensitif isu etik dibatasi dalam dua bidang utama yaitu:
1. Dalam praktik pelayanan dokter sehari-hari
2. Dalam penelitan dan pengembangan ilmu kedokteran dan biologi
1. Dalam praktik dokter sehari-hari
Isu mencari harta dengan baik dan halal, serta mengutamakan kebarokahan
Sebagaimana profesi lain dan tuntutan kehidupan bagi semua orang, dokter juga mempunyai kewajiban menghidupi dirinya sendiri dengan mendapatkan imbalan dari hasil kerja profesionalnya. Mencari harta dengan cara yang baik, tidak merugikan orang lain apalagi pasien, tidak memandang pasien sebagai obyek untuk mendapatkan keuntungan materiil merupakan nilai-nilai yang telah diterima secara universal. Mencari nafkah itu merupakan kewajiban, terutama bagi mereka yang menjadi kepala keluarga.
Dalam tradisi Islam mencari kekayaan yang diharamkan meliputi riba atau mengeksploitasi orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi, suap, hadiah bagi pejabat dan korupsi, memakan harta anak yatim, prostitusi, perjudian, usaha perdukunan, merampok, berlaku curang dan merugikan orang lain, pengkhianatan terhadap amanah, memakan harta orang lain tanpa kerelaan, berbisnis minuman keras, berbisnis segala macam obat bius bukan untuk keperluan yang semestinya (medis), berbisnis patung/berhala, berbisnis babi, berjual bangkai, dan berbisnis anjing.
Prinsip etika lain dalam Islam yang lebih “hati-hati” sebelum jatuh pada masalah halal/haram yaitu kebarokahan. Karena itu ada sebuah dalil “sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar”. Dalam mencari nafkah, sangat ditekankan penerapan ideologi masjid pada usaha seseorang mencari nafkah, dan sejauh mungkin menerapkan ideologi pasar dalam usahanya mencari nafkah. Ideologi pasar dalam hal ini menekankan pada kapitalisasi keuntungan pribadi, sedangkan ideologi masjid menekankan pada penebaran kasih sayang dan semangat membantu sesama sembari mendapatkan nafkah finansial untuk mencukupi kebutuhan pribadi dan keluarga. Ideologi masjid tidak membatasi kepemilikan besarnya harta, tetapi menekankan pada kebersihan dalam mencari harta dengan baik dan tidak merugikan yang lain, sesuai dengan syariah demikian pula dalam mendistribusikan kekayaan dimana ada sebagian porsi yang harus diberikan kepada yang berhak menerima. Singkat kata, mengusahakan harta selalu dalam koridor syariah, apapun yang diterima selalu ada yang dikasihkan serta sepi dari pamrih manusia.
Kebutuhan sensitif etik dari lahir sampai kematian
Berbagai macam budaya di dunia, sangat memperhatikan hal-hal yang menyertai siklus kehidupan manusia. Peristiwa kelahiran misalnya, akan banyak cara atau ritual yang disiapkan untuk menyambut peristiwa kelahiran ini.
Dalam tradisi Islam peristiwa kelahiran disambut dengan mengumandangkan adzan di telinga kanan dan Iqomat di telinga kiri (walaupun masih dalam perdebatan fiqh). Dokter dan profesional kesehatan yang memahami etika atau bioetika, sangat direkomendasikan untuk memperhatikan hal-hal yang dianggap penting bagi umat muslim ini. Sehingga setelah bayi dibersihkan dan setelah kondisinya dipastikan baik, mulai memberikan kesempatan kepada sang ayah bayi untuk mengumandangkan adzan dan iqomat pada bayi dan tentu saja tidak senyaring yang diucapkan di masjid. Bagi tamu yang berkunjung ada adab untuk memberikan doa kepada sang bayi untuk keselamatan bayi dalam menjalani kehidupannya kelak.
Untuk anak balita, dokter yang berinteraksi dengan anak yang sakit mulai ikut memberikan sentuhan pendidikan nilai-nilai akidah bagi anak, bahwa sakit adalah sebuah ujian, meminta anak berdoa kepada Allah SWT bersamaan dengan usahanya berobat ke dokter bersama orang tua adalah bagian dari sentuhan pendidikan nilai-nilai akidah.
