Keputusan untuk melakukan operasi bagi pasien dengan kanker kepala dan leher harus mencakup di dalamnya pertimbangan mengenai komplikasi yang berpotensial. Penelitian telah menunjukkan bahwa usia itu sendiri tidak berhubungan dengan peningkatan komplikasi, tetapi komorbiditaslah yang berhubungan dengan peningkatan komplikasi dan perawatan yang panjang di rumah sakit. Hal ini khususnya terbukti benar berkaitan dengan usaha–usaha yang bersifat rekonstruksi yang kompleks, seperti transfer jaringan vaskular. Beberapa faktor pantas mendapat perhatian khusus pada pasien yang dibedah untuk kasus kekambuhan dari bidang aerodigestif yang lebih tinggi.
Aliran udara (Nafas) Jika terdapat keraguan mengenai kemampuan pasien untuk menjaga aliran udara selama masa sebelum operasi, trakeotomi dapat disarankan. Sebuah pipa trakeotomi tidak menghalangi aspirasi, dan hal yang berlawanan asas sebenarnya bisa jadi meningkatkan kemungkinannya karena adanya penambatan trakea dan perintangan penutupan glottis. Trakeotomi bukanlah hadir tanpa resikonya sendiri, dan staf perawat hendaknya melakukan trakeotomi dengan baik dan berpengalaman dalam proses pengisapan dan menjaganya. Dekanulasi umumnya dapat ditmpilkan segera setelah edema telah menurun.
Antibiotik sebelum opersi Operasi pada rongga mulut dipertimbangkan harus “bebas kontaminasi” dan selanjutnya, antibiotik sebelum operasi diindikasikan. Beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik telah menunjukkan bahwa pemberian antibiotik dimulai sebelum pembedahan dan dilanjutkan selama tidak lebih dari 24 jam untuk meminimalisir infeksi selama operasi dan bahaya dari strain-strain yang resisten. Generasi pertama sefalosporin dan klindamisin merupakan antibiotik profilaktif yang paling umum digunakan dalam pembedahan kanker mulut. Antimikroba topikal seperti klorhexidin dan klindamisin juga mulai menunjukkan keberhasilannya mengurangi peristiwa infeksi.
Penggunaan alkohol Beberapa pasien dengan kanker rongga mulut akan bergantung kepada alkohol. Penggunaan alkohol adalah hal yang umum jika tindakan pencegahan tidak diambil dan dapat memuncak menjadi kondisi mengigau yang mengarah kepada kolaps jantung dan kematian. Profilaksis yang sesuai dengan menggunakan benzodiazepin adalah direkomendasikan jika pasien sehari-harinya adalah peminum. Lorazepam adalah umum digunakan karena onsetnya yang dapat terprediksi dan kurang metabolit aktifnya. Pemberian alkohol secara intravena (5 sampai 10% alkohol dengan 5% dekstrosa dalam air) dapat digunakan pada masa setelah operasi dan secara perlahan dikurangi bila pasien mulai sadar setelah pembedahannya.
Trombosis Vena yang dalam Pasien yang dilumpuhkan untuk beberapa waktu selama pembedahan atau mengikuti pembedahan sebaiknya menerima profilaksis pada thrombosis vena yang dalam. Profilaksis ini paling umum dalam bentuk peralatan penekan mekanik yang menyebabkan sel-sel endotel melepaskan faktor anti trombogenik dan mencegah stasis. Hal yang penting bahwa proses ini ditetapkan dan diaktifkan sebelum pembedahan. Bahan-bahan farmakologi umumnya disediakan untuk masalah-masalah thrombosis karena kecendrungannya dalam menyebabkan perdarahan setelah operasi. Heparin dengan berat molekuler yang rendah boleh menjadi sebuah pilihan untuk hal tersebut. Jika pasien telah mengalami rekonstruksi mikrovaskular, aspirin atau dextran dengan berat molekuler yang rendah dapat diindikasikan.
