Kita mengharap premi BPJS bagus, usulan PB IDI yang lalu Rp 60.000, tapi Kemenkes maunya di angka Rp 22.000 atau Rp 7.000/kepala kapitasi di layanan primer.
Kita juga harus siap2 menerima kenyataan terburuk. Peribahasanya: "Hope for the best, prepare for the worst".
Andai benar Rp 7.000 untuk 3.000 pasien/dokter berarti sebulan akan terima Rp 21.000.000. Andai dokter dapat Rp 3.500.000/bulan, bagaimana agar take home pay lebih tinggi?
Satu2nya cara adalah dengan memiliki kliniknya sendiri. Best practice di bisnis klinik, keuntungan bisa antara 18-22% atau sekitar Rp 4.000.000/bulan.
Nah, kalau memiliki sendiri klinik akan dapat Rp 3.500.000 + Rp 4.000.000 = Rp 7.500.000. Lebih besar kan. Itulah maknanya konsep Primkop-IDI: dokter haruslah owner-operator. Ya kerja disitu ya memiliki faskesnya.
Kalau ditambah add-on services seperti klinik khitan, estetik medik, akupunktur medik, kebugaran, check-up, okupasi, herbal medik. jadilah one-stop-service layanan kesehatan primer. Ini tidak dibayar BPJS namun golongan menengah Indonesia tumbuh terus, saat ini mendekati angka: 25 juta penduduk atau 10% dari populasi.
Jadi kalau kita dapat 3.000 pasien kapitasi dapat dipastikan sekitar 300 orang mampu untuk membayar layanan non-BPJS. Kalau ini mampu diolah, besar take home pay dokter umum sekitar Rp 15 juta/bulan akan lebih mungkin dicapai.
Selanjutnya kita memerlukan klinik yang baik dan terstandar, kita harus membuatnya dengan investasi maksimal Rp 100 juta. Sehingga bila kita mengambil kredit investasi untuk selama 60 bulan (5 tahun), cicilannya akan masuk diangka: antara Rp 2 - 3 juta/bulan.
Ayo buat koperasi dengan usaha klinik layanan primer di tiap2 IDI Cabang secepatnya. Primkop-IDI bersedia untuk bekerja sama.