Setelah anak sepuluh tahun, pemisahan gender mulai ditegaskan dengan memisahkan tidur anak laki-laki dan perempuan. Pada usia ini, juga mulai ditanamkan menjaga aurat, yakni bagian tubuh yang harus ditutup. Nilai-nilai akan semakin diperkuat ketika remaja. Ini merupakan salah satu penerapan dari maqosid syariah yaitu menjaga keturunan (akan dibahas lebih detil di bab III tentang teori etika). Karena itu peluang-peluang berkhalwat (menyendiri berduaan) tidak diperbolehkan. Hal ini mendorong pada terjadinya hubungan sex extra marital yang dilarang keras dalam Islam.
Pada saat dewasa, menikah juga mempunyai permasalahan etika sendiri hingga akhirnya meninggal. Sederhananya setiap bagian dari siklus kehidupan manusia, selalu mendapatkan perhatian etis dalam agama Islam. Permasalahan-permasalahan nilai etika inilah yang hendaknya menjadi perhatian bagi setiap profesional layanan kesehatan ketika memberikan pelayanan kesehatan bagi orang muslim.
Kondisi khusus peribadatan saat sakit
Selama seseorang masih bernyawa, apa pun agamanya ada tuntutan untuk menjalankan ibadah. Dalam agama Islam ada konsep toleransi dan batasan yang tegas dengan masalah peribadatan. Walaupun dengan maksud baik yaitu mendoakan setiap orang yang sakit apa pun agamanya, ternyata pandangan ini tidak diperbolehkan dalam agama Islam. Yang diperbolehkan dan dianjurkan adalah menolong, menyelamatkan nyawa, memberikan kemudahan dalam mendapatkan pengobatan, menjenguk saat sakit dan pertolongan medis. Ketika memasuki wilayah doa, inilah yang menjadi batasan tegasnya. Aktivitas mendoakan hanya diperbolehkan untuk yang sama agamanya.
Di dalam agama Islam kewajiban ibadah seperti sholat, doa dan dzikir tetap berlaku bagi setiap orang walaupun dalam keadaan sakit sampai kesadaran benar-benar hilang pada pasien. Untuk itulah dalam manajemen pelayanan kepada pasien yang sakit di rumah sakit yang “ramah ibadah” menyediakan fasilitas-fasilitas yang nantinya akan digunakan sebagai sarana beribadah. Lebih lengkap bahasan mengenai layanan kesehatan yang “ramah ibadah” dibahas pada bab 11.
Kontra sepsi (pengendalian populasi)
Pengetahuan yang makin mendekati ketepatan tinggi mengenai proses reproduksi manusia, membuat manusia “mampu” mengendalikan kapan sperma dan ovum bisa bertemu dan berlanjut menjadi zigot yang selanjutnya menjadi embrio. Pengetahuan ini selanjutnya menjadi dasar usaha manusia untuk mengendalikan populasi penduduk dengan program kontrasepsi yang diberlakukan secara ekstensif pada masyarakat. Di Cina dicanangkan program satu anak satu keluarga, di Indonesia dua anak untuk satu keluarga, dan sebagian negara dengan tujuan yang sama mempropagandakan keluarga kecil sebagai bentuk keluarga yang ideal. Sedangkan di negara maju para warganya dengan sukarela memutuskan tidak mempunyai anak, sehingga terlihat dari pertumbuhan penduduk dalam lima puluh tahun terakhir tidak menunjukkan pertambahan yang signifikan. Dapat disimpulkan kontrasepsi benar-benar terbukti ampuh dalam mengendalikan pertumbuhan populasi penduduk lewat menekan angka kelahiran. Dalam wawancara pribadi penulis dengan seorang ahli kebidanan dan kandungan, program ekstensif dari kontrasepsi menekan kejadian abortus provokatus. Menurut ahli kebidanan dan kandungan tersebut pula, kejadian abortus provokatus justru banyak yang berasal dari mereka yang sudah berkeluarga.