Pengaturan Cairan Kebanyakan pasien yang menjalani pembedahan untuk kanker rongga mulut dapat diatur tanpa memonitor gangguan cairannya. Koloid boleh jadi dibutuhkan untuk mencegah jumlah yang tidak semestinya dari kristal-kristal yang cenderung meningkat secara signifikan pada edema. Sebelum operasi dan berat sehari-hari dapat digunakan untuk mengikuti status cairan. Pada pasien dengan kondisi jantung yang dapat berkompromi atau dalam tahapan pembelahan kembali yang lebih luas dan rekonstruksi yang bebas penutup, pengawasan serangan melalui pengawasan vena sentral atau via kateter Swan-Ganz boleh jadi diperlukan. Walaupun bentuk ini tidak lazim, pasien membutuhkan pembelahan kembali secara bilateral pada jaringan vena jungular internal yang akan membutuhkan adanya pembatasan cairan.
Transfusi Pilihan akan kebutuhan transfusi bervariasi. Umumnya hematokrit yang kurang dari 25 membutuhkan transfusi, dan jika nilainya diantara 25 dan 30 boleh jadi membutuhkan transfusi yang didasarkan pada parameter-parameter klinis.
Nutrisi Banyak pasien dengan kanker leher dan kepala akan mengalami penurunan sediaan nutrisi. Meski pasien dengan tanpa penurunan berat badan sering ditemukan namun dengan terapi yang ada akan menjadikannya tidak mampu untuk menjaga nutrisi mereka. Kemampuan untuk melewati sistem pencernaan bagian atas selama terapi intensif dengan penempatan endoskopi dari sebuah pipa penyalur makanan lambung (endoskopi gastrotomi perkutan atau pipa PEG) adalah tidak berharga. Prosedur ini menawarkan serangan yang minimal “garis kehidupan” bagi pasien yang sedang menjalani terapi pada bagian kepala dan leher. Penempatan pipa PEG telah menjadi lumrah pada pasien kanker kepala dan leher. Walaupun jarang, telah ada laporan yang bersifat anekdot mengenai proses penyemaian sel karsinoma squamosa pada dinding abdomen jika PEG ditempatkan sebelum pembedahan. Komplikasi ini walaupun jarang, telah mengarahkan beberapa ahli bedah untuk menganjurkan penempatannya pada masa setelah operasi. Meski jika sebuah PEG ditempatkan, pasien tetap didorong untuk melanjutkan beberapa asupan makanan, sebagaimana resiko stenosis esophagus meningkat jika pasien secara komplit menghentikan proses makan selama pengobatan melalui radiasi. Hal ini khususnya terbukti selama kombinasi dengan kemoradiasi.
Aliran udara (Nafas) Jika terdapat keraguan mengenai kemampuan pasien untuk menjaga aliran udara selama masa sebelum operasi, trakeotomi dapat disarankan. Sebuah pipa trakeotomi tidak menghalangi aspirasi, dan hal yang berlawanan asas sebenarnya bisa jadi meningkatkan kemungkinannya karena adanya penambatan trakea dan perintangan penutupan glottis. Trakeotomi bukanlah hadir tanpa resikonya sendiri, dan staf perawat hendaknya melakukan trakeotomi dengan baik dan berpengalaman dalam proses pengisapan dan menjaganya. Dekanulasi umumnya dapat ditmpilkan segera setelah edema telah menurun.
Antibiotik sebelum opersi Operasi pada rongga mulut dipertimbangkan harus “bebas kontaminasi” dan selanjutnya, antibiotik sebelum operasi diindikasikan. Beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik telah menunjukkan bahwa pemberian antibiotik dimulai sebelum pembedahan dan dilanjutkan selama tidak lebih dari 24 jam untuk meminimalisir infeksi selama operasi dan bahaya dari strain-strain yang resisten. Generasi pertama sefalosporin dan klindamisin merupakan antibiotik profilaktif yang paling umum digunakan dalam pembedahan kanker mulut. Antimikroba topikal seperti klorhexidin dan klindamisin juga mulai menunjukkan keberhasilannya mengurangi peristiwa infeksi.
