Dalam praktik sehari-hari dokter berhubungan dengan kolega profesi lain. Ada yang levelnya lebih tinggi dalam hal ini pihak manajemen seperti pihak manajemen rumah sakit yang sering kali bukanlah dokter, tetapi punya skill dan keahlian dalam manajerial dan keuangan. Atau yang sejajar, seperti sejawat spesialis, atau apoteker. Demikian juga dengan kolega di level bawahnya seperti perawat, okupasi terapis, fisioterapis dan juga pekerja seperti office boy dan pekarya. Ketiga level itu juga sangat berpengaruh terhadap kinerja dokter. Pihak manajemen yang terlalu berorientasi pada kinerja keuangan, akan membuat dokter dalam tekanan untuk menghasilkan keuntungan yang diinginkan manajemen, dengan banyak mengorbankan aspek etis dan hukum ketika melakukan praktik. Demikian juga dokter yang ”dipaksa ikut” perusahaan farmasi untuk ”melunakkan” tekanan pasar atau tekanan para pemilik modal, membuat profesi farmacist dalam posisi yang sangat lemah. ”Dipaksa” oleh perusahaan farmasi yang berkolaborasi dengan dokter sebagai tempat penyedia obat yang dimaksud dalam ”kolaborasi” itu. Seperti yang diungkap dalam ungkapan berikut[1] :
....”Selama ini kami seakan-akan hanya menjadi tukang penyimpan dan penyalur obat,”
.....Bahkan, dia menyebut, produk-produk Sanbe yang menjadi favorit para dokter di Yogyakarta, tidak satu pun masuk dalam buku Indonesian Index of Medical Specialities. Anehnya, produk yang tidak tercatat itu justru dikenal baik oleh dokter dan mendapat citra baik,”......
Mengenai hubungan dengan perawat, Lichtenstein, mengatakan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dokter terhadap perawat sebagai rekan sekerja adalah : 1) tenaga perawat cakap dan terampil, 2) perawat harus mampu menyelesaikan tugas-tugas yang didelegasikan oleh dokter dengan baik, dan 3) perawat harus mampu menyelesaikan tugas rutin klinis seperti mengukur tekanan darah, mengukur suhu, dan lain-lain. Sementara itu, Seybolt dan Walker, mengatakan bahwa sikap perawat yang mampu dan mengerti apa yang seharusnya dikerjakan dan mengerjakannya tidak dalam keadaan terpaksa merupakan elemen kunci untuk membina hubungan dengan dokter. Jika hubungan tersebut berjalan dengan baik akan membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan.[2]
[1] Majalah SWA 14/XXIII/28 Juni – 11 Juli 2007 hal 58 - 59
[2] Bina Ampera Bukit, Laksono Trisnantoro, Andreasta Melasta; 2003, Kepuasan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah Manna Kabupaten Bengkulu Selatan dengan Pendekatan EMIC; Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol 06,/No.04/2003 hal 183 – 191