Namun demikian, penggunaan kontrasepsi yang ekstensif, ternyata mempunyai dampak yang tidak mengenakkan bagi mereka yang menjunjung tinggi moralitas, kesucian pernikahan dan sakralnya nilai keperawanan. Semenjak penggunaan kontrasepsi secara ekstensif terutama metoda yang cepat dan praktis penggunaannya seperti hormonal dalam bentuk pil dan yang mekanis seperti kondom, membuat perubahan besar dalam perilaku seksual remaja dan mereka yang aktif secara seksual. Sehingga muncul istilah untuk menamai periode ini dengan sebutan “revolusi seksual”. Para remaja dan mereka yang aktif secara seksual, tidak takut lagi akan hamil karena perilaku seks bebas mereka. Walaupun masih pula menyisakan permasalahan makin “menetapnya” penyakit menular seksual, yang belakangan diketahui karena adanya ”romantic sexual network” yang rumit dan meluas dalam suatu komunitas.
Abortus provokatus
Secara definisi dinamakan abortus apabila terdapat kejadian keluarnya produk kehamilan yang berusia masih di bawah 20 minggu atau berat janin belum mencapai 500 g. Selanjutnya berdasarkan proses terjadinya abortus dibagi menjadi dua kelompok yaitu
1. Abortus spontan
Yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa diprovokasi.
2. Abortus provokatus
Yaitu abortus yang terjadi karena diprovokasi baik oleh tenaga medis profesional, tenaga pengobat tradisional hingga yang tidak mempunyai pengalaman sama sekali sebelumnya. Penyebab atau pendorong dilakukannya abortus provokatus adalah karena indikasi ibu, seperti ibu yang masih mempunyai anak-anak kecil, sementara bila kehamilan diteruskan membahayakan nyawa ibu dan pada saat yang sama anak-anaknya yang masih kecil kehilangan kasih sayang ibu. Indikasi anak, misalnya di banyak negara maju seperti Belanda dan Australia, komisi etik kedokteran di negara itu membolehkan dokter atas persetujuan orang tua janin, melakukan terminasi kehamilan pada janin-janin yang dikandung mengalami cacat bawaan seperti sindroma Down yang sudah terdeteksi lewat USG saat janin berumur 12 minggu. Indikasi selanjutnya mengenai abortus provokatus adalah sebab sosialekonomi. Orang tua janin khawatir “tidak mampu” memberikan nafkah untuk menunjang kehidupan janin di kemudian hari. Atau juga preferensi orang tua terutama suami atas jenis kelamin laki-laki janin yang dikandung, mengakibatkan pilihan dilakukannya abortus provokatus manakala janin yang dikandung lewat USG telah diketahui berjenis kelamin perempuan.
Yang bersinggungan dengan masalah etika adalah abortus provokatus. Secara umum dapat dikatakan pemicu munculnya abortus ke permukaan untuk menjadi bahan perdebatan etika berasal dari perkembangan teknologi kedokteran, dimana dengan USG, amniocentesis atau fetoskopi membuat dokter bisa mengetahui secara dini kelainan-kelainan yang nantinya akan berdampak buruk bagi masa depan janin ketika dewasa saat harus bersaing dalam kehidupan.
Pertanyaan mendasar masalah etika abortus provokatus adalah justifikasi pilihan tindakan abortus provokatus yang diambil (mengenai permasalahan justifikasi, selanjutnya akan dibahas pada bab 3). Alasan dibenarkan meliputi agar praktik abortus yang selama ini ilegal bisa dikontrol. Secara empiris banyak dijumpai praktik abortus yang tidak profesional yang membahayakan bagi keselamatan jiwa wanita. Alasan lain adalah menghormati hak asasi wanita, bahwa wanita mempunyai hak untuk menentukan sendiri kehamilan yang dia kehendaki atau tidak menghendaki kehamilan. Alasan ketiga adalah bahwa dia belum merupakan manusia, jadi bisa diakhiri. Sedangkan alasan menolak meliputi tindakan abortus melanggar sumpah dokter yang berbunyi menghargai kehidupan sejak pembuahan. Alasan kedua adalah melanggar hak asasi janin dan alasan terakhir tindakan abortus dapat dikategorikan sebagai pembunuhan.