Penggunaan alkohol Beberapa pasien dengan kanker rongga mulut akan bergantung kepada alkohol. Penggunaan alkohol adalah hal yang umum jika tindakan pencegahan tidak diambil dan dapat memuncak menjadi kondisi mengigau yang mengarah kepada kolaps jantung dan kematian. Profilaksis yang sesuai dengan menggunakan benzodiazepin adalah direkomendasikan jika pasien sehari-harinya adalah peminum. Lorazepam adalah umum digunakan karena onsetnya yang dapat terprediksi dan kurang metabolit aktifnya. Pemberian alkohol secara intravena (5 sampai 10% alkohol dengan 5% dekstrosa dalam air) dapat digunakan pada masa setelah operasi dan secara perlahan dikurangi bila pasien mulai sadar setelah pembedahannya.
Trombosis Vena yang dalam Pasien yang dilumpuhkan untuk beberapa waktu selama pembedahan atau mengikuti pembedahan sebaiknya menerima profilaksis pada thrombosis vena yang dalam. Profilaksis ini paling umum dalam bentuk peralatan penekan mekanik yang menyebabkan sel-sel endotel melepaskan faktor anti trombogenik dan mencegah stasis. Hal yang penting bahwa proses ini ditetapkan dan diaktifkan sebelum pembedahan. Bahan-bahan farmakologi umumnya disediakan untuk masalah-masalah thrombosis karena kecendrungannya dalam menyebabkan perdarahan setelah operasi. Heparin dengan berat molekuler yang rendah boleh menjadi sebuah pilihan untuk hal tersebut. Jika pasien telah mengalami rekonstruksi mikrovaskular, aspirin atau dextran dengan berat molekuler yang rendah dapat diindikasikan.
Pengaturan Cairan Kebanyakan pasien yang menjalani pembedahan untuk kanker rongga mulut dapat diatur tanpa memonitor gangguan cairannya. Koloid boleh jadi dibutuhkan untuk mencegah jumlah yang tidak semestinya dari kristal-kristal yang cenderung meningkat secara signifikan pada edema. Sebelum operasi dan berat sehari-hari dapat digunakan untuk mengikuti status cairan. Pada pasien dengan kondisi jantung yang dapat berkompromi atau dalam tahapan pembelahan kembali yang lebih luas dan rekonstruksi yang bebas penutup, pengawasan serangan melalui pengawasan vena sentral atau via kateter Swan-Ganz boleh jadi diperlukan. Walaupun bentuk ini tidak lazim, pasien membutuhkan pembelahan kembali secara bilateral pada jaringan vena jungular internal yang akan membutuhkan adanya pembatasan cairan.
Transfusi Pilihan akan kebutuhan transfusi bervariasi. Umumnya hematokrit yang kurang dari 25 membutuhkan transfusi, dan jika nilainya diantara 25 dan 30 boleh jadi membutuhkan transfusi yang didasarkan pada parameter-parameter klinis.
Nutrisi Banyak pasien dengan kanker leher dan kepala akan mengalami penurunan sediaan nutrisi. Meski pasien dengan tanpa penurunan berat badan sering ditemukan namun dengan terapi yang ada akan menjadikannya tidak mampu untuk menjaga nutrisi mereka. Kemampuan untuk melewati sistem pencernaan bagian atas selama terapi intensif dengan penempatan endoskopi dari sebuah pipa penyalur makanan lambung (endoskopi gastrotomi perkutan atau pipa PEG) adalah tidak berharga. Prosedur ini menawarkan serangan yang minimal “garis kehidupan” bagi pasien yang sedang menjalani terapi pada bagian kepala dan leher. Penempatan pipa PEG telah menjadi lumrah pada pasien kanker kepala dan leher. Walaupun jarang, telah ada laporan yang bersifat anekdot mengenai proses penyemaian sel karsinoma squamosa pada dinding abdomen jika PEG ditempatkan sebelum pembedahan. Komplikasi ini walaupun jarang, telah mengarahkan beberapa ahli bedah untuk menganjurkan penempatannya pada masa setelah operasi. Meski jika sebuah PEG ditempatkan, pasien tetap didorong untuk melanjutkan beberapa asupan makanan, sebagaimana resiko stenosis esophagus meningkat jika pasien secara komplit menghentikan proses makan selama pengobatan melalui radiasi. Hal ini khususnya terbukti selama kombinasi dengan kemoradiasi.