Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan ibu pada bayinya. Dalam ASI terdapat kandungan enzim yang membantu pencernaan, serta adanya kandungan zat imun yang dapat mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi. Selain itu, pemberian ASI memberikan keuntungan psikologis bagi bayi maupun ibu.
Mengingat manfaatnya, maka seharusnya setiap bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan hanya mendapat ASI karena selama 6 bulan pertama ASI saja memenuhi kebutuhan bayi untuk tumbuh optimal. Setelah 6 bulan, ASI hanya memenuhi sekitar 60% kebutuhan bayi sehingga perlu ditambahkan makanan pendamping ASI sampai bayi berusia 1 tahun. Setelah berusia 1 tahun ASI tetap diberikan namun makanan padat sudah menjadi makanan utama karana ASI hanya akan memenuhi 30% kebutuhan bayi.
Namun hal ini barangkali tidak terlaksana oleh karena beberapa kondisi dan situasi yang oleh para petugas kesehatan atau ibu tidak ditatalaksana dengan baik sehingga terjadi kegagalan menyusui. Sering sekali penyusuan dihentikan dengan alasan ibu sakit. Pada umumnya, menyusui tidak perlu dihentikan karena bagi bayi akan lebih berbahaya bila susu formula dimulai pemberiannya dibandingkan bila bayi terus menyusu dari ibu yang sakit. Menghentikan penyusuan hanya dapat dibenarkan bila ibu menderita penyakit yang sangat berat misalnya gagal jantung atau gagal ginjal atau kanker. Ibu dengan gangguan jiwa pun masih dianjurkan untuk menyusui asalkan ada orang yang mengawasi pada saat ibu menyusui.
Ibu dengan penyakit infeksi akut lebih sering menularkan penyakit melalui tangan atau percikan ludah daripada melalui ASI. Selain itu, di dalam ASI akan terdapat zat anti terhadap penyakit yang diderita ibu sehingga bila bayi tetap menyusu justru akan mendapat zat penangkal penyakit tersebut. Bila ibu terpaksa harus menjalani rawat inap di rumah sakit, bila fasilitas memungkinkan, dianjurkan agar bayinya ikut dirawat bersama ibunya agar proses menyusui tidak dihentikan.
Terdapat beberapa keadaan sakit ibu yang memerlukan penanganan khusus, antara lain:
Ibu Pengidap HIV/AIDS
Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS sebanyak kurang lebih 20% sudah terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal dan bila ibu menyusui, penularan melalui ASI akan bertambah sebanyak 14%. Oleh karena itu, dinegara maju dengan angka kematian dan kesakitan bayi yang tidak mendapat ASI sudah rendah, dianjurkan agar ibu tidak menyusui bayinya. Namun di negara dimana tidak memberikan ASI memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi, maka dianjurkan agar ibu tetap memberikan ASI.
Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS sebanyak kurang lebih 20% sudah terinfeksi HIV melalui transmisi vertikal dan bila ibu menyusui, penularan melalui ASI akan bertambah sebanyak 14%. Oleh karena itu, dinegara maju dengan angka kematian dan kesakitan bayi yang tidak mendapat ASI sudah rendah, dianjurkan agar ibu tidak menyusui bayinya. Namun di negara dimana tidak memberikan ASI memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi, maka dianjurkan agar ibu tetap memberikan ASI.
Bila ibu bukan pengidap HIV/AIDS atau statusnya tidak diketahui maka ibu tetap dianjurkan untuk memberikan ASI. Bila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS ada beberapa alternatif yang dapat diberikan dan selanjutnya, apapun yang menjadi keputusan ibu perlu kita dukung.
- Bila ibu memlih tidak memberikan ASI maka ibu diajarkan untuk memberikan makanan alternatif yang benar. Di negara berkembang, seyogyanya makanan alternatif ini disediakan secara cuma-cuma untuk periode 6 bulan.
- Bila ibu memilih memberikan ASI maka dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif selama 3 – 4 bulan kemudian menghentikan ASI dan bayi diberikan makanan alternatif. Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena virus HIV dapat masuk ke bayi melalui luka tersebut. Selain itu, jangan memberikan ASI bersama susu formula karana susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus sehingga virus HIV dari ASI lebih mudah masuk ke tubuh bayi.
Ibu dengan Penyakit Hepatitis B
Walaupun virus hepatitis B dapat menular melalui ASI tetapi bila ibu mendapat hepatitis selama hamil maka 80-90% bayi telah mendapat infeksi intra-uterin, sehingga bayi tidak perlu dilarang mendapat ASI. Hanya dianjurkan dalam 24 jam pertama bayi mendapat imunoglobulin spesifik Hepatitis B dan dilanjutkan dengan pemberian vaksinasi.
Ibu Menderita TBC Paru
Kuman TBC tidak melalui ASI sehingga bayi boleh menyusu. Ibu perlu diobati secara adekuat dan diajarkan cara mencegah penularan kepada bayi yaitu dengan penggunaan masker. Walaupun sebagian obat anti tuberculosis tersebut akan terdapat di ASI, bayi tetap diberi INH dengan dosis penuh. Setelah 3 bulan pengobatan biasanya ibu sudah tidak menularkan lagi maka bayi diuji mantoux, bila hasilnya negatif terapi INH dihentikan dan bayi diberi vaksinasi BCG.
Ibu dengan Penyakit Diabetes
Bayi dari ibu dengan diabetes sebaiknya diberikan ASI, namun perlu dimonitor kadar gula darahnya.
Seringkali ibu menghentikan penyusuan bila ia meminum obat-obatan karena khawatir obat tersebut dapat mengganggu bayi. Kadar obat dalam ASI tergantung dari masa paruh obat dan rasio obat dalam plasma dan ASI. Selain itu umumnya hanya sebagian kecil obat yang dapat melalui ASI dan jarang berakibat negatif kepada bayi. Oleh karena itu, kita tidak dapat mengobati bayi dengan meyuruh ibu memakan suatu obat. Memang ada beberapa obat yang sebaiknya jangan diberikan kepada ibu yang menyusui dan sebaiknya bila ibu memerlukan obat pilihlah obat yang masa paruhnya pendek dan yang rasio ASI-plasma kecil, atau dicarikan alternatifnya yang tidak bedampak terhadap bayi. Dianjurkan pula agar bila ibu memerlukan obat, maka obat tersebut diminum segera setelah menyusui.