“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam“
(Q.S. al-Anbiyaa’ 21:107)
Ayat ini menjadi salah satu dasar ajaran bagaimana seharusnya seorang muslim berperilaku dalam kehidupan sosialnya di masyarakat. Tak hanya memberikan manfaat yang baik bagi sesama manusia (hablumminannaas), tetapi juga flora dan fauna di alam semesta ini. Salah satu media untuk melatih sifat rahmatan lil’alamin bagi muslim adalah dengan menyayangi hewan.
Hal ini bisa terlihat dari beberapa cuplikan hadits Nabi yang berisi seruan untuk menyayangi hewan dan larangan berbuat dzalim terhadap mahluk-mahluk Tuhan khususnya hewan:
Dari Abdullah bin Ja’far meriwayatkan (dalam redaksi hadits yang panjang), “… (Suatu saat) Nabi s.a.w. memasuki sebuah kebun milik salah satu seorang sahabat Anshar. Tiba-tiba beliau melihat seekor unta. (Ketika beliau mellihatnya, maka beliau mendatanginya dan mengelus bagian pusat sampai punuknya serta kedua tulang belakang telinganya. Kemudian unta itu tenang kembali). Beliau berkata: ‘Siapa pemilik unta ini? Milik siapa ini?’ Kemudian datanglah seorang pemuda dari golongan Anshar, lalu berkata ‘Wahai Rasul, unta ini milik saya’. Lalu beliau bersabda ‘Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini yang telah diberikan kepadamu oleh Allah? Dia memberitahu kepadaku bahwa engkau telah membiarkannya lapar dan membebaninya dengan pekerjaan-pekerjaan yang berat’”
[H.R. Abu Daud (1/400), Hakim (2/99-100), Ahmad (1/204-205), Baihaqi (Dala’ilun Nubuwwah - Juz 2), Abu Ya’la (Musnad - 1/318), Ibnu Asakir (Tarikh - Juz 9/28/1), dan adh-Dhiya’ (al-Ahadits al-Mukhtarah 124-125) di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari Sahal bin Handzalah meriwayatkan, “Rasulullah s.a.w. melewati seekor unta yang punggungnya telah bertemu dengan perutnya (sangat kurus), lalu beliau bersabda, ‘Takutlah kepada Allah dalam (memelihara) binatang-binatang yang tak dapat bicara ini. Tunggangilah mereka dengan baik, dan berilah makan dengan baik pula’”
[H.R. Abu Daud (2448) dan diperkuat pula oleh hadits lain yang serupa makna redaksinya yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (844) dan Ahmad (4/180-181) di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari ‘Ashim meriwayatkan, “Rasulullah s.a.w. mendapati seorang laki-laki yang meletakkan kakinya di atas pantat seekor kambing sambil mengasah alat sembelihannya. Kambing itu meliriknya. Lalu Nabi bersabda, ‘Apakah engkau ingin membunuhnya beberapa kali? Hendaknya engkau sudah menajamkan alat sembilahanmu sebelum engkau menidurkannya’”
[H.R. Hakim (4/231-233) sedangkan ath-Thabarani (al-Kabir 3/40/1 serta al-Ausath 1/31/1) dan Baihaqi (9/280) meriwayatkannya melalui jalur Ibnu ‘Abbas dengan redaksi yang hampir sama. Di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari Abdurrahman bin Abdillah dari ayahnya meriwayatkan, “Kami menyertai Rasulullah s.a.w. dalam suatu perlawatannya. Kemudian beliau pergi untuk memenuhi suatu kebutuhannya. Lalu kami melihat seekor burung berwarna merah dengan dua ekor anaknya. Kami lalu mengambil kedua anaknya itu. Tatkala induknya datang, dia mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang menurun ke dataran menyiratkan kegelisahan dan kekecewaan. Ketika Nabi s.a.w. datang, beliau bersabda, ‘Siapa yang mengejutkan burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikanlah anaknya kepadanya’”.
