Nama Bejo semakin beken sebagai jagoan pasar yang baru. Dari penjual grosir karpet sampai tukang kecambah semua takut sama Bejo. Tidak ada yang berani bikin onar lagi. Semua aman, asal bayar upeti sama dia. Anak buahnya banyak sekali, melata di mana-mana.
Sekali waktu ada anak muda belagu yang berani macem-macem sama tukang koran, dia bikin terkaing-kaing, menyembah-nyembah minta ampun.
Ada oknum aparat tidak mau bayar parkir, dia datangin. Diambilnya sebutir kelapa, lalu dengan santai diayun-ayunkan di depan matanya sambil ngomong "Kenal gua?" Sekali keplak berantakan tempurung kelapa. Kabur tuh oknum setelah membayar uang parkir.
***
Hebat betul rupanya kekuasaan. Pengusaha dan pedagang yang butuh rasa aman tentu kenal dia. Aparatpun berkawan dengannya. Taraf hidupnya melambung. Siapa tak kenal Bejo sekarang?
Dulu jalan kaki sekarang naik mersi, dulu makan saja payah sekarang berlebih malah. O, roda hidup berputar sudah.
Hari demi hari semakin jaya saja anak kampung ini.
Rupanya dahsyat betul ajimat kertas lecek kali Ciliwung itu.
Hmm... kertas bertulis tak begitu jelas itu memang telah mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Dari pengecut menjadi pemberani, dari pelanduk menjadi singa.
***
Singkat ceritalah..., Bejo berkeluarga dan memiliki anak. Semata wayang anak itu, ganteng dan cerdas. Ganteng tentu karena ibunya elok rupawan, bukan andil Bejo. Cerdas karena cukup gizi.
Umur 5 tahun anak Bejo, namanya Be Jo Jr sudah pandai membaca. Segala macam ia baca. kalau pergi ke mall, mulai dari spanduk, label kemasan sampai baju orang ia baca keras-keras. Kadang orang dibikin malu karena tulisan di bajunya dibaca Be Jo Jr kencang-kencang. Ini fenomena aneh perbajuan: orang dengan seronok pakai baju bertulis macem-macem tapi giliran dibaca orang malah malu...
Nah, suatu ketika Be Jo Jr yang memang lasak ini mengejar mobil-mobilannya yang lari ke kolong ranjang Bejo. Eh, matanya menagkap sebuah benda aneh berwarna coklat.
O, sebuah peti kayu kecil yang indah, berukir dan bertatah emas. Ia buka, tak ada apapun selain selembar kertas lusuh.
***
Resep Jampi Kepala Sakit:
Minumlah Parasetamol sambil membaca hizib ini:
Sadhumuk bathuk saanyari bumi
Ilang migrainku, bleh!
Bejo yang sedang nonton acara masak memasak di TV terhenyak, kaget bukan kepalang medengar suara cempreng anaknya, Bergegas bagaikan satpol PP ngejar pedagang kaki lima ia lari ke kamarnya. Awh!
"Juniyor, apa-apan in?"
Dengan tatapan mata polos Be Jo Jr malah tertawa-tawa, "Papa ngapain kertas ginian disimpen?"
Oalah ini anak, tanpa kertas itu kamu bisa jadi anak kere, bahkan mungkin nggak lahir karena kalo aku jadi kere nggak mungkin Jeng Lady mau jadi istriku, jadi emakmu....!
"Taruh, sayang.. kembalikan.." Bujuk Bejo.
"Iiih, Papa ini kan tulisan biasa, kayaknya catatan buat obat sakit kepala."
"Heh?!!" Bejo terlonjak. Sungut tebalnya mendadak tegang. Diapun merebut kertas kumal itu. Matanya meneliti dengan cermat setiap kata setiap huruf dari ajimatnya itu.
Delapan tahun kertas itu ia simpan di peti. Sejak sekali membaca di pinggir Ciliwung dini hari Jumat Legi itu tak pernah ia membaca kertas wangsit tersebut.
Delapan tahun ia meyakini bahwa kertas itu bertuliskan resep jampi-jampi untuk ilmu Kepalan Sakti yang selama ini ia andalkan:
Resep Jampi Kepalan Sakti:
Minumlah Parasetamol sambil membaca hizib ini:
Sadhumuk bathuk saanyari bumi
Ilang migrainku, bleh!
Ya, RESEP JAMPI KEPALAN SAKTI, mantra ampuh dari lelembut, danyang, dan jin-jin sing mbahurekso kali Ciliwung.
Delapan tahun ia meyakini mantra itulah yang memberinya energi luar biasa! Menjadikannya from zero to hero!
Dan, sore ini ia dihadapkan pada sebuah lelucon tak lucu bahwa ternyata ia salah baca! Benar! Matanya masih waras, dan dengan jelas membaca: JAMPI KEPALA SAKIT, Paracetamol! Anak kecil saja tahu!
Ah! Bodoh benar aku ini!
Seketika mentalnya ciut kembali, seperti Bejo culun yang dulu. Sungutnya lunglai.
***
Sejak saat itu Bejo kembali seperti semula. 'Semula' yang bukan 'aslinya'.
Ya, sesungguhnya keadaan sewaktu saktilah Bejo yang asli. Setiap orang terlahir berani. Lihatlah bayi yang selalu berani mencoba sesuatu tanpa banyak menyoal.
Seiring perjalanan hidupnya terlalu banyak program negatif yang kemudian menutupi fitrahnya, potensi terbaiknya. Pengalaman-pengalaman tak menyenangkan mengendap di alam bawah sadarnya membentuk mental block yang menghambat keluarnya potensi itu.
Sayang sekali, Bejo mengira bahwa kertas lecek itu adalah jimatnya, jiwanya sehingga ketika ia tahu bahwa ia salah baca kesaktiannya hilang.
Sesungguhnya bukan mantra itu yang sakti, namun ketika membaca mantra salah itu segenap jiwanya hadir, tubuh dan jiwa menyatu, segenap potensi hadir bahu membahu mewujudkan kejayaannya.
Mantra lecek itu telah mensugestinya bahwa ia memilki kekuatan luar biasa, keberanian tak terkalahkan. Bukankah itu hanya selembar kertas catetan cara minum obat yang barangkali hanyut dari sebuah tempat sampah di pinggir kali Ciliwung,?
Ah, Bejooo... Bejo. Andai kau tahu, Jo...
***
NB: membaca note ini tanpa membaca part 1 adalah bukan perbuatan melanggar hukum.