Ani, sedang tidak nyaman dengan perutnya selama tiga hari ini. Sudah dicoba untuk meminum obat maag yang dijual bebas di warung, tetapi tetap sama saja. Akhirnya Ani memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter Andi.
Seperti biasa, mengikuti prosedur pendaftaran, mengikuti antrian sesuai nomor urut dan akhirnya dipanggil masuk.
“Ani Sulistyani” suara lelaki dari dalam yang tak lain adalah dokter Andi memanggilnya
“Silakan duduk mbak” kata dokter Andi lagi
“Ada yang bisa saya bantu mbak”
“Ini dok mau periksa” kata Ani..sambil menekuk-nekuk jari hingga bunyi ‘klek’, maksud psikologisnya biar kalo ngomong ngga begitu tegang..
“Eh…mbak… tangannya jangan ditekuk-tekuk kayak gitu…!” kata dokter Andi
“Bahaya dok? Bisa apa?” tanya Ani mulai tambah cemas
“...............” dokter Andi membiarkan hening sejenak
“Bisa bunyi!” kata dokter Andi dengan enteng..
Glodak
“Oooooalah dok..dok… kirain serius” kata Ani dengan tertawa lepas.
“Lha biar ga tegang… masak mau periksa kok pake tegang…… santai gitu… yah... OK pasang senyummm…” kata dokternya kembali
Kemudian Ani mengutarakan semua yang dikeluhkan dengan santai tanpa dihantui rasa tegang. Dengan suasana seperti ini Ani merasa lebih berkurang keluhan sakitnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan diberikan resep, Ani keluar dari ruang periksa dengan perasaan jauh lebih baik ketimbang saat masuk ruang periksa.
“Mas Joko Susanto” kembali suara dokter Andi menggema di ruang tunggu
Seorang lelaki 20 tahun dengan mengenakan jaket tebal, dalam keadaan pucat memasuki ruang periksa, dan dipersilakan duduk oleh dokter Andi.
“Ada keluhan apa mas Joko? Ga nyaman sekali ya mas?”
“Iya dokter”
“Ini dokter, saya demam, pusing”
“Demamnya terusan atau kadang demam tinggi kadang turun?”
“Demamnya terusan dokter”
“O ya mas, kena air rasanya dingin banget ya?”
“Iya betul dokter!”
“Berarti ini tadi belum mandi ya?”
“Ha ha ha dokter ini... ya jelas belum... bau ya dokter?”
“ya agak... he he he”
“Eh ini mas, selain demam ada keluhan pilek atau batuk?”
“Hanya pilek saja dok”
“Pileknya meler atau buntu di hidung”
“Meler dokter”
“Ooo... berarti turunnya lambat.. naiknya cepat ya mas”
“Maksudnya?”
“Itu lho mas... seperti anak kecil itu, ingusnya meler kan kalau turun lambat.... terus.. tiba-tiba dinaikkan.. jadi naiknya cepat”
“Ha ha ha.. dokter ini lho”
“Terus...kalau terlambat menaikkan rasanya asin...”
“Ha ha ha ha...itu dokter.. sering kayak gitu ya dok “
“Ha ha ha”
Singkat cerita Mas Joko bisa leluasa menceritakan apa yang dia cemaskan dan sebaliknya dokter Andi bisa mendapatkan “data” yang lebih obyektif karena pasien sudah menceritakan semua yang dia cemaskan.
Ternyata permasalahan yang dihadapi, walaupun sangat menegangkan, tetapi bila dihadapi dengan rileks, ternyata sikap rileks ini sudah merupakan langkah yang signifikan untuk menyelesaikan permasalahan.