(Dalam redaksi Imam Abu Daud terdapat tambahan:) “Beliau juga melihat perkampungan semut yang telah kami bakar. Beliau berkata, ‘Siapa yang telah membakar tempat ini?’ Kami menjawab, ‘Kamilah yang membakarnya’ Lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tidak ada yang pantas menyiksa dengan api kecuali Tuhan yang memiliki api’”
[Redaksi hadits dari H.R. Abu Daud (2675), diriwayatkan pula oleh Bukhari (al-Adab al-Mufrad 382) dan Hakim (4/239). Di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari Mu’awiyah bin Qurrah dari ayahnya meriwayatkan, “Seseorang berkata, ‘Wahai Rasul, kami telah menyembelih seekor kambing, tetapi kami melakukannya dengan penuh kasih sayang’ Lalu beliau bersabda, ‘(Walau hanya) seekor kambing, (tetapi) jika kamu mau menyayanginya, maka Allah akan menyayangimu’”
[H.R. Bukhari (al-Adab al-Mufrad 373), ath-Thabrani (al-Mu’jam ash-Shaghir 60 dan al-Ausath Juz 1/121/1), Ahmad (3/436 dan 5/34), Hakim (3/586), Ibnu Addi (al-Kamil 259/2), Abu Na’im (al-Hilyah 2/302 dan 6/343), dan Ibnu ‘Asakir (6/257/1). Di-shahih-kan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari al-Qasim bin Abdurrahman dari Abi Umamah secara marfu’ meriwayatkan Rasulullah s.a.w. bersabda, “Orang yang mau menyayangi binatang sembelihannya, walau hanya seekor burung, maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya kelak di hari kiamat”
[H.R. Bukhari (al-Adab al-Mufrad 371), Tamam (al-Fawa’id 193/1), al-Haitsami (4/33), ath-Thabrani (al-Kabir), adh-Dhiya’ al-Maqsidi (al-Mukhtarah), dan as-Suyuthi (al-Jami’ush Shaghir). Di-hasan-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar secara marfu’ meriwayatkan Rasulullah s.a.w. bersabda, “Ada seorang wanita yang disiksa karena seekor kucing dikurungnya sampai mati. Hanya karena kucing itu (ia) masuk neraka. Sebab tatkala ia mengurungnya, ia tidak memberinya makan dan minum. Ia juga tidak mau melepaskannya untuk mencari makanan dari serangga dan tumbuh-tumbuhan”
[H.R. Bukhari (Shahih 2/78 dan al-Adab al-Mufrad 379), Muslim (7/43) dan Ahmad (2/507). Dalam kitab imam Muslim dan imam Ahmad terdapat pula hadits serupa tapi bersumber dari Abu Hurairah secara marfu’. Di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari Abu Shaleh as-Siman dari Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Konon, ada seorang laki-laki yang melintasi sebuah jalan. Tiba-tiba ia merasa sangat haus, lalu menemukan sebuah sumur. Ia menuruninya untuk (mengambil air) minum. Selesai minum, ia keluar. Tatkala ia keluar, ia menjumpai seekor anjing yang menjulur-julur lidahnya sambil mencium tanah karena kehausan. Orang itu bergumam dalam hati, ‘Kasihan anjing ini benar-benar kehausan, seperti yang baru saja menimpa diriku’ Kemudian ia kembali menuruni sumur itu dan mengisi penuh sepatunya dengan air. Ia gigit sepatu itu hingga sampai lagi di tempat (anjing berada). Lalu ia meminumkannya kepada anjing itu. Allah S.W.T. mengucapkan terima kasih kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasul, apakah kami juga akan memperoleh pahala karena (menolong) binatang?” Beliau menjawab, “Setiap binatang yang memiliki jantung basah (hidup) akan mendatangkan pahala‘”
[H.R. Imam Malik (al-Muwaththa’ 929-930), Bukhari (Shahih 2/77-78 dan al-Adab al-Mufrad 378), Muslim (7/44), Abu Daud (2550), dan Ahmad (2/375-517). Di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah secara marfu’ meriwayatkan Rasulullah s.a.w. bersabda, “Konon, ada seekor anjing yang berputar-putar di sekeliling sebuah sumur yang hampir mati karena kehausan, tiba-tiba seorang wanita tuna susila dari Bani Israel melihatnya, lalu ia melepaskan sepatunya untuk mengambil air yang kemudian diminumkannya kepada anjing tersebut. Karena amalannya itulah kemudian Allah S.W.T. berkenan mengampuninya”
[H.R. Bukhari (2/376), Muslim (7/45) dan Ahmad (2/507). Di-shahih-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam “Silsilah Hadits Shahih”]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya Silsilah Hadits Shahih menukil pula beberapa hadits yang meriwayatkan kasih sayang sahabat Nabi terhadap hewan:
Dari al-Musayyab bin Dar menceritakan, “Saya melihat Umar bin Khaththab memukul tukang unta sambil berkata, ‘Mengapa engkau membebani untamu dengan beban yang tidak sanggup dipikulnya?!’”
[H.R. Ibnu Sa’ad (ath-Thabaqat 8/127), Abi al-Hasan al-Akhmimi (62/2) dan Ibnu Abi Hatim (al-Jarh wat Ta’dil 4/1/294)]
Dari Ashim bin Ubaidillah bin Ashim bin Umar bin Khaththab menceritakan, “Bahwasannya ada seorang laki-laki yang mengasah alat sembelihannya dan memegang seekor kambing yang akan dipotongnya. Kemudian Umar memukulnya dengan gagang pedangnya yang mengkilap, sambil berkata, ‘Apakah engkau akan menyiksa mahluk bernyawa? Mengapa engkau tidak mengasahnya sebelum memegang binatang ini?’”
[H.R. Baihaqi (9/280-281)]
Dari Muhammad bin Sirin menceritakan, “Bahwasannya Umar bin Khatthab melihat seorang laki-laki menyeret seekor kambing yang akan disembelihnya. Kemudian beliau memukulnya dengan gagang pedangnya seraya berkata, ‘Giringlah, -celaka engkau- untuk menyongsong kematiannya dengan cara yang baik’”
[H.R. Baihaqi]
Dari Wahab bin Kisan menceritakan, Bahwasannya Ibnu Umar melihat seorang penggembala kambing di tempat yang menjijikkan. Padahal beliau melihat tempat yang lebih layak. Oleh karena itu beliau marah, “Celaka kamu, wahai penggembala kambing. Pindahkan kambingmu itu, sebab saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, ‘Setiap penggembala (pemimpin) akan dimintai pertanggungjawabannya’”
[H.R. Ahmad (5869) dengan sanad hasan]
Dari Mu’awiyah bin Qurrah menceritakan, “Abu Darda’ mempunyai seekor unta yang bernama Damun. Apabila ada orang yang menyewanya, maka ia berpesan, ‘Janganlah engkau muati binatang ini kecuali sekian. Sebab ia tidak kuat mengangkat yang lebih berat dari itu’ Tatkala binatang itu mati, ia berkata, ‘Wahai Damun, janganlah engkau menggugat saya kelak di hadapan Tuhan saya, sebab saya tidak pernah membebani kamu, kecuali apa yang engkau mampu’”
[H.R. Abu al-Hasan al-Akhmimi (63/1)]
Dari Abu Utsman Tsaqafi menceritakan, “Umar bin Abdulaziz mempunyai seorang pelayan yang mengurusi bighalnya (sejenis keledai). Ia memberinya upah satu dirham setiap harinya. Suatu hari ia memberinya satu setengah dirham. Kemudian ia (Umar bin Abdulaziz) berkata, ‘Tidakkah jelas bagimu (maksud saya ini)?’ Pelayan itu menjawab, ‘(Mungkin) karena barang-barang dagangan (anda) yang laku keras’ Umar menjawab, ‘Bukan karena itu, tapi karena kamu telah membebani bighal ini dengan beban yang terlalu berat, hingga ia kepayahan. Karena itu istirahatkan ia selama tiga hari’”
[H.R. Ahmad (az-Zuhd 19/59/1) dengan sanad shahih]
Sumber: Kompasiana.com